26

1.5K 62 1
                                    

Raden berjalan perlahan menyusuri lorong yang sangat ramai sekali oleh manusia. Sumpah demi apapun Raden tidak pernah membayangkan akan balik lagi ke tempat yang sangat mengerikan ini, dan dia berdoa supaya tidak pernah menginjakan kaki nya lagi di tempat ini, jika perlu seumur hidup nya.

Tok
Tok
Tok
Tok

"Masuk."

"Ah kamu ya, duduklah."

Raden hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya, setelah itu dia duduk di salah satu kursi yang menghadap ke orang itu. Dari luar ruangan ini Raden nampak baik-baik saja tapi kenapa ketika dia duduk di kursi ini jantungnya berdebar dua kali lipat dari biasanya, bahkan Raden merasakan sedikit sesak di dadanya, semoga saja Raden tidak mendengar kabar buruk.

"Apa kabar?"

"Baik," jawab Raden dengan senyuman yang canggung.

"Oh ya, wali kamu mana?"

"Ng---nggak ada," ucap Raden gugup.

"Jika tidak ada walinya, maaf saya tida bisa memberikan hasil pemeriksaan kemarin."

"Saya gak punya wali dok, jadi tenang saja," ucap Raden.

"Ah, saya mengerti, baiklah---"

"Sesuai janji saya waktu itu, hari ini saya akan memberikan hasil pemeriksaan kemarin," ucapnya. Dia memberikan map berwarna coklat di hadapan Raden. Dengan tangan yang bergetar Raden mengambil map itu, kenapa dia sangat gugup sekali, dia sangat takut, padahal dari kemarin tadi Raden mencoba menguatkan dirinya sendiri dan menepis jauh-jauh pikiran buruknya itu. Raden meyakinkan dirinya sendiri kalo dia tidak kenapa-kenapa dan sehat.

Perlahan Raden membuka map itu, dan mengambil selembar kertas di dalamnya, membaca dengan sangat teliti sampai dia tidak menyadari air matanya keluar sendiri.

Sungguh kesialan apa lagi yang harus dia terima, kenapa takdir begitu kejam mempermainkan hidupnya. Raden sudah berdamai dengan kehidupannya yang sekarang, tapi kenapa harus berubah seketika hanya dengan selembar kertas.

Srekk

Srekk

Srekk

Brakkk

"Gue gak percaya!" Ucap Raden dengan penuh penekanan. Dia merobek kertas yang dia pegang hingga menjadi beberapa bagian setelah itu dia menyimpan kertas itu di atas meja dengan kasar.

Dokter yang ada di hadapannya itu hanya diam, sudah  sering dan banyak sekali pasien yang tidak percaya dengan diagnosa, bahkan ada yang sampai pingsan, tapi rasanya pemuda ini sangat berbeda.

"Gak papa kalo kamu masih gak percaya, tapi saya hanya meminta sama kamu harus menjaga kesehatan, rajin meminum obat dan----"

"BERISIK LO ANJING! GUE TAU INI PASTI ADA YANG MENYABOTASE KAN?! ATAU GAK SUSTER SAMA DOKTER DI SINI LALAI DAN GAK BECUS KERJA!" Raden berdiri di hadapan sang dokter dan menatapnya dengan penuh kemarahan.

"Tenanglah, duduk dulu biar saya jelaskan---"

"Gak usah! Dan jangan harap gue mau balik lagi ke sini!" Ucap Raden, setelah itu dia berjalan keluar.

"HEY! SETIDAKNYA KAMU TEBUS DULU OBATNYA!"

"Dasar anak muda," ucap sang dokter. Kelakuan Raden sekarang bikin dokter muda itu menggelengkan kepalanya.
__________

Malam pun tiba, Raden Sekarang sudah berada di cafe milik Fito. Meskipun pikirannya lagi kacau tak karuan, Raden harus tetap bekerja untuk biaya sekolahnya yang sebentar lagi akan di laksanakan ujian, dan se tiap ujian itu akan di laksanakan setiap siswa siswi wajib melunasi uang bulanan yang jumlahnya tidak sedikit untuk Raden yang hanya bekerja di cafe saja. Dan kalian tau, Raden sudah menunggak pembayaran itu selama tiga bulan. Jadi mau tak mau Raden harus bekerja lebih semangat untuk mencari uang lebih supaya dia bisa membayar uang seolahnya.

Raden berjalan bulak balik mengantarkan pesanan ke pelanggan.

"Biar gue yang gantiin, Lo pulang aja udah malem banget," ucap salah satu karyawan yang bekerja di sana.

"Nanti aja, pelanggannya lagi rame," ucap Raden.

"Udah biar gue aja," ucap teman Raden dengan sedikit memaksa rupanya, tapi jika tidak seperti itu Raden tidak akan pernah mau.

Akhirnya Raden pulang ke kosannya menggunakan motor kesayangannya, di sepanjang jalan Raden tidak fokus mengendarai karena dia terus kepikiran dengan hasil pemeriksaan tadi.

Di balik helm full face itu, mata Raden mengeluarkan air mata. Untuk saat ini saja  biarkanlah Raden menangis, dia tau menangis bukan hal yang pantas lelaki lakukan, tapi itu bukan berarti lelaki tidak boleh menangis. Jika keadaanya sudah seperti ini apa yang harus dia lakukan selain menangis, menyalahkan takdir yang sangat kejam mempermainkan hidupnya. Raden tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk meluapkan emosinya.

Sesampainya di kosan Raden juga nampak terkejut, lagi dan lagi kini kosannya kembali berantakan seperti kapal pecah. Tangan Raden terkepal kuat ketika melihat fotonya yang tergeletak di bawah dalam kondisi yang sudah di bakar dan menyisakan setengah.

Brakkk

Prakk

"ANJING!" Raden melempar buku tebal miliknya ke kaca hingga pecah berserakan di lantai.

"AARRRGGGGHHH!" Raden menjambak Rambutnya sendiri, dia tidak tau apa yang sekarang dia rasakan antara sedih dan marah.

"KENAPA! KENAPA HIDUP GUE KAYA GINI TUHAN! GUE CAPEK! GUE CAPEKK KALO TERUS KAYA GINI!"

"GUE MAU KELUAR DARI PENDERITAAN INI TUHAN!"

"GUE GAK KUAT! GUE CAPEK!"

"AMBIL, AMBIL NYAWA GUE SEKARANG JUGA!"

"AAARRRGHHH ANJING! BANGSAT!" Raden melempar apapun yang ada di dekatnya ke tembok, hanya ini yang bisa Raden lakukan untuk meluapkan emosinya.

"Kenapa kalian pergi hah?! Kenapa kalian pergi?! KENAPA KALIAN PERGI NINGGALIN GUE DI SINI SENDIRIAN!"

"GUE TAU KALIAN MARAH SAMA GUE! KALIAN BENCI SAMA GUE! TAPI KALIAN GAK BISA HUKUM GUE DENGAN CARA YANG KAYA GINI!"

"GUE GAK SANGGUP GUE CAPEK KALO KAYA GINI TERUS! GUE PENGEN IKUT KALIAN! GUE BUTUH KALIAN, GUE UDAH MENYERAH TUHAN!"

Raden terduduk di atas lantai, dia tidak peduli di bawahnya masih banyak serpihan-serpihan kaca yang membuat kakinya berdarah.

"Jemput Raden Ayah, jemput Raden," Raden menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. Sekarang dia benar-benar hancur untuk yang kedua kalinya.

"Raden butuh bunda, Raden butuh bunda, jemput Raden di sini Bunda, Raden mohon, Raden mohon, Raden mohon jemput Raden di sini," lirih Raden.

"Aaarrghhhhh!"

Prokk

Prokk

Prokk

____________________________________

Kalo gak membahagiakan diri sendiri mau sama siapa lagi ya kan..

Dah lah nikmatin aja hidup yang monoton ini

By jangan lupa VOTE dan KOMEN yang banyak

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang