33

1.5K 62 0
                                    

Sepulang dari markas, Gaza dan kawan-kawan nya berniat untuk bermain bersama Raden. Tapi setelah lama menunggu di depan pintu kost Raden sembari mengetuk-ngetuk pintu tapi tidak ada jawaban sama sekali dari dalam.

"Kemana sih tuh bocah?" Gerutu Gaza, mereka sudah setengah jam menunggu Raden membukakan pintunya tapi Raden tidak kunjung membukakannya.

"Mungkin dia lagi main, kita tungguin aja di kamar Lo Za."

"Ya udah deh," Gaza dan semuanya masuk ke dalam kamar Gaza, mereka menunggu Raden sembari bermain dan mengobrol bersama, makanan yang mereka bawa untuk Raden akhirnya habis juga di lahap mereka.

Hingga waktu sudah menunjukan jam dua dini hari, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing saja.
__________

"Mau kemana lagi bang?"

"Mau main sebentar bund, kangen sama temen-temen di sini."

"Oh ya sudah, tapi jangan pulang malam ya," ucap wanita paruh baya itu, penampilannya yang sangat anggun sekali bahkan jika yang tidak tau pasti menyangka jika beliau masih remaja. Padahal sudah mempunyai suami dan dua anak.

"Siap bund," ucap sang anak.

"Bunda, aku juga mau main ih," ucap anak ke duanya yang baru turun setelah berhibernasi di kamarnya. Anak nya yang ke dua ini memang beda dari yang pertama.

jika yang pertama tidak betah di rumah dan sering keluar menghabiskan waktu bersama teman-teman sedangkan anak ke duanya itu lebih cenderung diam di rumah seperti wanita sembari menonton drakor.

"Tumbenan amat?"

"Kenapa sih Lo syirik mulu sama gue," ucap sang adek.

"Gue bukan syirik, tapi heran aja kenapa lo suka dra---"

"Dari pada Lo! Dasar jamet!"

"Heh!"

"Sudah, sudah, sana katanya mau main, Adek juga katanya mau ke luar," ucap sang Bunda.

"Ya udah bund kita pamit dulu."

Sang bunda hanya menatap punggung kedua anaknya yang mulai menghilang di balik pintu keluar.

Mungkin jika tidak karena suaminya yang memaksa harus kembali lagi ke rumah ini, dia tidak mau, bahkan dia ingin menjual rumah ini untuk menghilangkan memori masa lalu yang sangat suram yang di jalani keluarganya.

Rumah ini lah yang menjadi saksi bisu bagaimana keluarga kecil ini menyelesaikan masalah yang amat menyakitkan. Banyak sekali kenangan masa lalu yang jauh dari kata baik.

Suara tangisan, jeritan, bahkan ringisan menyakitkan itu masih terdengar olehnya hingga meneteskan air mata. Penyesalan lah yang hanya tersisa bahkan mungkin dia akan menyesal se umur hidupnya dan terus di hantui oleh rasa bersalah.
___________

Clekk

Tak
Tak
Tak

"Huffpp sangat melelahkan," Seiji duduk di sofa yang di sediakan di ruang rawat Raden.

"Ji, bawa gue jalan-jalan di luar kek, sumpek tau di sini Mulu," ucap Raden.

"Pergi saja sendiri, saya lelah," ucap Seiji.

"Oh, okey," ucap Raden.

Belum juga Raden menginjakan kakinya ke lantai Seiji sudah berdiri di hadapannya.

"Kenapa?"

"Cepat," ucap Seiji.

Saat ini mereka sudah keluar dari kamar Raden, Seiji mengajak Raden untuk berjalan-jalan saja.

"Gue gak nyangka sekarang gue bakalan sering ke sini," ucap Raden tanpa melihat ke orang yang sedang di ajak bicara.

"Hemm."

"Dok," sapa salah satu suster yang berpapasan dengan dokter Seiji. Sedangkan Raden diam saja seolah tidak melihat mereka.

Tapi ketika mereka akan berbelok, Raden tak sengaja  bertubrukan dengan seorang remaja, membuat mereka terjatuh ke lantai. Raden meringis kesakitan karena infusnya tertarik dan lepas alhasil punggung tangannya berdarah.

"Ihhh Lo tuh kalo jalan yang bener dong!" Ucap wanita itu memarahi Raden.

"Kok Lo nyalahin gue sih! Lo yang jalan sambil main hp!" Ucap Raden kepada orang itu.

"L---lo!" Orang itu nampak kaget dengan orang yang barusan dia tabrak.

"IYA KENAPA KAGET LO HAH?!"

"Ke---kenapa Lo ada di sini? Lo..... Sakit?"

"Gak usah sok peduli Lo! Di kelas aja Lo pura-pura gak kenal!" Ucap Raden.

"Ya---"

"Lo dari dokter kandungan? Lo hamil?!" Teriak Raden histeris, membuat semua orang yang berlalu lalang menatap mereka terutama pada wanita itu.

"Eh Lo itu masih sekolah anjir! Lo masih kelas sebelas! Sadar dong anjir! Di sekolah Lo ngolok-ngolok gue kalo gue itu menjijikan bagaikan sampah, tapi Lo sendiri gak ngaca! Gue gak nyangka Lo ternyata jalang! Kalo sekolah tau tentang hal ini bisa hancur kelas kita bangsat!" Ucap Raden dengan penuh penekanan. Ya meskipun Raden itu suka sendirian tapi jika kelasnya tercemar karena hal ini pasti kelasnya akan hancur.

"Raden, Raden plis, gue mohon, gue mohon jangan sampe temen-temen tau, plis gue mohon Den," wanita itu memegang tangan Raden yang berdarah.

"Gue kecewa sama lo Sa!"

"Sudah cukup! Lebih baik kamu pergi saja, dan maaf karena Raden menabrak kamu," ucap dokter Seiji setelah itu memapah Raden untuk kembali lagi ke kamarnya.

Setelah di kamar, Seiji mengobati luka tangan Raden dan kembali memasangkan infus di tangan sebelahnya lagi. Meskipun tadi Raden sempat menolak mentah-mentah hingga memukul tangan Seiji.

"Siapa tadi?"

"Gak tau, gak kenal," ucap Raden.

"Tadi kamu bilang di kelas dia pura-pura gak ngenalin kamu, maksudnya apa?"

"Iya! Dia satu kelas sama gue, kenapa naksir Lo?!"

"Istirahat, saya mau ke kantin dulu," ucap Seiji.

"Dih dasar manusia aneh!" Ucap Raden.

Raden memejamkan matanya untuk istirahat, pikirannya semakin kacau, bagaimana bisa salah satu temannya terkena kasus hamil duluan, padahal dia salah satu siswa yang berprestasi di kelasnya tapi kenapa bisa sampai berlebihan seperti ini. Raden gak bisa membayangkan bagaimana nantinya jika teman-teman sekolahnya tau jika dia hamil di luar nikah.

Clek

"Duh apaan lagi sih lu Seiji! Tadi Lo nyuruh gue istirahat! Sekarang Lo ganggu gue lagi!" Gerutu Raden tanpa membuka matanya.

"Raden."

Raden seketika membuka matanya karena dia mendengar suara wanita, bukan suara Seiji.

"Ngapain Lo!"







____________________________________

Capek bangett

Cuma mau minta satu hal

Bulan jangan egois, ijinkan matahari untuk bersinar kembali di dalam diriku.

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang