"Katakan pada Daddy, aku ingin berbicara dengannya" ujar Gara.Mendengar itu, mereka terkejut. Ziel menatapnya dengan intens, sedangkan Zoe hanya mengalihkan pandangannya.
Aillard tersenyum tipis, ia berjalan ke arah Gara yang tengah duduk di kursinya sembari melukis.
Saat bangun tidur, anak itu memintanya untuk menyiapkan alat lukis. Dan setelah membersihkan diri serta makan, Gara mulai melukis.
"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Aillard.
Gara menghela nafas pelan, ia sudah memikirkannya semenjak tadi. Sean juga putra Arshavin, dan Arshavin pasti lebih mengetahuinya dengan jelas.
Wajar jika Arshavin begitu marah dan khawatir kala itu, jika dia juga memiliki ayah yang penyayang seperti Arshavin sebelumnya. Maka mungkin ia juga akan mendapatkan perlakuan seperti itu.
Arshavin bukanlah orang yang selalu mengajarkan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Namun Gara, sulit mengontrol emosinya kemarin.
Setelah dia memikirkannya kembali, ini semua bukanlah salah Arshavin. Melainkan dirinya yang impulsif dan juga Sean yang memprovokasi nya.
Dia ingin menjadi sedikit lebih dewasa menghadapi masalah ini.
"Uncle, aku mengerti mengapa Daddy membentak ku. Mungkin dia diliputi rasa khawatir sebagai orang tua yang takut anaknya terluka" ujar Gara.
Aillard melihat ke arah lukisannya, sunset dengan sentuhan warna yang indah. Itu cukup mengagumkan, bahwa Gara masih bisa melukis dengan baik saat ini.
Sebenarnya dia juga cukup kagum dengan pemikiran anak ini. Jika itu terjadi pada dirinya, dia pasti tidak akan pernah mau menemui Arshavin.
"Tapi kamu juga anaknya" balas Aillard.
Gara menatapnya, kemudian tersenyum. "Benar, karena aku juga anaknya. Aku harus berbicara dengan Daddy" ujarnya.
Ziel masih menatap Gara, dia tidak pernah mengerti dengan apa yang Gara pikirkan. Terkadang anak itu bisa menjadi acuh tak acuh, namun terkadang bisa menjadi begitu peduli juga.
Dia memang belum mengenali Gara sepenuhnya. "Aku akan menghubungi Daddy, tapi berjanjilah satu hal Gar" ujarnya.
"Apa itu?" Tanya Gara.
"Berjanjilah bahwa kamu akan baik-baik saja setelah berbicara dengan Daddy" jawab Ziel.
Gara mengangguk dan tersenyum padanya. Sebenarnya bukan karena itu saja, namun ada perkataan Sean yang cukup mengganggu pikirannya. Dia harus memastikannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
G A R A
RandomRumitnya takdir membuat Gara bingung, dari yang di buang oleh keluarga ayahnya. Sampai mereka mengemis bahkan bersujud di kakinya hanya untuk mendapatkan maaf darinya. "Bukankah Gara memang pembawa sial?" "Ck! Gue gak suka banget sama logika gue!" ...