42

3.1K 194 12
                                    

PACARNYA NI-KI UDAH UP NIH SAYANG.

JANGAN LUPA VOTE KOMEN YAA LUVV 🦋

Reksa berdiri di balik pintu, ia menatap ke dalam dimana temannya tengah berbicara dengan Gara.

Dilihat dari sisi ini, tampaknya Gara sudah tenang. Bahkan ekspresi wajahnya sudah tidak setakut tadi.

Benar, luka fisik memang mudah di sembuhkan. Namun luka di hati, akan selalu membekas bahkan bisa saja terbuka kembali.

Reksa berlalu pergi ke belakang, saat ini mereka berada di luar kota. Lebih tepatnya di rumah minimalis, milik Reksa.

Sebenarnya ia bingung mencari tempat persembunyian yang aman, karena ia takut orang-orang yang tadi mengejarnya.

Jadi ia terpaksa membawa Gara keluar kota. Beruntungnya tempat tinggalnya tidak memerlukan banyak waktu untuk di tempuh.

"Hah.... Aku yakin ayah akan memarahiku" gumamnya ketika ingat bahwa dia justru pergi, bukannya menghadapi masalah yang ada.

Reksa duduk di sebuah sofa, ia memejamkan matanya. Dan tanpa sadar tertidur pulas.

Di sisi lain, Gara sudah tenang dan menatap keluar jendela.

"Kau adiknya Reksa?" Tanya pria muda di hadapannya.

Gara melirik sekilas saja, namun ia tak kunjung menjawab.

"Yah pasti bukan, karena setahuku adiknya itu sudah berkuliah. Dan lagi kau sendiri masih terlihat seperti remaja SMP" ujar pria itu.

Dia membereskan tasnya dan berdiri, menatap pada Gara yang masih menatap keluar jendela.

"Aku akan mencari Reksa, tidurlah agar pikiran mu sedikit lebih baik" ujarnya kemudian keluar meninggalkan Gara sendirian.

Sepeninggalnya, Gara menangis. Entah apa yang di tangisinya, namun dadanya terasa begitu sesak.

"Lemah banget Lo jadi cowok" kesalnya.

Ia menghela nafas pelan, kenapa ia selalu merasa tak berdaya untuk melawan siapapun. Ia merasa bahwa ia tak berhak membela diri di depan Arshavin tadi.

"Gar, kehadiran mu memang tidak pernah di inginkan dimana pun. Seharusnya memang bunuh diri saja sejak awal" gumamnya.

Pikirannya begitu kalut sekarang, dia takut Arshavin akan membuangnya seperti yang dilakukan oleh keluarganya dulu. Jika boleh jujur dia terlanjur menyayangi Grevanska yang memberinya kehidupan begitu baik.

Jika Arshavin membuangnya, kemana ia harus pergi?

Kemana ia harus berteduh?

Bagaimana ia harus menjalani kehidupannya nanti?

Dia merasa tak punya siapapun selain Steve yang masih terbaring di ranjang rumah sakit.

***

Pecahan kaca berserakan di lantai, dan juga orang-orang yang berlutut menghadap pada sang tuan yang tengah melampiaskan amarahnya.

"Ku bilang apa sialan! Jangan lengah sedikit pun!" Teriaknya dengan frustasi.

Lantas ia menoleh menatap pada asistennya yang sedari tadi berkutat dengan laptop.

"Apa sudah dapat?" Tanyanya.

"Tuan, itu... Alat pelacaknya terpasang di tas. Dan tas nya-"

"Bodoh! Benar-benar bodoh!!" Maki sang tuan.

"Sekarang pergi dan cari ke seluruh penjuru dunia ini bila perlu!"

G A R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang