Steve panik melihat keadaan tuan mudanya yang begitu mengenaskan. Dia baru pulang setelah mengerjakan tugas yang diberikan oleh Gabriel. Mendengar bisik-bisik dari rekan-rekannya, dia langsung memasuki ruang bawah tanah ini.
Saat mereka mengatakan bahwa Gara dibawa ke ruang bawah tanah saja Steve sudah sangat panik. Lalu saat ia melihat sendiri bagaimana keadaan Gara, ia semakin panik.
Gara tergeletak di lantai yang begitu dingin. Darahnya sudah berhenti keluar bahkan sedikit mengering. Tak ada satu pun orang didalam sini, hanya ada Gara saja.
Benar! Setelah puas memberikan hukuman pada Gara, baik Jevian maupun Gabriel keduanya pergi tanpa menolong Gara. Tanpa ba-bi-bu lagi Steve langsung mengangkat tubuh Gara dan membawanya keluar.
Lalu dimana yang lainnya? Mereka mungkin sudah tidur. Ini sudah jam 1 dini hari, wajar saja jika mereka sudah terlelap.
Karena jalanan yang cukup senggang, Steve mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia membawa Gara ke rumah sakit terbesar di kota ini, yang pastinya jauh lebih besar dan lengkap dari milik Aksara.
"Dokter!! Tolong!!" Teriak Steve sembari membawa tubuh Gara menuju UGD.
Dua dokter yang sedang berjaga malam itupun langsung menghampirinya. Dengan cepat mereka menangani Gara.
Steve menunggu di depan pintu UGD, dia sangat cemas saat merasakan betapa dinginnya tubuh Gara. Bahkan dia sempat merasakan detak jantung Gara yang melemah juga.
Dua jam lamanya dia menunggu dan akhirnya pintu ruangan terbuka.
"Keluarga pasien?" Tanya dokter itu.
"Um... Saya kakaknya, tolong beritahu pada saya" jawabnya.
"Keadaan pasien sudah kembali belum sepenuhnya stabil, dia kekurangan banyak darah tapi beruntungnya stok darah disini masih banyak. Untuk sementara waktu pastikan luka-luka di tubuh pasien tidak terkena air dulu" jelas dokter itu.
Steve mengangguk menanggapi setiap perkataan yang keluar dari mulut sang dokter. Setelah menjelaskan secara detail keadaan Gara, Steve di perbolehkan masuk.
Gara akan dipindahkan besok pagi, karena saat ini tidak banyak perawat yang berjaga.
"Tuan muda" lirih Steve diiringi dengan air matanya yang mengalir.
Dia menangis untuk yang pertama kalinya setelah sekian lama. Bagaimanapun juga Steve adalah orang yang paling dekat dengan Gara, dia menjaganya sedari Gara baru lahir.
Anak yang dulunya begitu ceria sekarang bahkan sangat jarang menunjukkan senyumannya. Steve merutuki dirinya sendiri yang begitu lemah dan tak bisa membawa Gara keluar dari mansion itu.
"Maafkan saya tuan muda, lagi-lagi saya terlambat" ujarnya yang kini sudah berdiri di samping Gara.
Dia ingin sekali memegang tangan Gara, tapi dia takut akan menyakitinya. Tubuh bagian atasnya tertutup oleh perban. Wajahnya sangat pucat, nafasnya terlihat lambat. Dengan bantuan nasal canula pun ia masih terlihat kesusahan mengambil nafas.
Lama memperhatikan kondisi Gara, membuat Steve kembali bersedih. Ia bahkan tak sadar bahwa beberapa orang sudah masuk dan berjaga di setiap sudut ruangan itu.
"Kau yang membawanya?" Tanya seorang pria yang kini berdiri di hadapannya.
Steve mendongak menatap pria tersebut. Seolah sadar sedang dalam bahaya, dia mengambil revolver di balik saku jasnya. Jangan tanya dari mana ia mempunyai revolver itu, tugas dari Gabriel sangat membahayakan nyawa. Jadilah ia memilikinya.
"Siapa anda?" Tanyanya dengan penuh waspada.
Pria itu terkekeh pelan kemudian menyeringai lebar. "Daddy-nya Sagara" ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
G A R A
RandomRumitnya takdir membuat Gara bingung, dari yang di buang oleh keluarga ayahnya. Sampai mereka mengemis bahkan bersujud di kakinya hanya untuk mendapatkan maaf darinya. "Bukankah Gara memang pembawa sial?" "Ck! Gue gak suka banget sama logika gue!" ...