42

1.2K 50 0
                                    


Raden mengerjapkan matanya ketika matahari yang terik menyinari wajahnya. Perlahan dia membuka mata untuk melihat di mana dia berada.

Ternyata dia masih di tempat yang sama, tempat di mana terakhir kali dia bertemu dengan orang itu. Tadi malam Raden seperti sudah pasrah jika orang itu membawanya dan membunuhnya seperti yang dia katakan.

Tapi ternyata tidak, Raden di biarkan tergeletak di tengah hutan seperti ini, untunglah tidak ada hewan buas yang menerkamnya.

Raden berusaha terduduk, kakinya yang di tembak semalam sudah mati rasa. Dia tidak mungkin membiarkan peluru itu tertanam di kakinya. Raden merobek baju seragam yang masih dia kenakan untuk menyumpal mulutnya setelah itu dia mengambil gunting kecil yang tidak sengaja dia bawa, tadinya Guntung itu akan di pake ketika praktik prakarya tapi karena insiden kemarin jadi Raden tidak mengikuti praktiknya. Dan sekarang gunting itu berguna untuk mengambil peluru di kakinya meskipun sedikit kesusahan untuk menjepit peluru itu.

"AAARRRGHHH!"

Dan akhirnya setelah menahan sakit yang begitu menyiksanya akhirnya peluru itu berhasil keluar dari kakinya. Sekarang tinggal membungkus kakinya yang mengeluarkan darah yang begitu banyak.

Raden harus segera keluar dari hutan ini, Raden takut jika nanti dia akan kembali lagi dan menepati ucapannya.

Dengan menyeret sebelah kakinya Raden berjalan perlahan, beberapa kali dia terjatuh karena rasa sakit yang luar biasa.

Saat ini Raden sudah berada di halte bus, rasanya Raden sudah tidak kuat lagi untuk berjalan. Meskipun ada angkutan umum setiap Raden akan naik selalu di tolak oleh pengemudi maupun penumpang, mereka malah menyuruh Raden untuk menghubungi ambulans saja. Jadilah Raden hanya menunggu di halte bus hingga ada kendaraan umum yang bisa mengantarkannya.

"Dek dek dek, itu kakinya berdarah terus, saya panggilkan ambulans aja ya dek," ucap salah satu pejalan kaki yang melihat kondisi Raden.

"Gak usah pak, makasih." Ucap Raden lirih.

"Gak papa dek, dari pada kaya gini entar Adek kehabisan darah," ucap nya.

Raden hanya diam saja, ada benarnya juga, tapi Raden tidak mau di angkut ke ambulans.

"Saya belum mati pak, gak usah pake ambulans," lirih Raden. Ya yang ada di pikiran Raden dari dulu itu orang yang di bawa pake ambulans itu hanya orang meninggal saja, tapi ternyata salah sangat salah bukan itu hanya pemikiran anak kecil saja.

"Nah itu ambulans nya udah sampe," ucap orang itu setelah melihat ambulans yang dia panggil akhirnya datang juga.

Para petugas ambulans langsung saja membawa Raden ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit.

Setelah tiba di di rumah sakit, Raden langsung di tangani oleh dokter di sana. Satu hal yang membuat dia menjadi pasien Ter aneh di rumah sakit ini, kalian tau kenapa? Karena tadi pas di dalam mobil ambulans Raden memohon kepada petugas rumah sakit untuk tidak membuka baju nya, Raden takut jika dia bangun nanti Raden melihat tubuhnya sendiri, karena bagaimana pun Raden masih memiliki trauma yang parah ketika dia melihat tubuhnya sendiri yang menurutnya menjijikan itu.

Dan akhirnya Raden memohon kepada petugas ambulans untuk menutup matanya saja.

Para petugas tidak bisa apa-apa, mereka hanya mengikuti perintah Raden saja, meskipun mereka bisa saja mengambil cara dengan cara di bius.
__________

Seiji kembali mengunjungi ruang kerja temannya. Seiji sengaja datang ke ruangan dokter Affan untuk mengobrol perihal kondisi Raden, tak lupa dia juga membawa beberapa berkas rekapan kondisi medis Raden untuk di tunjukan kepada dokter Affan.

"Ini dok," Seiji memberikan berkas yang dia bawa ke pada Dokter Affan.

"Sebentar," dokter Affan seperti kaget melihat foto Raden.

"Sepertinya saya pernah melihat dia," ucap dokter Affan.

"Kapan dok?"

"Tadi siang, dia di bawa oleh ambulans ke sini, dan saya yang menanganinya. Tapi saya juga sedikit kurang yakin karen petugas yang membawanya ke sini melarang saya untuk membuka penutup matanya hingga dia sadar," ucap dokter Affan, Seiji sedikit kaget, apa mungkin benar itu Raden, tapi dia kenapa lagi?

"Boleh saya bertemu dengannya, untuk memastikan," ucap dokter Seiji.

"Tentu, dia ada di ICU lantai dua, jika benar itu dia kasih tau saya," ucap dokter Affan.

Seiji mengangguk. Seiji kelihatan sangat panik ketika mendengar kabar yang kurang mengenakkan itu. Dia sendirian tentunya Dokter Affan tidak ikut karena dia masih ada tugas.

Sesampainya di sana, Seiji langsung masuk ke dalam ruangan, dia melihat seorang pemuda laki-laki yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan mata yang tertutup sapu tangan.

Dengan perlahan Seiji melepaskan penutup mata yang di gunakan Raden, dan ternyata benar, dia adalah Raden. Tapi bagaimana bisa dia ada di sini tanpa mengabarinya? Seiji merasa kecewa.

"Dok," sapa salah satu suster yang berjaga di ruangan Raden.

"Kenapa dia sus?"

"Adik ini terkena tembakan di kakinya, tapi ketika di bawa ke sini pelurunya sudah tidak ada dan sekarang kondisinya masih kritis, detak jantungnya naik turun dok," ucap suster itu.

(Ngarang ges, aku tidak tau apa-apa, jangan salahin Author)

Seiji menyibakkan selimut yang menutupi kaki Raden, dia melihat kaki Raden yang sudah terbungkus oleh kain kasa dan kembali menutupi kaki Raden menggunakan selimut.

Sekarang Seiji akan keluar untuk bertemu dengan dokter Affan, mungpung Raden masih pingsan jadi Seiji tidak perlu membujuk ataupun memaksa Raden untuk melakukan pemeriksaan ini.

Seiji sudah melihat ke ruangan dokter Affan, tapi dokter Affan tidak ada di sana, Seiji juga sudah bertanya kepada petugas di rumah sakit ini tapi mereka tidak tau dokter Affan kemana terkahir kali ada yang melihat dokter Affan keluar dari rumah sakit.

"Dokter pasien atas nama Raden---" ucapan suster itu terpotong ketika Seiji berlari meninggalkannya. Dia hanya menghembuskan nafasnya pasrah dan ikut berlari mengikuti dokter Seiji.
________

"Mas kok aku di bawa ke sini sih?"

"Ternyata dugaan ku benar,"

"MAS!" Qila menepuk pundak Affan yang masih melamun. Padahal dari rumah Qila sudah berniat untuk menemui Affan di rumah sakit dan membawakannya makanan buatannya sendiri, tapi ketika di lorong Qila melihat Affan yang tengah bersandar di dinding entah apa yang membuat Affan seperti tadi.

Dan sekarang Affan membawa Qila ke taman rumah sakit, dia hanya melamun tanpa memperdulikan Qila di sampingnya.

"Mas kamu kenapa sih?!" Qila berdiri di hadapan Affan.

"Ng---nggak gak papa sayang, oh tadi aku liat kamu bawa makanan?" Tanya Affan setelah sadar dari lamunannya.

"Udah lah mas, males aku ke sini lagi," Qila membawa kembali makanan yang dia bawa.

"Yang jangan gitu dong, aku cuma bercanda doang kok," Affan mengejar Qila dari belakang.






___________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang