2.

18.2K 1.1K 20
                                    

Gara menghela nafas pelan melihat selang infus yang menjuntai di sisi kirinya. Entah siapa yang membawanya ke rumah sakit. Dia hanya ingat saat terakhirnya sebelum pingsan. Jevian memukul kepalanya menggunakan pegangan belati milik pemuda itu.

Meskipun pegangan itu kecil tapi pukulan Jevian bukan main, membuat Gara kehilangan kesadarannya.

"Sudah bangun" tanya seorang pria tua yang berbaring di sofa panjang ruangan itu.

Gara menoleh menatap kakeknya yang dengan santainya justru memainkan iPad. Sesekali terdengar gerutuan kecil dari pria tua itu.

"Kakek.. haus.." ujar Gara pelan.

"Oh astaga, maafkan aku nak. Para tikus kecil itu membuatku kesal" balasnya kemudian bangkit.

Dia membantu Gara duduk terlebih dahulu kemudian membantu Gara minum. Setelahnya dia membaringkan Gara lagi.

"Mau makan sesuatu?" Tanya sang kakek.

"Pilar Revandra kenapa mau repot-repot mengurus anak sialan?" Tanya Gara pelan.

Mendengar itu Setyo si pilar Revandra tertegun, kemudian terkekeh pelan.

"Yang tua ini hanya memiliki satu cucu, dan anak sialan ini adalah cucunya" ujar Setyo.

"Cucu yang tua itu, tidak hanya satu. Kakek masih memiliki lebih dari lima cucu lainnya di luar sana" balas Gara.

Setyo lagi-lagi terkekeh pelan mendengar ucapan Gara. Ah! Kenapa cucunya ini sungguh menggemaskan. Tapi itu tak berlangsung lama, Setyo melihat perubahan tatapan mata Gara.

"Jangan memikirkan para bajingan itu, biar yang tua ini yang membalasnya. Sekarang hiduplah dengan bebas, kakek menginginkan Gara hidup" ujar Setyo.

Gara menatap sang kakek intens, kemudian terkekeh geli. Bagaimana bisa Gara hidup bebas, sedangkan mereka saja selalu menyeretnya kembali.

Gara pernah mencoba kabur, tapi dia ketahuan dan pada akhirnya Gara di bawa kembali dan disiksa.

"Kakek bercanda mulu, lagian Gara kan gak bisa hidup tanpa mereka" ujar Gara pelan.

Setyo terdiam mendengar perkataan Gara. Benar, mereka tidak akan pernah melepaskan Gara. Tapi sayangnya Setyo akan membuat Gara terbang bebas. Juga membuat mereka semua hancur dalam sekejap. Ini perihal waktu saja.

"Fokus pada penyembuhan mu saja oke, biar kakek yang mengurus mereka semua" ujar pria tua itu.

Gara mengangguk lemah kemudian memejamkan matanya. Dia tidak lapar meskipun belum makan sedari kemarin. Rasa sakit di kepalanya mengalahkan semua rasa sakit di bagian tubuh lainnya.

"Akan ada dua perawat yang menemanimu, juga orang-orang berjaga di luar. Katakan pada mereka jika butuh sesuatu" ujar kakeknya.

Gara hanya berdehem saja, dia tahu pasti setelah mengatakan itu Setyo akan pergi.

Cup

Satu kecupan mendarat di kening Gara, membuat sang empu membuka matanya. Menatap garang pada sang Kakek yang dengan beraninya memberikan kecupan itu.

"Kakek apaan sih, Gara itu udah gede. Malu kali di cium gitu" gerutu Gara.

Setyo tersenyum lebar mendengar gerutuan Gara. Ini baru cucunya yang cerewet. Satu-satunya cucu yang dia miliki. Meskipun cucunya itu lebih dari satu, tapi bagi Setyo mereka bukanlah cucunya. Mereka hanya bajingan yang sialnya masih menjadi keturunannya.

"Lekas sembuh, secepatnya kakek akan kembali" ujar Setyo kemudian melangkah keluar meninggalkan Gara sendiri.

Gara menatap kepergian sang Kakek dengan tatapan yang sulit di artikan. Kemudian memilih untuk tidur mengalihkan rasa sakitnya.

G A R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang