61

1.8K 67 0
                                    


Bughh

Bughh

Bughh

Srett

"Aaarkkkk"

"Rasain Lo bangsat!"

Raden sudah tergeletak tak berdaya dengan tubuh yang sudah di lumuri oleh darah. Ke adaan Raden sudah mengenaskan tapi tidak membuat dua orang itu tak henti menyiksa Raden.

"Ud--ah,"

"Gue belum puas!" Tara mengambil besi panas yang sudah di siapkan tadi, mendekat ke arah Raden dan menempelkannya tepat ke telapak kaki Raden.

"AAAKKK AMPUN! AMPUN BUNDA TOLONGGG!"

"Diem anjing! Lo pantas mendapatkan ini karena Lo udah berani menginjakan kaki busuk Lo ini di rumah gue!" Ucap Tara.

"Ampun bang, gu---gue kesssaaakkkhh ke sini cuma mau liat bunda sebentar bang, gue takut, gue takut kalo gue gak bisssssa liat bunda lagihhh," ucap Raden.

"Tapi gue gak akan biarin Lo dekat sama bunda!"

Brakk

Raden mendorong tubuh Tara ke belakang membuat Tara yang tak siap dengan dorongan Raden pun terjungkal ke belakang.

Raden tidak menyia-nyiakan kesempatan itupun langsung berlari keluar dengan kaki yang pincang.

"Bunda tolongin Raden plis bunda," ucap Raden sembari berlari ke arah dapur, semoga saja Qila masih ada di sana.

Raden berusaha menuruni tangga dengan kaki yang terluka bahkan darah yang keluar dari kakinyapun menempel di lantai.

"Bunda," Raden tersenyum ke arah Qila, dia sedikit merasa senang karena ternyata Qila masih ada di sana, dengan buru-buru Raden mendekati ke arah Qila.

Cratt

Tinggal satu langkah lagi Raden berhasil memeluk tubuh Qila, namun sangat di sayangkan sekali langkahnya harus terhenti.

"Kak," Raden menatap Calvin yang berada di belakang Qila, dia tersenyum melihat darah yang mengalir deras dari perut Raden.

Srett

Brakk

Raden terlentang di lantai dengan perut yang masih tertancap pisau, Raden syok sekali ketika dia akan memeluk Qila lagi Calvin menusukan pisau dapur yang tadi Qila gunakan untuk memotong sayur.

Niatnya mengunjungi rumah ini itu untuk menemui Qila, Raden sungguh rindu dengan Qila yang telah lama berpisah. Tapi ternyata apalah yang di dapat ketika sudah menginjakan kakinya di rumah ini, dia hanya mendapatkan luka batin maupun fisik secara terus-menerus.

Kedua tangan Raden menggenggam pisau yang masih menusuk di perutnya itu, dan secara perlahan Raden mencabut pisau itu.

"AAARRRKKGGGGG!!" Raden menjerit kesakitan ketika tangannya mencabut pisau di perutnya.

Prangg

Raden berhasil mencabut pisau itu, dia membanting pisau yang sudah berlumuran darah itu ke samping dan berusaha bangkit meskipun Raden sudah tidak berdaya, dia berdiri di hadapan Qila dan Calvin.

"Gue tau kalian benci sama gue, tapi kedatangan gue ke sini bukan nyerahin diri gue ke kalian karena gue masih mau hidup, kalo gue gak kangen sama bunda gue juga gak berani datang ke sini."

"Gue cuma mau liat bunda, gue cuma mau peluk bunda, gue mau minta maaf sama bunda, gue mau bilang makasih sama bunda itu aja, hanya sebentar gue janji."

Raden membenci dirinya sendiri, kenapa ketika di situasi seperti ini penyakitnya kambuh, matanya yang terus berlinang air mata Raden sungguh membenci ini semua.

"Bunda, Bunda masih ingat sama Raden kan bunda? Raden kangen banget sama bunda bund, Raden bela-belain kabur dari rumah sakit buat ketemu bunda loh, masa bunda gak inget sama Raden?"

Qila tidak menjawab, dia masih fokus menatap wajah Raden yang sudah babak belur dan kepalanya yang mengeluarkan darah itu mengotori sebagian wajah Raden.

"Ah bunda gak inget karena darah ini kan, sebentar ya bunda," Raden mengusap kasar darah di wajahnya menggunakan baju pasien yang dia kenakan lalu kembali menatap Qila.

"Bun-- bunda udah ingat Ra--Raden kan?"

"Ya udah kalo bunda emang gak inget sama Raden, gak papa kok bunda, yang penting Raden udah liat bunda baik-baik saja udah buat Raden bahagiaaa banget bund, maaf ya kalo kedatangan Raden cuma buat ribut aja."

"Tapi jujur Bunda, jujur Raden kangen banget sama bunda, Raden selalu nungguin bunda di depan rumah siapa tau bunda mau jemput Raden pulang ya kan? Tapi sampai kemarin bunda gak ada nemuin Raden jadi biar Raden aja yang nemuin bunda di rumah ini."

"Maaf ya bunda, Raden cuma. Raden, Raden cuma takut gak punya kesempatan lagi buat ketemu bunda. Bunda tau kan  keinginan aku dari dulu? Gak papa kok gak terkabul semuanya bund, tapi Raden mohon sama bunda kabulkan satu permintaan aja satuuu aja bund."

"Apa?" Ucap Qila.

"Raden ingin di peluk bunda."

Qila terus terdiam di tempatnya, dia bingung harus melakukan apa sekarang.

"Bunda mau kan?" Tanya Raden kembali, matanya yang memancarkan harapan itu membuat hati Qila menangis, menjerit seketika.

"Ya gak papa kalo bunda gak----"

Qila memeluk Raden dengan erat, menangis di pundak Raden sejadi-jadinya, dia sangat menyesal dengan perbuatannya selama ini karena telah membuang anak kandungnya sendiri, Qila membenci dirinya sendiri karena tidak bisa mempertahankan Raden untuk tetap bersamanya dulu.

Begitupun dengan Raden yang langsung menangis di pelukan Qila hingga sesenggukan.

"Kenapa seperti ini bunda?" Pertanyaan Raden itu sederhana tapi Qila tidak tau harus menjawab seperti apa.

"Dari kecil Raden pengen benget di peluk sama bunda, Raden udah berjuang untuk tetap hidup sampai Raden mendapatkan pelukan bunda, Raden senang bunda karena bunda mau meluk Raden meskipun di umur Raden yang sekarang Raden baru merasakan pelukan Bunda, makasih bund, makasih."

"Maafin bunda sayang, maaf."

"Makasih," jawaban Raden mampu membuat Qila terdiam, dia melepaskan pelukan Raden dan menatap Raden dengan lekat.

Raden menarik tangan Qila, menempelkan tangan Qila tepat di jantungnya.

"Makasih karena bunda udah membagi rasa sakit bunda sama Raden, mungkin kalo gak gini Raden gak bakalan tau rasa sakit yang bunda alami dulu. Maaf ya bunda Raden udah merepotkan bunda," ucap Raden.

"Maaf Raden, maafin bunda, ini semua salah bunda nak, seharusnya bunda gak nurunin penyakit bunda sama anak bunda."

"Gak papa kok bund, Raden senang sekali karena akhirnya Raden bisa ngerasain rasa sakit yang pernah bunda alami. Seharusnya bunda bersyukur karena bunda orang berada, pengobatan bunda sudah terjamin. Sedangkan Raden, gak punya apa-apa, jangankan buat berobat buat makan aja Raden selalu menyusahkan teman Raden. Raden malu bund, Raden malu terus merepotkan mereka, Raden mau sembuh. Bunda bisakan nyumbuhin Raden? Bisa kan bund? Raden janji bunda Raden janji kalo Raden udah sembuh nanti Raden bakalan bayar jasa bunda berapapun, berapapun bund," Raden sudah tidak bisa lagi menahan semuanya, dia kembali memeluk Qila dengan erat, kakinya yang sudah terasa lemas melorot ke bawah.

Raden memegangi dadanya yang terasa sangat menyakitkan, dia memejamkan matanya dengan erat, sesekali memukul dadanya yang terasa semakin sakit itu.












____________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang