Awas ada typo~
Denand sungguh jengah melihat Gara yang sedari tadi tak berhenti misuh-misuh. Ingin sekali ia mengelem mulut Gara agar berhenti mengeluarkan kata-kata kasar, telinga sucinya kan jadi ternodai jika begini caranya.
Sedangkan Gara kini tak ingin di ganggu. Ia yang sedang badmood, biasanya apapun yang dilakukan oleh semua orang terlihat salah di matanya.
Seperti saat ini, guru yang mengajar di depan tengah kehabisan spidol. Jadi guru itu mengeluarkan beberapa spidol dan mencobanya di papan tulis. Guru itu sebenarnya sudah menemukan spidol yang ada isinya, namun untuk berjaga-jaga ia mencoba beberapa spidol lagi yang malah membuat spidol yang ada isinya justru tercampur lagi dengan yang tidak ada isinya.
"Huh! Gimana sih Bu, harusnya di pisahin dulu tadi yang ada isinya" protes Gara yang membuat teman sekelasnya menoleh menatapnya.
"Apa Lo! Gue cuma ngasih saran!" Ujarnya pada mereka.
"Gara! Kamu kalo ngasih saya saran, kan bisa dengan bahasa yang baik. Bukan seperti itu!" Ujar Guru sejarah itu.
"Terserah saya lah Bu" balas Gara
"Kamu ini! Di tegur bukannya minta maaf justru melawan!" Lanjut guru perempuan itu yang memiliki kesabaran setipis tissue di belah jadi dua.
"Kamu ini anak keluarga terpandang, tapi kenapa sikap dan perilaku kamu justru seperti orang yang tak pernah di beri pendidikan oleh mereka!" Ujar guru itu.
Gara yang memang sudah marah sedari tadi pun tak terima saat guru itu mengata-ngatai keluarganya. Ia maju ke depan dan berhadapan dengan guru sejarah itu.
"Sikap dan perilaku saya itu milik saya Bu, tanpa mereka ajari pun saya bisa mengendalikannya sendiri. Jadi didikan keluarga saya tak ada hubungannya dengan sikap saya terhadap orang lain"
"Mau mereka memberikan pendidikan terbaik sekalipun, sekali lagi saya tekankan bahwa sikap dan perilaku saya ada di bawah kendali saya"
"Dan untuk ibu, harap berhati-hati dalam berbicara untuk kedepannya. Bisa jadi, ibu sedang menggali lubang kuburan ibu sendiri" ujar Gara dengan nada rendahnya.
Setelah mengatakan itu ia keluar dari kelasnya dan pergi mencari tempat yang teduh. Sedangkan ketiga temannya tetap berada di dalam kelas sampai jam istirahat tiba, barulah mereka mencari Gara.
Gara mematikan ponselnya sedari berangkat sekolah. Jadi ia tak tau ada berapa banyak panggilan dari Arshavin dan juga tiga temannya yang tengah mencarinya.
"Sial banget gue, udah mah ikan gue di rebut. Eh tuh guru malah ngajak ribut" gerutu Gara yang kini tengah berada di lapangan sepakbola.
Ia menendang-nendang kerikil kecil yang di lewatinya. Bahkan mulutnya tak berhenti misuh-misuh. Beruntungnya hanya ada dia sendiri di lapangan yang panas ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
G A R A
RandomRumitnya takdir membuat Gara bingung, dari yang di buang oleh keluarga ayahnya. Sampai mereka mengemis bahkan bersujud di kakinya hanya untuk mendapatkan maaf darinya. "Bukankah Gara memang pembawa sial?" "Ck! Gue gak suka banget sama logika gue!" ...