50

1.6K 68 0
                                    


"Gimana?"

"Nikmat."

"Mau lagi?"

"Mau tapi maunya langsung lewat biar gak ke siksa kaya gini," ucap lirih Raden.

Ya setelah kejang-kejang tadi membuat Seiji kewalahan akhirnya Raden sadar juga. Dan lihatlah sekarang di pagi hari seperti ini Raden sudah membuat ulah yang bikin kepala Seiji pusing tujuh keliling apalagi semalaman dia terjaga full satu malam.

"Diem! Tidur! Dan jangan banyak bertingkah!" Seiji merebahkan tubuhnya di kasur sebelah Raden.

"Molor Mulu lo! Gue lapar!" Ucap Raden.

"Gak boleh makan dulu, sebentar lagi kamu bakalan di periksa lebih lanjut," tegur Seiji.

"Tapi gue laper, gu--aakkkk," Raden berusaha bangkit, tapi kepala dan dadanya terasa sangat sakit.

"Nah kan gak bisa nafas lagi," Seiji bangkit lagi untuk memasangkan alat pernafasan supaya Raden bisa bernafas dengan normal kembali.

"Gue mau pulang," lirih Raden pelan dengan mata yang tertutup.

"Saya juga mau istirahat, jadi tenanglah," ucap Seiji.

Seiji melihat Raden yang sepertinya sudah tertidur pulas dengan bantuan pernafasan. Sepertinya bukan hal yang buruk jika Seiji pulang dulu untuk istirahat, dan untuk Raden sepertinya Seiji akan menitipkannya ke dokter Affan, ya hanya dokter Affan yang bisa Seiji percaya.
________

Di sore hari Raden tengah menunggu kembalinya Seiji, sumpah demi apapun Raden merasa lapar sekali, meminta ke suster tidak di kasih menunggu Seiji pun sangat lama.

"AAAAA laper!" Ucap Raden.

Raden menatap lurus ke atap ruangannya yang berwarna putih bersih itu. Ketika sedang melamun dia malah kepikiran hal konyol sekali.

Dia menatap monitor di sebelahnya, perlahan melepaskan alat pernafasannya sendiri dan menahan nafasnya sendiri.

Karena ruangan ini khusus Seiji buatkan untuk Raden seorang yang di pasang bel otomatis. Jika ada sesuatu dengan Raden seperti sekarang bel itu berbunyi dengan nyari, para perawat yang tau itu bel dari ruang rawat adiknya dokter Seiji seketika berhamburan ke ruangan itu.

"Heheh akhirnya pada ke sini juga, makasih ya, tapi boleh gak saya makan?" Ucap Raden dengan cengengesan di hadapan dokter Affan.

Para suster itu hanya tersenyum sembari menggeleng setelah itu pergi saja, bukan tidak profesional tapi itu perintah dari dokter Seiji.

Raden hanya tersenyum pasrah, dia berusaha duduk di atas kasurnya dan memainkan hpnya semoga saja dengan memainkan benda pipih ini rasa lapar Raden teralihkan. Tapi ketika asik memainkan benda pipih itu tiba-tiba Raden merasakan sesak di dadanya. Raden merubah posisi duduknya supaya tidak sesak, Raden kembali menidurkan tubuhnya kembali dia memiringkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri namun rasa sesak dan rasa sakit itu terus menyiksa nya.

Raden melihat ke arah tombol darurat, dia terus menekan tombol itu dengan brutal sekali, Raden sudah tidak tahan dengan sakitnya ini, Raden butuh pertolongan sekarang.

Tak lama kemudian dokter Affan datang paling awal ke ruangan Raden, dia membalikan tubuh Raden yang meringkuk ke sebelah kanan.

Deg

"Akkhh," Raden meringis kesakitan memegangi dadanya, wajahnya yang berubah menjadi merah, peluh membasahi wajah dan badannya memperlihatkan bagaimana ke sakitannya Raden.

"Kenapa wajahnya sangat familiar," Batin dokter Affan.

Di saat rasa sakit itu menyiksa Raden, dia membuka matanya sedikit, dan betapa terkejutnya Raden ternyata orang di hadapannya itu bukan lah Seiji.

Tangan lemah Raden berusaha untuk memegang tangan dokter Affan, tapi belum tangan Raden menyentuh tangannya dokter Affan sudah lebih dulu menepis tangan Raden.

"Y---a," ucapan Raden terputus ketika kesadaran Raden sudah menghilang, dengan detak jantungnya yang melemah.

Bukannya membantu Raden yang tengah sekarat, Dokter Affan malah membalikan badannya, dia berjalan perlahan ke luar dengan perasaan yang campur aduk, marah, benci, sedih, semuanya menjadi satu.

Belum satu menit dia keluar dari ruangan Raden, dokter Affan kembali lagi ke ruangan Raden dengan berlari cepat. Dan setelah sampai di ruangan Raden ternyata tiga suster yang sudah kewalahan menangani  Raden.
___________

Seiji yang tengah tertidur di atas kasurnya yang empuk itu harus terbangun karena pihak rumah sakit mengabarkan jika penyakit Raden sempat kambuh kembali.

Tanpa mengganti baju, Seiji langsung saja berlari ke mobilnya dan meluncur ke rumah sakit, dia sudah tidak memikirkan apapun lagi yang ada di pikirannya sekarang hanyalah  Raden.

Setibanya Seiji di rumah sakit, dia langsung berlari ke ruangan Raden, dan teryata di ruangan itu sudah tidak ada siapapun hanya ada Raden seorang yang terbaring lemah di atas kasurnya, wajahnya begitu pucat dari sebelumnya.

Seiji duduk di kursi dekat dengan kasur Raden, menggenggam tangan Raden dengan erat, setidaknya dia masih bersyukur karena Raden masih bertahan hingga saat ini.

"Saya tau kamu kangen mereka, tapi jangan ikut sama mereka, kamu harus di sini sama saya. Selamanya."

____________

"Rik kenapa sih Lo uring-uringan gini?" Tanya putra dengan menepuk pundak Arik.

"Raden sakit."

"Hah serius? Padahal baru aja kita tinggal beberapa hari buat nyelesaiin misi, udah tumbang aja tuh anak," ucap Putra.

"Terus sekarang Lo gimana? Mau jenguk dia sekarang atau besok?" Tanya Putra.

Arik berdiri dari duduknya ke arah motor, putra yang paham pun seketika ikut menaiki motor Arik, karena hari ini dia sedang malas untuk membawa motor.

Beberapa menit kemudian Arik dan Putra sampai di rumah sakit tempat Raden di rawat, setelah bertanya ke resepsionis di mana letak ruangan Raden dan mencari nya akhirnya mereka sampai ruangan Raden.

Tanpa Arik dan Putra sangka, ketika mereka datang ke ruangan Raden, mereka malah mendengar seseorang menangis di dalam ruangan itu, Arik kira itu Raden yang menangis dan Putra kira itu adalah makhluk halus penjaga rumah sakit ini, namun ketika mereka membuka pintu ruangan secara perlahan mereka malah melihat seseorang yang duduk di atas kursi dekat kasur Raden tengah menangis sembari menggenggam tangan Raden.

"Permisi?" Putra lebih dulu menyapa Seiji.

"Kenapa?" Seiji menghapus kasar air matanya.

"Emm kenalin bang, saya putra dan ini sepupu saya namanya Arik. Kita temennya Raden mau jenguk Raden," ucap Putra sopan.

"Ah ya silahkan, kalian tunggu di sini sebentar ya saya mau cuci muka dulu," ucap Seiji.

"Aneh banget tuh orang, siapa ya? Kakaknya kali ya." Ucap Putra.

"Heh, bangun bentar kita mau jengukin Lo nih masa Lo tidur sih?" Putra menggoyangkan tangan Raden.

"Heh, Raden."

"Raden, bangun ini ada yang kangen sama Lo."

"Raden."

"Raden masih belum sadar, tadi penyakitnya kambuh lagi," ucap Seiji yang baru keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah.










____________________________________

Santai aja ya, ceritanya masih panjang kok, gak tau sampe mana hehe.

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang