47

1.1K 41 0
                                    


Saat ini Raden tengah mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, pulang dari sekolah tadi Raden mendapatkan kabar dari Fano jika Fano tidak membuka cafe hari ini karena katanya ada pendemo. Jadi Raden sedikit bersantai mengendarai motornya di jalan.

Ketika sedang asik menjalankan motornya, tiba-tiba ada yang melempari Raden dengan balok kayu yang lumayan besar, untunglah Raden tidak terjatuh.

Raden turun dari motornya dan mencari siapa pelakunya, Raden tidak punya salah apapun, bahkan dia mengendarai motor dengan benar kenapa ada yang melempari Raden degan balok kayu se gede gaban.

"Kuat juga Lo."

Raden membalikan badannya melihat siapa itu. Kaki Raden mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dengan orang itu, entah dari mana datangnya dia Raden tidak tau.

"Kok mundur sih? Sini dong, gue kan kangen sama tubuh Lo," ucapnya dengan tangan merentangkan tangannya.

Bukannya mendekat Raden malah semakin mundur, entah mimpi apa tadi malam sehingga Raden bertemu dengan orang yang selam ini Raden benci.

Bughh
Brukk

Tanpa aba-aba dia memukul wajah Raden dengan kencang membuat Raden tersungkur ke lantai.

Raden tidak tinggal diam, dia membalas pukulan orang itu hingga terjadilah pertengkaran antara mereka berdua, tidak ada yang memisahkan mereka karena Sekarang mereka berada di jalan yang sepi hanya ada beberapa kendaraan saja yang melintas di sana.

Wajah Raden sudah penuh dengan lembab di mana-mana, bahkan sudut bibir dan sudut matanya sudah mengeluarkan darah sedangkan orang itu hanya mendapatkan lembab saja tidak sampai berdarah seperti Raden.

Meskipun Raden merasa lelah, dia tidak akan menyerah, Raden harus bisa lepas darinya, bagaimanapun caranya.

Grepe

Raden lengah, dia menubruk tubuh Raden hingga terjatuh terlentang di atas jalan. Dia menindih tubuh Raden degan tangan yang mencekik leher Raden.

"Hakkk... Ha... Lep---pas!" Tangan Raden terus memukul orang yang ada di atasnya, namun tenaganya sudah terkuras, jadi rasanya percuma Raden melawan.

"Udah lama kita gak ketemu. Gue kira Lo udah mati," ucap orang itu dengan senyuman sinis.

"Gue... Ga---gak akan mat---i se---secepat ituhhh," ucap Raden meskipun terbata-bata karena tercekik.

"Baguslah, itu yang gue mau," akhirnya dia melepaskan tangannya yang mencekik leher Raden.

"Sampai jumpa di lain waktu," ucapnya.

Setelah kejadian tadi Raden langsung pulang ke kosannya. Mengunci semua akses keluar masuk dan bersembunyi di pojok ruangan dengan lampu yang mati.

Raden jadi takut untuk keluar rumah sekarang, apalagi dia sudah kembali, terus bagaimana bisa Raden menyingkirkan mereka semua sendirian. Mereka datang secara bersamaan, bahkan tujuan mereka sama yaitu melenyapkan Raden.

Hanya Raden lah yang di incar oleh mereka, mereka ingin membalas kan dendam yang mereka pendam belasan tahun silam dengan cara melenyapkan Raden.

Entah dari mana mereka bisa tau jika Raden itu anak ayahnya, bahkan Raden sendiri pun belum pernah di kenalkan degan teman-teman ayahnya, tapi kenapa mereka bisa tau dan mengincar Raden untuk membalaskan dendamnya.

Raden hanya bisa terdiam, pikirannya berkelana untuk mencari jawaban pertanyaan yang terus melintas di otaknya tanpa henti.

Sepertinya malam ini juga Raden tidak akan bisa tertidur, hingga terjawab semua pertanyaannya Raden baru akan bisa tertidur. Capek, Raden merasakannya tapi ya mau gimana lagi ini sudah terlanjur, Raden terlanjur jatuh ke lubang yang sempit, gelap dan juga pengap, tidak ada orang lain selain dirinya sendiri.

Sedangkan di luar, Gaza dan kawan-kawannya terus menggedor pintu kamar Raden, tapi tidak ada jawaban sama sekali dari dalam.

"Gak ada lagi," ucap Gaza pasrah.

"Ya udah lah besok saja." Ucap Tara, hari ini dia ikut bersama Gaza untuk menjenguk calon anggota barunya.

Ya tadi Gaza sudah menceritakan semuanya kepada Tara, termasuk meminta ijin supaya Raden masuk ke geng mereka dan menjadi salah satu anggota mereka.

Dan Tara pun setuju, malam ini mereka ingin menemui Raden untuk menjenguk sekaligus mengajak Raden untuk bergabung dengan mereka, tapi sepertinya Raden tidak ada di kamarnya.

Sebenarnya mereka merasa aneh karena beberapa jadi ini Raden tidak ada di kosannya, bahkan untuk sekedar pulang pun Raden sangat jarang sekali.
_________

"Raden!" Keyala melambaikan tangannya.

"Den, si Ilham ngajak kita main ke rumahnya," ucap Keyala.

"Gak, gue sibuk," ucap Raden.

Mungkin dengan ini Raden bisa hidup tenang kembali, menjauhi semua orang meskipun mereka memandang benci, jijik dan yang lainnya. Demi kebaikannya Raden akan melakukan apapun.

Setelah meninggalkan Keyala, kini Raden sudah nangkring di atas pohon keramat kesayangannya.

Baru saja Raden akan menerima mereka semua menjadi temannya, ya biar bisa mengusir rasa kesepian Raden selama ini yang hidup sendirian, tapi kini dengan berat hatinya Raden harus menutup kembali kesempatan mereka untuk dekat dengannya.

Sepertinya memang sudah lebih baik Raden hidup sendirian di dunia ini dari pada harus berjuang sendirian untuk mempertahankan nyawanya, meskipun umur tidak ada yang tau setidaknya dengan cara ini Raden bisa hidup lebih lama dan mati karena waktunya sudah habis.

Raden bahagia sekali ketika teman masa kecilnya dulu telah kembali bersamanya, berkat Keyala Raden masih bisa hidup, berkat bantuan Keyala Raden masih bisa bertahan sampai sekarang, tanpa Keyala mungkin Raden sudah mencoba yang namanya bunuh diri.

Ilham, meskipun awalnya Raden kurang percaya dengan dia yang tiba-tiba mengatakan ingin menjadi temannya  tapi dengan se iringnya waktu dan Raden melihat ke khawatiran di wajah Ilham ketika Raden terluka membuat Raden semakin yakin jika dia benar-benar ingin menjadi temannya, bukan karena kasihan kepada Raden yang hidup sebatang kara, miskin, dan juga tidak punya teman.

"Apa gue pindah sekolah aja? Tapi kemana? Dia gak mungkin lepasin gue gitu aja."

Pikiran Raden sudah buntu sekali, entah harus cara apa lagi dia agar bisa menghindar dari nya. Pindah sekolahpun rasanya percuma, Raden sudah terlanjur terkurung di penjara tak kasat mata yang dia buat.

Jika keluar pun Raden mau kemana? Justru di luaran sana masih ada orang yang lebih kejam mengincar Raden dan ingin membunuh Raden. Seharusnya Raden sedikit bersyukur karena dia tidak akan membiarkan mereka menyentuh Raden sedikitpun, hanya dia yang boleh menyentuh Raden.

"Ayah, bunda, ke sini dong, Raden ada di sini, bantuin Raden, Raden butuh kalian," kepala Raden mendongak menatap langit yang biru.











____________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang