9

2.2K 100 1
                                    

"Gimana?"

"Nih," orang yang melawan Raden menyerahkan satu amplop besar uang ke Raden.

Yah dia kalah oleh Raden, tadi saat balapan tiang listrik ini kalah oleh Raden bahkan dia ketinggalan jauh sekali, Raden pun tak percaya dia akan menang.

"Berapa nih, kok berat banget?" Tanya Raden.

"CK! Dua ratus juta."

Deg

Raden di buat melongo, tak di sangka dia memegang uang sebanyak ini? Oh tidak rasanya Raden akan pingsan sekarang, kakinya sudah bergetar sekarang, biarlah mereka bilang Raden lebay, karena Karen baru memegang uang se banyak itu.

"Se---ser--ius?"

"Jangan ngompol di celana, kalo ngompol gue bakar tuh uang," bisik Putra.

"CK! Lebay banget sih lo, baru megang dua ratus juga aja udah kek gini, bos lo aja bawa pulang uang gue satu M biasa aja."

"Satu M?"

"Hemm."

Dari geng lawan mengisyaratkan semua anggotanya untuk pergi dari sana dengan perasan kecewa.

Brukk

Raden langsung tak sadarkan diri mendengar kata 'satu M' sungguh Raden baru pertama kali nya memegang uang se gini apalagi jika satu miliar mungkin Raden sudah sport jantung.

"Astaga!" Untung saja putra ada di belakangnya dan sigap menahan tubuh Raden yang ambruk.

"Eh gimana ini put?"

"Kita bawa ke markas, dia cuma pingsan biasa," Putra mengangkat tubuh Raden seorang diri karena menurutnya tubuh Raden ini cukup ringan sekali seperti bayi satu tahun.

Sedangkan uangnya di bawa oleh anggota yang lainnya.
________________

"Rin ayo ke kantin," ajak Keyala.

"Tapi gue mau ke BK dulu, mau ngasih absen si Raden."

"Kenapa lagi dia?" Tanya Keyala.

"Katanya sih sakit, tadi ada kak Arik yang nganterin surat sakitnya ke kelas."

"Oh ya udah gue anterin yok," Keyala menggandeng tangan Rina dan berjalan ke ruang BK, mereka sudah biasa seperti ini tidak heran kedekatan mereka seperti amplop dan perangko selalu bersama-sama.

"Sumpah key, tadi gue gak nyangka kak Arik ke kelas gue, aaaaa sumpah gue jatuh cinta banget sama dia," ucap Rina.

"Kak atas yang suka menyendiri itu ya? Kok Lo bisa jatuh cinta sama dia sih?"

"Iya itu key, gue jugak gak tau kenapa gue tergila-gila sama kak Arik, menurut gue itu dia cool, hitam manis pake banget."

"Gantengan juga Lee jeno."

"Oh si Raden," sindir Rina.

"Apaan sih lo gue bilang Lee jeno bukan Raden."

"Loh lo gak nyadar? Wajah si Raden sama bias lo itu sebelas dua belas loh."

"Jauh beda woy, kaya langit dan bumi."

Mereka terus mengobrol hal yang random sampai mereka tak menyadari ternyata sudah sampai di depan pintu ruang BK. Keyala dan Rina pun masuk dan menyerahkan absen Raden setelah itu mereka pergi ke kantin untuk mengisi perutnya yang sudah mulai demo.
___________

Matahari sudah seperti di atas kepala sangat panas sekali, dan mereka yang bersekolah menggunakan motor terpaksa harus pulang berpanas-panasan. Beda lagi dengan yang membawa mobil, mereka hanya duduk manis di dalam mobil yang dilengkapi degan AC tentunya.

Seperti seorang pemuda yang bernama Arik, dia baru saja sampai di salah satu rumah yang bisa di bilang markas untuk mereka, rumah ini tidak besar dan tidak kecil tapi mereka nyaman ketika bermain di rumah ini, bahkan beberapa dari mereka sering menginap di sini karena markas ini memiliki beberapa kamar, dapur dan ruang untuk mereka berkumpul.

"Udah pulang Rik?"

Arik tak menjawab sama sekali, Arik itu tidak sombong hanya saja sifat nya yang terlalu cuek, itu yang pernah keluar dari mulut Arik saat dia di bilang sombong oleh seseorang.

Clek

Arik membuka salah satu kamar yang ada di sana dan melihat bagaimana manusia kecil itu tertidur pulas seperti seorang bayi. Arik hanya menggelengkan kepalanya saja dari awal di bawa ke markas dalam keadaan pingsan dan sempat bangun ketika subuh, dan tidak tahu malunya Raden malah tidur kembali sampai sekarang Raden masih senantiasa tertidur tanpa terganggu, semua orang yang ada di markas ini pun tidak ada yang berani mengganggu Raden karena ini perintah mutlak dari Arik jika di langgar maka siap-siap saja mereka hanya tinggal nama.

Karena merasa ada yang datang Atar mencoba untuk membuka matanya meskipun sangat berat sekali, dia terduduk dengan wajah bantalnya sembari memfokuskan pandangannya untuk melihat siapa yang datang.

"Ngapain di sini, sana sana keluar gue masih ngantuk huaaaamm," ucap Raden yang kembali menidurkan tubuhnya.

"Makan," Arik menarik tangan Raden.

"Males ah entar aja," Raden menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut.

"Lo ngompol?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Arik sontak saja membuat Raden terbangun dan berdiri di atas kasur, mengecek celananya, tidak mungkin dia mengompol kan?

"Anjing lo bangsat lo babiiii gue gak ngompol," Raden menarik kepala Arik dan menempelkannya ke perutnya seolah Raden sedang mencekik Arik.

"Lepas."

Gudubrak

Tak di sangka ternyata dongongan dari Arik cukup kuat membuat Raden terjungkal ke belakang dengan keadaan kepala yang lebih dulu terjun, sunggu Raden ingin menangis karena kepalanya sakit.

"Sorry gue gak sengaja," Arik mengangkat tubuh Raden seperti mengangkat anak kecil.

"Lo keterlaluan tau gak! Kalo kepala gue boc----" ucapan Raden terhenti ketika dia merasakan ada yang basah di tangannya.

"TUH KAN APA GUE BILANG!! KEPALA GUE BOCOR BANGSAT!!" Teriak Raden membuat telinga siapapun yang mendengarnya akan pecah.

"Mana?" Dengan santainya Arik malah berdiri dan melihat kepala Raden yang ternyata benar kepala Raden terluka dan banyak mengeluarkan darah.

Arik terlihat tidak panik sekali, dia hanya berjalan ke arah kamar mandi dan keluar sembari membawa air dan handuk kecil.

"Buat apa?"

"Bersihin."

"Kagak ber keperikemanusiaan banget nih manusia, kepala gue bocor nih, di ajak ke rumah sakit kek."

ARIK kesal, dia menarik tangan Raden dengan kasar, dia akan menuruti semua yang Raden mau.

"Ahhhkkk engga engga gue bercanda jangan bawa gue ke rumah sakit," Raden bergelantungan di tangan Arik. Arik tidak peduli dia malah menggusur tubuh Raden yang berjongkok di bawah.

"GAK GUE GAK MAU! GUE GAK MAU!" teriak Raden.

"Eh tar jangan di tarik gini dong," Putra yang melihat kejadian itu mengangkat tubuh Raden untuk berdiri dan bersembunyi di belakang punggung putra meskipun cengkraman Atar tidak di lepaskan sama sekali.

"Mau lo bawa kemana sih?"

Arik tidak menjawab, dia menatap sinis Putra yang menghalangi aksinya.

"Put gue mau di perkosa," bisik Raden.

PLAKK

"Anjing," Raden menyembunyikan wajahnya di punggung Putra ketika menyaksikan seorang Arik di tampar oleh Putra.




____________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang