17

1.9K 77 1
                                    

"jawab!"

"Iya gue jawab tapi Lo gak usah bentak-bentak gue lagi kaya tadi!" Ucap Raden.

"Gue di keroyok karena pas gue masuk bangku gue udah banyak sampahnya, udah banyak coretan di bangku gue, makannya gue marah sampe mukul si Faiq, tapi mereka malah mukulin gue, terus gak tau siapa tiba-tiba nendang dada gue, pas gue udah gak bisa ngelawan lagi eh kelas sebelah malah ikutan mukulin gue." Ucap Raden.

"Udah, puas?!" Raden menatap Arik di hadapannya, setelah itu dia menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Arik yang dari tadi menahan emosi hanya diam.

"Jangan marahin gue, gue takut," lirih Raden di dalam selimut.

"Gue gak bakalan marahin lo, kalo lo berani jujur sama gue."

"Gue cuma mau lo lebih terbuka sama gue, dan gue mau lo jadi bagian dari hidup gue, karena gue udah terlanjur sayang sama lo sejak pertama kali gue ketemu sama lo, dan gue juga janji saya diri gue sendiri, gue bakalan jagain lo apapun yang terjadi, meskipun itu mempertaruhkan nyawa gue sendiri, gue rela lakuin itu."

"Lo bohong."

"Gue gak bohong, dan gue janji sama lo, lo pegang semua janji gue, kalo gue ingkar sama janji gue Lo boleh bunuh gue!"

Arik pertahan menarik selimut yang menutupi kepala Raden.

Greppp

"Makasih."

"Makasih Lo udah mau jadi rumah buat gue," ucap Raden di pelukan Arik.

"Lo tau awalnya Gue kehilangan diri gue sendiri saat berusaha membahagiakan orang lain, terus , gue kehilangan sebagian orang ketika menemukan diri gue sendiri, tapi sekarang lo ngebalikin kebahagiaan gue lagi." Ucap Raden. Arik yang mendengar itu melepaskan pelukan Raden dengan lembut, dan sedikit membungkukkan tubuhnya, tangan kekarnya itu memegang kedua pipi Raden yang basah karena air mata.

"Sekarang lo udah gue anggap saudara gue sendiri, jadi apapun yang terjadi gue mohon, gue mohon sama lo buat bilang sama gue okey? Kalo ada yang jahatin Lo Lo harus bilang sama gue, karena sekarang gue udah jadi kakak buat Lo, dan tugas seorang kakak itu buat lindungi adeknya," ucap Arik.

"Seandainya yang sekarang ada di hadapan gue itu lo kak."

Tanpa mereka sadari ternyata di luar terlihat Putra yang mengintip dari pintu, entahlah hatinya sangat bahagia sekali melihat kedekatan mereka, mendengar Arik bicara panjang sudah membuat dia bahagia. Dia hanya berharap, berharap agar Arik mau kembali jadi pribadi yang aslinya seperti dulu, bukan seperti sekarang yang terkenal dengan kedinginannya.

"Put?"

"Eh om, Tante." Putra yang kaget dengan kehadiran orang tua Arik.

"Anak kecilnya ada di dalam kan? Aduh Tante pengen liat anak kec---"

"Kecil? Kok kok? AAAAAA imut banget muah muah muah muah."

Raden sangat amat panik ketika ada seorang wanita paruh baya yang masuk ke dalam kamarnya dan tiba-tiba memeluk bahkan mencium seluruh wajahnya.

"Mah."

"Ini? Ini anak kecilnya? Aaaaa kenapa kamu imut sekali, kamu itu bukan anak kecil tau, kamu itu bayi dua bulan."

"Bunda."

"Nama kamu siapa Hem?"

"Raden."

"Mamah gak nanya sama kamu ya," ucap wanita itu ke Arik.

"Siapa nama kamu sayang?"

"Raden Tante."

"Panggil mamah sayang, dan jangan pernah manggil Tante okey."

"Eh kamu kenapa bisa kaya gini sih sayang hem? Apa jangan-jangan karena dia ya? Iya?"

"Nggak kok mah."

"Serius?"

"Iya."

"Ya udah deh mamah sedikit lega kalo gitu mah."

"Mah kan janji gak lama, entar kita telat ke bandara nya," ucap sang kepala keluarga.

"Arik, kamu jagain Raden ya mama sama papa mau berangkat dulu ya nak."

Setelah mereka berdua pergi, di dalam kamar ini hanya tersisa Raden dan Arik saja dan hanya ada keheningan di antara mereka, Arik yang sibuk dengan hp nya dan Raden yang sibuk dengan selimutnya yang sedari tadi dia lipat kecil-kecil.

"Mereka mau kemana?"

"Luar negri."

"Oh, kirain mau kemana," setelah itu Raden merebahkan tubuhnya lagi di atas kasur, lebih baik dia tidur lebih cepat supaya besok dia bisa pulang dan kembali bersekolah. Bagaimanapun sekolah tetap yang utama bagi Raden, mau se nakal apapun pendidikan harus selesai.
__________

Di pagi hari sekali ketika Raden terbangun dari tidurnya dia tidak melihat Arik di sana, dia hanya sendirian, entahlah Raden tidak tau Arik pergi kemana dan Raden juga tidak peduli, lebih baik Arik tidak ada sekarang supaya Raden bisa kabur dari rumah sakit ini. Kalian tenang saja biaya rumah sakitnya sudah Arik lunasi hingga Raden benar-benar sembuh total.

Di bawah sinar matahari pagi ini Raden berjalan pelan menyusuri pinggir jalan yang menuju ke sekolahnya. Jika kalian bertanya kenapa gak naik angkutan umum saja, alasannya simpel kok gays cuma karena ingin olahraga aja cuma itu kok gak lebih.

Perjalanan dari rumah sakit ke rumah terus dari rumah ke sekolah itu lumayan jauh dan itu cukup melelahkan untuk Raden, belum lagi pasti nanti di sekolah dia akan mendapatkan hukuman karena terlambat. Tapi sepertinya terlambat lebih baik dari pada tidak sekolah sama sekali.

"Huh.. sekolahnya dimana sih kok jauh banget."

"Kalo tau gini tadi pending gue naik motor aja deh," sepanjang jalan Raden terus saja ngedumel sendiri.

"Eh sekarang udah jam berapa sih?" Raden mengambil benda pipih yang selalu dia simpan di kantong celananya.

"Jir mana udah jam delapan lagi."

"Gak ada pilihan lain ini mah, gue harus cari ojek," kepala Raden celingak celinguk  mencari pangkalan ojek.

"Mas ojek?"

"Nah kebetulan nih. Iya mas ojek ke sekolah," Raden langsung naik ke atas jok motor sebagai penumpang.

"Eh eh eh mas sekolahnya ke arah sana," ucap Raden ketika mamang ojek itu malah lurus, seharusnya putar balik.

"Sepertinya kamu masih ngantuk ya?" Tanya si mamang ojek.

"Apa sih mas. Cepetan saya udah terlambat banget ini."

"Iya saya tau kamu sudah terlambat tapi kamu sadar gak, kalo kamu udah ngelewatin sekolah kamu."

Sontak Raden tercengang dengan ucapan nya barusan, apa katanya kelewat? Raden jadi bingung sendiri, dia kembali melihat sekelilingnya pantas saja Raden tidak tau ini di mana ternyata udah kelewatan toh.

"Ya udah cepet mas."

Motor yang di tumpangi Raden itu berjalan dengan kecepatan yang sedang. Sebenarnya Raden sedikit greget sekali dengan cara dia mengendarai motor, seharusnya di saat genting gini dia menambah kecepatannya bukan malah santai seperti ini.

"Mas, lebih cepet Napa."

"Pelan-pelan aja yang penting selamat sampai tujuan," ucap tukang ojek itu.





____________________________________

Bingung gayss mau lanjutin ceritanya kaya gimana, maaf kalo keluar dari alur :(

Sadar banget aku cerita aku makin gak menarik sama sekali tau :( tapi aku mau lanjutin ceritanya sampai End ya, jangan lupa VOTE dan KOMEN.

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang