32

1.7K 83 1
                                    

"Gimana enak?"

"Bangke Lo!"

"Ya nikmatin saja waktu tiga harimu di sini, tanpa harus memikirkan sekolah karena kamu udah di skors," ucap Seiji dengan tatapan yang meledek Raden.

"Awas lo, gue kasih pelajaran entar," ucap Raden.

"Saya sudah cukup pintar dalam pelajaran apapun, dari TK sampai SMA Aya selalu juara umum, dan saat kuliah saya mendapatkan IPK yang paling tinggi, jadi sepertinya yang harus di kasih pelajaran itu kamu bukan saya."

"Ria banget Lo jadi orang, mati masuk neraka Lo!"

"Syahadat Lo jir syahadat!"

"Hahahaha."

"Gila Lo, gue ngajarin agama malah di ketawain, dasar calon neraka!"

Raut wajah Seiji yang  awalnya ceria dan tertawa seketika terlihat sangat menyeramkan, menatap Raden dengan tatapan tajam seolah ingin memakannya.

"Ekhem! Saya Kristen," ucap Seiji sembari menunjukan kalung salib yang dia kenakan.

Sumpah demi apapun, Raden sangat malu sekali, Raden salah orang.

"Sialan Lo! Pergi gak pergi gakkkk!" Kaki Raden menendang nendang udara karena kesal sekali, mungkin jika tangannya tidak di ikat seperti ini Raden sudah membogem wajah mengerikan Seiji.

Jika kalian bertanya kenapa Raden bisa ada di sini? Bukannya tadi masih di sekolah maka tanyakan saja kepada Seiji.

Karena Seiji yang menggagalkan semua rencana Raden yang berniat ingin kabur dengan cara menyeruduk Seiji. Tadi Seiji malah melindungi dirinya dengan tas dokter yang sering dia bawa kemana-mana. Dan tas itu sangat keras sehingga kepala Raden harus mengalami yang namanya benjol ketika dia menyundul tas Seiji.

Raden juga tidak tau ketika dia di obati entah tidur atau pingsan karena di bius, tapi yang dia ingat dia sudah berada di sini dengan tangan dan kaki yang di rantai. Sungguh mengenaskan sekali, bahkan yang lebih parahnya lagi ketika Raden bertanya kenapa dia ada di sini suster itu hanya diam dan diam.

"SEIJI GUE MAU PIPIS!!"

"SEIJI CEPETAN KESINI GUE UDAH GAK TAHAN! WOYY!"

"SEIJI PLISSS KESINI DONG! GUE MAU PIPIS CEPETAN!"

"SEIJIIIIIIII"

"HUAAAAA PENGEN PIPIS!"

"SEIJI ANJING! CEPETAN BANGSAT, MONYET, BABI, SET Uhuk Uhuk Uhuk." Raden terbatuk karena dia terus berteriak.

"Sakit banget," Batin Raden, dia memejamkan matanya menahan sakit yang begitu menyiksanya.

Clekk

Raden membuka matanya dan melihat salah satu suster yang masuk.

"Sus cepetan Napa bukain ini gue udah gak tahan pengen pipis."

"Kata dokter Seiji pipis aja di sana gak papa," ucap suster itu, lalu dia keluar kembali.

"E--eh eh sus. HUAAAAA YA KALI GUE NGOMPOL DI SINI! WOY!"

"ASTAGHFIRULLAH! HUAAA GUE GAK BISA PIPIS DI CELANA!"

Raden sudah capek berteriak Mulu, dadanya sakit karena batuk. Jadi lebih baik dia tertidur menahan pipisnya, nanti saja jika Seiji sudah ke sini dia baru akan meminta Seiji untuk melepaskan borgol di kedua tangannya.
___________

Tok
Tok
Tok

Seorang pria bertubuh tegap berdiri dengan gagahnya di depan pintu rumah yang telah dia tinggalkan beberapa tahun lamanya.

Clek

Dengan perlahan pintupun terbuka dengan lebar menampakan sosok cantik dari dalam rumah ini. Dengan rambut yang di gerai, menambah kecantikannya.

"PAPA!"

Grepp

Mereka berpelukan dengan erat, melepaskan semua rindu yang telah lama di pendam.

"Aku kangen."

"Papa juga sayang."

"Mas? Astaga akhirnya kamu pulang juga mas," wanita paruh baya itu langsung memeluk sang suami yang baru pulang dari tugasnya sebagai pengabdi negara yang di tugaskan di salah satu daerah di Indonesia tentunya.

"Kalian kok semakin cantik aja? Pake apa sih? Mana wangi-wangi gini lagi."

"Gak pake apa-apa kok kan sama papa aku di larang pake make up, cuma pake parfum yang di beliin mamah."

"Pantesan."

"Ya udah kita masuk yuk, papa udah pegel banget nih pengen duduk."

Keluarga kecil yang sangat bahagia itu masuk ke dalam rumah, mereka berkumpul di ruang tengah, mereka mengobrol, bercerita bahkan berdebat karena hal kecil pun.
______

"Uhuk Uhuk Uhuk, ah sesek banget," lirih Raden karena terbangun dari tidurnya. Semenjak berteriak tadi Raden jadi sering batuk yang membuat dadanya sakit sekali.

Semenjak siang tadi juga Seiji tidak kembali ke kamar Raden. Di sana memang ada tombol darurat tapi Raden tidak bisa menggunakan tombol itu karena tangannya yang di borgol.

Monitor yang terus berbunyi nyaring sekali menambah ke gelisah Raden saat ini.

Clekk

"Astaga, maaf saya terlambat ke sini," seketika Seiji kaget karena Raden yang sepertinya menahan sakit, dan degan sigap dia melepaskan borgol di tangan Raden setelah itu dia memeriksa kondisi Raden.

Tidak butuh ijin dan apapun lagi Seiji langsung memakaikan masker oksigen kepada Raden.

"Uhuk Uhuk Uhuk."

"Pelan-pelan okey rileks." Setelah membantu Raden dan memeriksa kondisi Raden akhirnya anak itu bisa bernafas dengan normal meskipun harus di bantu dengan alat pernapasan.

"Pengen pipis," lirih Raden. Sedangkan Seiji kaget, ternyata dia tidak mendengar ucapan Seiji untuk mengompol saja karena tadi Seiji harus menangani pasien yang darurat.

"Tunggu dulu," Seiji berlari keluar setelah itu dia masuk kembali sembari membawa tabung oksigen mini, dia sengaja mengambil dulu alat itu supaya lebih ringan di bawa kemana-mana.

"Ayo saya bantu," Seiji membantu Raden untuk berjalan meskipun pelan sekali karena tubuh Raden yang sangat lemas sekali, bahkan hampir semua berat badan Raden bertumpu pada Seiji.

"Bentar," Raden berhenti terlebih dahulu. Padahal jarak kasur dengan toilet itu lumayan dekat tapi rasanya Raden berjalan berpuluh puluh kilo meter.

Setelah ada sedikit kendala, Raden sudah kembali ke tempat tidurnya, dia kembali tertidur dengan di temani oleh Seiji, meskipun siangnya Seiji sangat susah untuk ke ruangan Raden selain memeriksa kondisinya dan panggilan darurat, karena shift kerja Seiji itu dari pagi sampai siang dan dari shift nya berakhir sampai malam Seiji bisa menemani Raden.

"Tidurlah dengan nyenyak, bangunlah untuk berjuang sembuh." Seiji mengelus rambut Raden dengan pelan. Semenjak awal dia bertemu dengan Raden entah mengapa dia merasa nyaman dan rasa ingin melindungi anak itu muncul secara tiba-tiba.

"Permata kecilku."






____________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang