"Maafkan saya tuan, tapi tak ada satupun rekaman cctv pada saat tuan muda menghilang. Semua rekaman itu terhapus, sepertinya seseorang sengaja melakukannya" ujar Jian.
Setelah mencari seluruh rekaman cctv yang diperintahkan tadi, Jian kini tengah berada di ruangan Aryo lebih tepatnya di perusahaan Aryo. Bahkan di setiap sudut jalan yang ia lalui, cctv di jalanan itu seolah-olah sengaja di matikan dalam waktu yang lama.
Aryo menggenggam erat gelas ditangannya. Siapa yang berani bermain-main dengan keluarganya. Ia yakin pasti seseorang sudah merencanakan ini sebelumnya.
"Ada lagi tuan, tiga hari sebelum kejadian itu rekaman cctv di mansion juga hilang. Itu terjadi sekitar pukul satu siang" ujar Jian.
Aryo sedikit terkejut dengan hal ini, bagaimana bisa rekaman cctv di mansion hilang begitu saja. Padahal setiap sistem keamanan disini sudah di pastikan sangat bagus.
"Bagaimana dengan penjaga yang ditugaskan?" Tanya Aryo.
"Mereka semua pingsan dalam waktu dua jam, ada juga beberapa yang terluka dan ada juga yang meninggal" jawab Jian.
"Apa?!" Tanya Aryo terkejut.
"Bagaimana bisa?" Ujar Gabriel yang baru saja datang.
Gabriel sungguh penasaran dengan apa yang terjadi. Makanya dia mau datang ke perusahaan ayahnya. Tapi setelah mendengar semua ini, dia di buat terheran-heran.
Siapa yang berani melakukan semua ini?
Bagaimanapun juga penjagaan di mansion ataupun di luar mansionnya begitu ketat. Apalagi jika itu tentang Gara, karena mereka tidak ingin Gara mengacau di depan publik. Jadi mereka semua terutama Gabriel memberikan pengawasan yang ketat.
"Selidiki semuanya sampai ke akar-akarnya" ujar Aryo.
Jian mengangguk kemudian keluar dari ruangan Aryo. Aryo sendiri duduk termenung menatap keluar jendela yang begitu ramai.
"Mungkinkah..." Gumamnya.
Mengabaikan Gabriel yang juga sibuk dengan pikirannya. Rasa khawatir tiba-tiba menyerangnya sedari tadi.
"Yah" panggil Gabriel.
Aryo meliriknya sekilas kemudian kembali menatap keluar jendela. Hiruk pikuk kota di siang hari lebih menarik menurutnya.
"Bagaimana kalau pelakunya adalah mama" ujarnya pelan dan terdengar serius.
"Kau peduli pada anak sialan itu?" Tanya Aryo sedikit menyindir.
Gabriel mengerjapkan matanya seolah tersadar akan apa yang dilakukannya. Benar juga, untuk apa peduli pada Gara. Bukankah bagus jika anak itu di culik dan mati di luaran sana, pikirnya.
Namun lain halnya dengan apa yang dirasakan oleh hatinya. Rasa khawatirnya semakin menjadi. Tapi Gabriel memilih mengabaikannya dan keluar dari ruangan sang ayah.
Mendengar pintu tertutup Aryo menghela nafas pelan. Ia tak tahu lagi akan jalan pikiran putranya. Sekarang ia justru terngiang-ngiang dengan ucapan Gara sebelumnya.
Apa Gara akan memaafkannya?
Bagaimana jika Gara tidak memaafkannya?
Bagaimanapun juga ia pernah membentak anak itu. Meskipun ia tak pernah bermain tangan dengan cucu terakhirnya itu.
"Sagara... Dimana kamu..." Ucapnya pelan.
***
Brak!
"Jangan mentang-mentang kamu anak dari pak Gabriel, saya akan memudahkan kamu ya!!"
"Apa-apaan ini Jevian?!! Sudah tiga kali kamu menyerahkan data yang salah?!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
G A R A
RandomRumitnya takdir membuat Gara bingung, dari yang di buang oleh keluarga ayahnya. Sampai mereka mengemis bahkan bersujud di kakinya hanya untuk mendapatkan maaf darinya. "Bukankah Gara memang pembawa sial?" "Ck! Gue gak suka banget sama logika gue!" ...