28

1.5K 70 0
                                    

"Ila."

"Kayaknya Lo harus cari orang lagi buat melindungi Lo," ucap Raden sambari menatap wajah cantik Keyala.

Setelah berhasil kabur dari rumah sakit tadi, entah kebetulan atau apa, Raden malah ketemu sama Keyala di jalan.

Dan di sinilah Sekarang mereka, di pantai yang sering Raden kunjungi. Suasananya yang sunyi hanya ada suara ombak yang bertubrukan dengan batu karang. Keyala dan Raden duduk di atas batu karang yang lumayan tinggi, itu semua atas permintaan Keyala sendiri supaya dia lebih puas melihat indahnya lautan.

"Lo aja udah cukup buat gue," ucap Keyala.

"Lo tau gue dari kecil, bahkan selama ini Lo tau kalo selama ini gue berusaha mencoba utuh padahal tinggal separuh."

"Itu sebabnya takdir mempertemukan kita kembali Den, tugas gue itu mengembalikan kembali jiwa Lo yang udah Lo buang sia-sia," Keyala memegang pipi Raden. Raden hanya diam menikmati usapan lembut dari tangan Keyala, bahkan air matanya kembali menetes.

"Mereka kembali, tapi bukan buat gue."

"Suatu saat nanti mereka bakalan datang, mencari lo Raden."

"Kapan?"

"Hanya takdir yang tau," Keyala memeluk Raden dengan erat. Meskipun sikap Keyala itu tempramen tapi dia sangat tau situasi dan kondisi, dia sangat peka dengan segala hal terutama dengan orang yang ada di sekitarnya, Keyala tau jika Raden saat ini butuh sandaran dan pelukan yang hangat, maka dari itu Keyala siap memberikan itu semua.

"Gue cuma mau pulang," ucap Raden, membuat Keyala melepaskan pelukannya.

"Gue gak tau maksud pulang Lo itu kemana, tapi gue yakin lo gak akan berani pulang kemana pun, karena Lo udah nemuin rumah Lo sendiri,   Lo udah jadi diri Lo sendiri,  bukan jadi setannya orang lain."

Raden diam, Keyala benar. Raden sudah tidak berani untuk pulang kemana pun, ibarat dua jalan yang ujungnya jurang yang sangat dalam dan gelap.

Tapi jika takdir Raden mengharuskan dirinya untuk ke salah satu jalan itu, apa boleh buat, Raden tidak akan bisa meminta bantuan kepada siapapun terutama Keyala.

"Love you."

Raden kembali memeluk tubuh Keyala dengan erat, seolah Raden tidak mengijinkan Keyala untuk pergi barang sebentar pun.

"Jangan pulang sebelum gue bilang ikhlas."

Raden mengangguk, setelah itu dia menyembunyikan wajahnya di pundak Keyala, dan kembali menangis. Raden hanya bisa melakukan ini semua di hadapan Keyala karena mau nangis se lama apapun Keyala tidak akan pernah mengungkit apalagi mengejek Raden nantinya. Keesokkan harinya Keyala seolah melupakan apa yang sudah terjadi dan bersikap seolah tidak ada apa-apa.

"Kita liat lautnya di bawah aja," ucap Keyala.

Akhirnya mereka berdua turun dari karang itu, dan kembali duduk di tempat yang sudah mereka persiapkan sebelum naik ke jarang tadi. Di sana sudah ada berbagai macam makanan ringan dan minuman kesukaan mereka berdua di atas tikar.

Keyala yang duduk dan Raden yeng tertidur terlentang menatap indahnya langit malam di pantai.

Mereka saling terdiam satu sama lain, tak ada yang berani membuka suara dan memulai obrolan kembali.

Srekk

"Sejak kapan Lo di sini?" Tanya Keyala kepada orang yang ada di sampingnya tanpa melihat siapa orang itu.

"Dari tadi gue liatin kalian."

"Udah tau kan?"

"Hemmm."

"Puas?"

"Sangat puas."

"Gue jadi kasian sama dia, ya meskipun gue gak tau awalnya kaya gimana dan apa masalah dia, tapi denger dia curhat ke Lo dan waktu dia nangis, hati gue ngerasa sakit," ucap Orang itu.

"Kalian memang liat dia itu seperti sehat tapi nyatanya dia sakit, sering tertawa tapi nyatanya dia sering nangis sendirian, berandalan dan sering melawan tapi kalo udah Deket sama dia kita jadi tau sikap aslinya kaya kucing yang tunduk sama majikannya, dia memang sering mendengarkan semua ocehan setan dari teman sekolahnya tapi tidak ada yang mau mendengar suaranya," ucap Keyala sembari menatap wajah Raden yang rupanya sekarang dia sudah terlelap, mungkin Raden kecapekan menjalani hari-hari nya yang sangat berat.

"Gue pernah menawarkan diri jadi temannya, dan respon dia kaya kaget dan gak percaya gitu kalo gue mau jadi temannya."

"Karena dia gak pernah punya teman, dia hidup sendirian di luaran sana, dan selama ini dia gak pernah percaya dengan yang namanya teman, dia hanya percaya sama gue dan bang Fito."

"Lo saudaranya Raden?"

"Bukan."

"Terus?"

"Gue sahabatnya dia dari kecil, tapi karena suatu kejadian gue sama Raden berpisah selama beberapa tahun dan sekarang gue ketemu lagi sama dia dengan kondisinya yang semakin parah dari pertemuan terakhir kita berpisah."

"Maksud lo?"

"Dia gila?" Ucap Keyala lirih dan dia sangat tidak pede mengucapkan itu.

"Hah?!"

"Bawa dia ke mobil gue, kita pulang," ucap Keyala sembari meninggalkan Ilham dan Raden yang masih setia tertidur.
_________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang