34

1.4K 60 2
                                    

"Raden."

"Hemm..."

"Raden gue mohon, gue mohon sama Lo jangan kasih tau siapapun," ucap nya sembari memegang tangan Raden.

"Tergantung."

"Den---"

"Siapa ayah nya?" Tanya Raden sembari menepis tangan wanita itu. Bukannya menjawab dia malah menunduk dan menangis.

"Kenapa malah nangis, cepetan jawab siapa ayahnya? Siapa yang udah berani hancurin masa depan Lo hah?"

"Gu---gue gue juga gak tau," ucap wanita itu dengan Isak tangisnya.

Raden membelakkan matanya kaget, kenapa bisa dia tidak tau siapa yang udah menyentuhnya, padahal dia yang berhubungan badan hingga ada nyawa lain di rahimnya.

"BANGSAT LO SA! GIMANA BISA LO GAK TAU SIAPA YANG UDAH BIKIN LO KAYA GINI HAH!" Raden bangkit dari tidurannya jadi terduduk, memegang kedua pundak temannya dengan erat.

"Gue bener bener gak tau den, waktu itu gue lagi tidur di kamar, tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke kamar gue, terus dia maksa gue buat minum minuman yang dia bawa te---terus terus gue gak tau lagi apa yang udah terjadi sama gue den."

"Waktu itu di rumah Lo ada siapa aja?"

"Pa---pacar pacar gue. Tapi tapi waktu itu lagi ngobrol sama ayah."

Raden menundukkan kepalanya, dia merasa kecewa dengan apa yang sudah terjadi.

"Siapa pacar Lo, dan di mana rumahnya?" Tanya Raden.

"Ma---mau ngapain?"

"Ya gue mau desak dia buat tanggung jawab! Gue gak akan biarin dia lepas tanggung jawab gini!"

"Jangan," wanita itu menahan tangan Raden.

"Kenapa lagi? Lo mau anak Lo nanti lahir tanpa sosok ayah hah? Lo mau entar pas Lo berjuang ngelahirin dia sendirian?"

"Gak mau, gue gak mau Raden, ta---tapi tapi gue gak mau dia yang tanggung jawab."

"Maksud lo?!" Tanya Raden heran.

"Gue.... Gue mau, Lo... Yang nikahin gue dan tanggung jawab sama anak ini," ucap wanita itu dengan satu tarikan nafas saja.

Raden terdiam di tempat, otaknya berputar mencerna apa yang dia ucapkan, apa maksudnya? Dia ingin Raden yang menikahinya? Sinting memang, Raden saja tidak pernah bertegur sama dengannya meskipun satu kelas apalagi berhubungan badan, tapi dia malah meminta pertanggung jawaban kepadanya.

Raden merasa lemas sekarang, dia melepas semua alat yang menempel di badannya, kecuali infus karena kalo mencabut itu rasanya sakit sekali. Raden turun dari kasur dan membawa wanita itu untuk berdiri lebih tepatnya berdiri di depan pintu.

"Sa, gue masih sabar sama Lo, sekarang kasih tau di mana rumah pacar Lo, kita ke sana sekarang minta pertanggungjawaban atas apa yang udah dia perbuat okey."

"Kalo gak kaya gitu entar kasian sama anak Lo ya, sekarang Lo bayangin bayangin bagaimana kalo anak Lo udah besar, udah bisa ngomong tiba-tiba dia nanyain ayahnya Diaman? Lo mau jawab apa hah?"

"Itu makannya gue minta Lo nikahin gue Raden, cepat nikahin gue Raden, nikahin gue! Kalo gak, kalo gak gue gugurin dia," ucap wanita itu sembari menunjuk perutnya.

"Maaf gue gak bisa Sa, gue masih mau sekolah, gue masih mau nikmatin masa muda gue meskipun kalian selalu memandang gue sampah, berandalan dan juga pembunuh."

"Tapi gue mohon sama Lo, jangan gugurin anak yang gak berdosa ini ya, kasian sa, dia gak tau apa-apa, kalo Lo mau salahin, salahin aja orang yang udah buat Lo kaya gini. Pertahanin sebisa Lo sa, urus dia, besarin dia dengan kasih sayang Lo, jangan sampai dia merasa jijik sama dirinya sendiri karena hasil hubungan gelap orang tuanya."

"Bagaimanapun Lo harus minta pertanggungjawaban sama dia, jangan mau hidup Lo di injak-injak kaya gini sa, Lo perempuan, perempuan itu punya tahta tertinggi di muka bumi ini, dan perempuan patut di lindungi." Ucap Raden.

"Ngerti kan maksud gue sa?" Tanya Raden lembut. Lalu dia mengangguk, dia sangat mengerti dengan apa yang Raden bicarakan.

"Sekarang kasih tau gue, di mana rumahnya, kita ke sana sekarang," Raden menarik tangan dia setelah mengangguk.

Tapi sebelum ke rumah pacar dia, Raden lebih dulu menghampiri suster yang lewat di depan pintu kamarnya dan meminta tolong untuk melepaskan benda itu dari tangannya. Awalnya mereka tidak berani karena Raden masih menjadi pasien di rumah sakit ini, bahkan dia tidak memiliki ijin keluar dari rumah sakit, tapi setelah tandatangan dengan dia sebagai penanggung jawabnya akhirnya Raden bisa keluar.

Setelah itu mereka pergi ke tempat tujuannya Sekarang, di sepanjang jalan Raden hanya memejamkan matanya menahan emosi yang semakin membeludak.

"Di sini?" Tanya Raden setelah sampai di tempat tujuannya.

"Iya," jawabnya.

Raden turun dari taksi dengan buru-buru, tanpa permisi Raden langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci ini.

"WOY KELUAR LO ANJING!"

"Raden jangan berteriak," tegur dia.

"Diam Lo di luar, dan jangan masuk ke sini sebelum gue suruh Lo masuk buat liat mayat dia," ucap Raden.

"Siapa Lo?!"

Bughh

Tanpa basa-basi, Raden langsung memberikan Bogeman mentah mengenai wajah orang itu.

Bughh

"SIAPA LO ANJING!" Orang itu membalas pukulan Raden.

"Lo tau di siapa?!" Raden menarik bahu temannya ke hadapan orang itu, dan seketika dia membelakkan matanya kaget.

"Lepasin tangan lo!" Orang itu memukul tangan Raden yang memegang pundak temannya.

"Siapa dia?! Selingkuhan lo hah?!" Orang itu mencengkram dagu teman Raden.

"GUE KURANG APALAGI BANGSAT SAMPE LO BERANI SELINGKUH DARI GUE HAH?! SELAMA KITA PACARAN APAPUN YANG LO MAU GUE TURUTI! MASIH BERANI JUGA LO SELINGKUH!"

Plakkk

"DASAR JALANG! PERGI LO DARI SINI! GUE GAK MAU LIAT MUKA MENJIJIKAN LO LAGI!" Ucap orang itu setelah menampar wajah si wanita.

Bughhh

Bughhh

"TANGGUNGJAWAB LO ANJING! LO UDAH AMBIL MAHKOTA DIA SEKARANG LO MALAH BERSIKAP KAYA GINI!"

Bughh

"Tanggungjawab apa maksud lo hah?!"

"Lo udah hamilin dia bangsat!"

"Lo jangan langsung menyimpulkan kalo gue yang udah hamilin dia, asal Lo tau! Cowok dia itu banyak anjing!" Ucap cowok itu di hadapan Raden.









____________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang