"Sekolah?"
"Anak bodoh seperti mu tak membutuhkan hal itu bukan? Yah seharusnya memang tidak" ujar Gabriel.
Gara menunduk mendengar setiap kata yang dikeluarkan oleh ayahnya. Pagi ini dia sengaja menghampiri Gabriel di ruangannya. Karena memang pria itu biasanya bangun pagi sekali dan sudah nongkrong di ruang kerjanya. Entah apa yang dilakukannya tapi itu sudah menjadi kebiasaannya.
"Ayah, Gara mohon ya" ujar Gara pelan.
"Ck! Kau memang bodoh rupanya"
"Apa tidak cukup membuat masalah di rumah saja? Sekarang kau ingin merepotkan ku dengan alasan ini?" Tanya Gabriel.
Gara tak mengerti akan pertanyaan itu. Dengan sedikit keberaniannya dia mendongak menatap ayahnya.
"Apa yang ayah maksud?" Tanya Gara.
"Cih! Bagaimana bisa kau tak mengerti akan perkataan ku" ujar Gabriel dengan dinginnya.
"Nilai mu buruk, kau sering membolos bahkan sering mengganggu teman-teman mu bukan? Apa itu saja tidak cukup hah?!" Bentaknya.
"Masalah apa lagi yang ingi kau buat?!"
"Tidak bisakah kau diam saja di sini dan berhenti mengacau!" Lanjutnya.
Gara menggigit bibir bawahnya menahan isak tangis yang akan keluar. Sungguh dia tak pernah membolos ataupun mengganggu teman-temannya. Dia akui nilainya kecil karena memang dia tak bisa paham dengan mata pelajaran yang di sampaikan.
Dia tipikal orang yang harus dijelaskan secara pelan dan rinci, barulah dia bisa mengerti. Sedangkan gurunya di sekolah itu hanya menjelaskan sesaat saja lalu memberikan tugas.
"Sialan!" Umpat Gabriel kemudian mengusap kasar wajahnya.
Pagi-pagi begini dia sudah dibuat emosi oleh Gara. Dia tak mengerti dengan anak itu. Apa susahnya hanya berdiam diri di dalam rumah.
"Kalau ayah tidak mengizinkan, ya sudah. Tapi jangan memarahi Gara Yah" ujar Gara pelan.
Prang!
Gelas yang berisi air kopi itu dilempar tepat ke bawah kaki Gara. Air kopi yang masih panas itu mengenai kakinya. Gara merasakan sensasi panas dan perih secara bersamaan. Dia menahan ringisannya yang hampir keluar.
"Apa hak mu mengaturku?" Tanya Gabriel sangat mengintimidasi.
Gara diam tak menjawab apapun, dia diam saja di tempatnya.
Tok!
Tok!
Ketukan di pintu mengalihkan perhatian Gabriel. Dia tersenyum melihat siapa yang datang.
"Sayang apa yang terjadi?" Tanya Fella.
Wanita itu menghampiri Gabriel kemudian berdiri di sisinya. Dia beralih menatap Gara.
"Gara tidak bisakah kau tidak membuat ayahmu marah sehari saja?" Tanya Fella.
Gara yang mendengar itu mengepalkan tangannya. Memangnya siapa Fella yang bisa mengatur-atur dirinya. Siapa juga yang berniat membuat Gabriel marah. Dia hanya meminta izin untuk sekolah saja.
Tapi apalah daya Gara, dia tidak bisa melawan Fella. "Maaf Tan" ucapnya.
"Minta maaf kepada ayahmu, kenapa kepada mama" ujar Fella.
Meminta maaf pada Gabriel? Mendengarnya saja dia sudah enggan. Dia tak mau memaafkan ataupun meminta maaf pada ayahnya, abangnya dan kakek Aryo. Sampai mereka bersujud pun, Gara tak Sudi.
"Kenapa hanya diam saja Gara" ujar Fella.
"Gara..."
Tok!
KAMU SEDANG MEMBACA
G A R A
RandomRumitnya takdir membuat Gara bingung, dari yang di buang oleh keluarga ayahnya. Sampai mereka mengemis bahkan bersujud di kakinya hanya untuk mendapatkan maaf darinya. "Bukankah Gara memang pembawa sial?" "Ck! Gue gak suka banget sama logika gue!" ...