Gara memejamkan matanya menikmati semilir angin yang berhembus menerpa wajahnya. Tenang sekali rasanya duduk sendirian di taman belakang mansion. Setelah beberapa hari mendekam di rumah sakit akhirnya ia merasa sedikit bebas sekarang.
"Sial" gumamnya.
Gara ingin berhenti memikirkan Gabriel sedari kemarin, namun entah mengapa rasanya semakin sulit. Raut wajah Gabriel yang patut dikasihani ketika meminta maaf padanya kemarin masih teringat jelas. Dan kata-kata yang Gabriel ucapkan membuat Gara sulit membedakan kebenarannya. Namun ia yakin bahwa Gabriel hanya bersandiwara saja.
"Ck! Gue gak suka banget sama logika gue!" Ujarnya.
"Iya sih tuhan juga masih ngasih kesempatan kepada seluruh makhluknya buat memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka. Tapi ya masa gue sesama makhluk enggak gitu" lirihnya.
"Tapi ya kalo enggak juga gak papa sih, tuhan juga bakal memaklumi" sahut seseorang dari belakang.
Gara menoleh ke belakang mendapati Zoe yang tengah menyisir rambutnya dengan tangan. Gara berdecak kecil, sok tampan sekali makhluk satu ini pikirnya. Merasa diperhatikan, Zoe pun menoleh dan tersenyum hingga menampilkan giginya yang putih dan rapih.
"Hehe" ujarnya.
"Gak jelas" cibir Gara.
Zoe duduk di sebelah Gara kemudian menatap adiknya. Sedangkan Gara menatap lurus ke depan, ia larut dalam pikirannya.
"Jangan ngelamun nanti kesambet, kan gak lucu" ujar Zoe.
"Gue lagi mikir" ujar Gara.
"Baru tau gue, Lo bisa mikir juga" balas Zoe.
Gara tersenyum sembari mengumpat didalam batinnya, Zoe ini benar-benar menyebalkan. Kini Gara menoleh menatap Zoe yang masih menatapnya juga.
"Abang, kalau Sea pergi Abang bakalan nangis gak?" Tanya Gara.
Zoe mematung ketika Gara memanggilnya Abang itu artinya topik pembicaraan mereka benar-benar serius. Dan topik pembicaraan yang dibawa Gara kali ini membuat hatinya berdesir. Sejenak ia lupa bahwa semua yang ada di dunia ini tidak abadi termasuk dirinya dan Gara. Tapi bolehkah ia egois, jika tuhan ingin mengambil Gara darinya maka ia yang harus tuhan ambil lebih dulu.
Zoe tak ingin merasakan sakitnya kehilangan lagi.
Keterdiaman Zoe membuat Gara semakin penasaran akan jawaban Zoe. Namun siapa sangka pria muda itu justru tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... Lo ngarep banget liat gue nangis ya hahaha" ujar Zoe.
Gara tersenyum, ada ketakutan yang begitu besar ketika Zoe mengeluarkan tawanya. Ada ketidakrelaan dalam nada bicaranya, sangat menjelaskan bahwa Zoe selalu ingin dirinya hidup.
"Padahal mereka selalu ingin Gara mati" ujar Gara.
"Bukankah Gara memang sudah mati?" Tanya Zoe.
Kali ini giliran Gara yang terdiam, benar kata Zoe bukankah Gara memang sudah mati. Ia sudah lama mati, dan yang hidup kini adalah Elgara. Elgara putra kesayangan Grevanska. Bukan Sagara, putra malang Aksara.
"Benar" lirih Gara.
***
Dua manusia yang tadi begitu akur, kini justru tengah berebut remote tv. Padahal tadi saja mereka berbicara dengan santai, namun kini justru saling berteriak dan mengotot tak mau mengalah.
"Balikin Zoe! Gue mau nonton Spongebob!" Ujar Gara.
"Kagak! Gue mau nonton azab!" Balas Zoe.
"Gak bisa! Pokoknya gue mau nonton Spongebob!" Ujar Gara.
"Pindah aja sana ke kamar Lo! Kan ada tv nya juga!" Balas Zoe.
"Lo aja yang pindah sana!" Ujar Gara.
Oh ayolah para bodyguard dan para maid sudah begitu jengah mendengar perdebatan mereka. Tv di mansion ini tidak hanya satu. Tetapi mana berani mereka memisahkan dua tuan mudanya itu. Hingga akhirnya mereka merasa sedikit lega ketika melihat tuan besar mereka pulang.
Arshavin menatap datar ke arah dua putranya yang kini tengah berlarian. Seisi ruang keluarga telah kacau oleh mereka berdua, tetapi tak satupun dari mereka yang mau mengalah. Arshavin menunduk memijat pelipisnya yang terasa pening, akhir-akhir ini ia memang kurang istirahat.
"Anying balikin gak!"
"Gak ya asu!"
Mendengar dua kalimat itu sontak Arshavin mendongak menatap dua pemuda yang masih tak sadar akan kehadirannya.
"Sea! Zoe!" Panggilnya yang membuat keduanya berhenti berlarian.
Zoe langsung diam di tempat dengan tetap memegang remote tv. Sedangkan Gara juga sama ia langsung terdiam di tempat dan tersenyum kaku.
"Eh paduka raja sudah kembali" ujar Gara yang membuat Zoe mati-matian menahan tawa. Ia tahu anak itu pasti takut daddy-nya marah.
Menghiraukan sapaan dari Gara, Arshavin berjalan mendekati mereka. "Siapa yang mengajari kalian untuk saling mengumpat?" Tanya Arshavin.
Namun keduanya justru diam dan saling lirik, kemudian melihat-lihat ke arah lain. Persis seperti bocah yang tengah di interogasi oleh orang tuanya. Padahal mereka sudah bukan bocah lagi.
"Jawab Daddy" ujar Arshavin.
Dan ketika itu pula Ziel datang menuju ke arah mereka. Sedangkan dua bocah itu kini tersenyum miring melihat kehadiran Ziel. Seolah-olah memiliki otak yang kembar, keduanya menunjuk Ziel yang bahkan mengerutkan keningnya tak mengerti apa maksud mereka.
Arshavin membalikkan badannya dan melihat putra sulungnya kini terdiam di tempat. Ia memicingkan matanya menatap tak percaya pada Ziel.
"Kau yang mengajari mereka?" Tanya Arshavin.
"Apa-"
"Daddy tunggu di ruangan Daddy" ujar Arshavin tak membiarkan Ziel mengelak.
Ziel yang tak mengerti apapun hanya mengangguk pasrah, sedangkan dua bocah itu kini terkikik sembari melihat ke arahnya. Jika sekedar bertengkar Arshavin akan membiarkannya saja, tetapi jika mereka sudah mengumpat maka lain lagi ceritanya. Ia tak pernah mengajari Zoe atau pun Gara untuk saling mengumpat.
Jika pada orang lain akan ia biarkan itu pun jika mereka memang tak menyukai orang itu, tetapi jika pada saudaranya sendiri maka Arshavin tak tinggal diam. Maka dari itu ia harus mencari tahu siapa yang sudah mengajari mereka untuk saling mengumpat.
Tidak tahu saja Arshavin bahwa ketiga putranya itu sering mengumpat jika sedang di luaran sana.
Sebenarnya ia tak percaya akan tuduhan kedua bocah itu. Tetapi karena memang ia dan putra sulungnya memiliki suatu hal yang harus di bicarakan maka sekalian saja.
***
Ciee yang dapet notif double up🤭
Sedikit ketenangan sebelum badai, eh🐱
Sekian jangan lupa vote komen, luvv🤍
Thank you ✨🦋Papay👋
KAMU SEDANG MEMBACA
G A R A
RandomRumitnya takdir membuat Gara bingung, dari yang di buang oleh keluarga ayahnya. Sampai mereka mengemis bahkan bersujud di kakinya hanya untuk mendapatkan maaf darinya. "Bukankah Gara memang pembawa sial?" "Ck! Gue gak suka banget sama logika gue!" ...