41

1.3K 63 0
                                    

Seperti sehelai daun yang terjatuh lalu menjauh karena tertiup angin, semakin jauh angin membawa ya, hingga tak terlihat lagi.

Tersenyum ketika melihat dan menggeleng seolah tidak terjadi apa apa, tapi tanpa sadar ada sesuatu yang terasa memudah secara perlahan.

*Menyerah* hanya itu yang ada di otak Raden saat ini. Dia tidak tau harus melakukan apa lagi, seolah dunia tidak mendukung nya untuk tersenyum sesaat pun.

Di temani oleh senja dan angin, adalah hal yang sangat biasa, kesunyian seolah sudah menjadi keluarganya yang baru.

"Mati," lirih Raden sembari menunduk.

"Mereka jangan mati, biar gue aja yang mati," ucap Raden kepada dirinya sendiri. Raden ke bingung antara menunggu di jemput atau menemuinya langsung.

Untuk sekarang Raden hanya ingin sendiri tanpa di ganggu siapapun, biarkan Raden berdamai dengan kesedihannya lagi.

Tin

Dor

Raden seketika terduduk ketika dia merasakan kakinya yang amat sakit. Raden juga melihat mobil berwarna hitam itu yang melintas di sampingnya itu melaju degan kecepatan penuh dan berhenti mandadak.

Raden meringis kesakitan ketika melihat kakinya yang terluka karena tembakkan tadi, entah siapa yang melakukan hal se tega ini. Tidak tahukah jika kakinya yang sakit tambah mereka menembak tepat di betis kakinya.

Raden membulatkan matanya ketika melihat mobil yang melaju kencang tadi tiba-tiba mundur dengan kecepatan penuh. Untunglah Raden masih sanggup untuk berdiri dan menghindar jika tidak mungkin Raden sudah terlindas.

Raden berlari kembali ketika melihat siapa orang yang ada di dalam mobil itu. Dengan kondisinya yang seperti ini Raden sudah tidak mampu untuk berlari kencang. Sembari berlari Raden melihat ke belakang ternyata orang yang ada di dalam mobil tadi terus mengejar Raden sembari membawa pistol.

Takut dan rasa sakit yang paling besar Raden rasakan, dia sudah tidak tau lagi harus berbuat apa, kemana dia akan pergi dan kepada siapa dia akan meminta tolong.

"Gue harus ngumpet di mana,"

Raden terus berlari ketakutan, bahkan Raden sudah masuk ke area hutan tapi di belakang dia tetap mengejar Raden.

Dor

Suara tembakan itu kembali terdengar, se segera mungkin Raden harus bersembunyi sekarang. Dia melihat semak-semak yang kanan dan kirinya lumayan tertutupi, Raden masuk kedalam semak-semak itu dengan kaki yang di selonjorkan  dan terdiam menutup mulutnya menggunakan kedua tangan supaya tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Raden takut jika dia mengeluarkan suara orang itu akan menemukannya.

Raden mendengar suara langkah manusia yang mendekatinya, apakah dia menemukan Raden ada di sini? Kenapa? Padahal semak-semak ini terlalu tertutup dan gelap seharusnya dia tidak menemukan keberadaan Raden di sini.

"Keluar lah."

Deg

Jantung Raden terus berdetak lebih kencang ketika mendengar suara itu.

"KELUAR!"

Raden masih terdiam di tempatnya, dia tidak mau keluar dari semak-semak ini, Raden tau jika orang itu hanya memancingnya saja setelah itu membunuh Raden.

"Siapapun, siapapun tolongin gue plis."

"Musuh ayah terlalu banyak, Gue gak bisa lawan mereka sendirian."

Raden masih berusaha untuk tenang, memikirkan cara bagaimana dia bisa lepas dari orang itu.

Dia sangat menyesal Sekarang, kenapa tadi tidak langsung menghampiri Arik saja yang menunggunya, kenapa Raden kabur,padahal orang itu ada di dalam, dia tidak akan tau Raden pulang bersama siapa.

Karena larut dalam pikirannya, Raden sampai Idak sadar jika kakinya di pegang seseorang dan di tarik keluar, tentu saja Raden memberontak dan ingin kabur, tapi tenaga orang itu terlalu kuat.

"Raden, anak yang malang, seharusnya kamu mati saja dari pada harus menanggung beban kesalahan ayahmu," ucap orang itu. Raden hanya menatap orang itu degan tajam.

"Kenapa dia ada di sini? Bukan kah dia sudah mati?"

Raden terus memberontak untuk bisa kabur dari hadapannya, dia orang yang dulu pernah menyusup ke rumah keluarga Raden dengan menyamar sebagai tetangga baru. Saat itu dunia bisnis ayah Raden sedang naik daun, siapa yang tidak tau dengannya, siapa yang tidak tau berapa besar kekayaannya, semua orang tau dia. Dan banyak juga perusahaan-perusahaan lain yang menghalalkan seribu macam cara supaya keluarga ayah Raden itu bangkrut dan semua perusahaan yang dia bangun dari nol musnah.

Malam itu, dia datang untuk berkunjung ke rumah dengan alibi 'silahturahmi' sebagai tetangga baru. Awalnya baik-baik saja mereka mengobrol bersama, makan bersama sangking asiknya mereka tidak sadar jika mereka mengobrol hingga larut malam. Tepat jam dua belas malam dia mulai melancarkan aksinya dengan cara mengepung rumah keluarga Raden, bahkan si musuh membunuh beberapa pembantu yang bekerja di sana. Darah yang tergenang di mana-mana, mayat bergeletakan di lantai sungguh pemandangan yang membuat Raden merasa jijik dan trauma.

Dia yang sekarang ada di hadapan Raden dulu pernah di tembak tepat di kepalanya hingga merenggut nyawa. Kini kembali lagi, dengan dendam yang sama yaitu menghancurkan keluarga Raden.

"Tidak ada gunanya kamu seperti ini Raden, musuh ayah kamu itu bukan hanya saya saja tapi banyak, lebih baik sekarang kamu serahkan diri kamu kepada saya terlebih dahulu dan saya berjanji akan menyerahkan kepala kamu kepada keluarga mu nanti. Saya ingin melihat bagaimana ekspresi mereka ketika melihat kepala tanpa tubuh sampe ke tangan mereka."

"PERCUMA! PERCUMA OM BUNUH SAYA KARENA SAYA BUKAN ANAK DIA!"

"Kamu pikir saya anak kecil yang gampang kamu bohongi? Saya sudah tau jika kamu itu anak biologis dia Raden."

"GUE BUKAN ANAKNYA, JADI STOP GANGGU GUE!"

"Saya mau mengganggu kamu jika bukan ayah kamu duluan yang mengganggu saya. Dan kamu tau kenapa saya memilih kamu dari pada anak-anak yang lain?" Ucap orang misterius itu.

"Karena kamu itu pinter, pintar bersembunyi supaya kita tidak menemukan kamu, kamu jauh dari jangkauan keluarga ataupun orang suruhan orang tua kamu yang memudahkan saya untuk menangkap kamu."

"GUE UDAH BILANG BEBERAPA KALI SAMA KALIAN SEMUA, KALO GUE GAK TAU MASALAH KALIAN APA! DAN GUE JUGA GAK ADA URUSAN SAMA KALIAN! KENAPA KALIAN NGEJAR-NGEJAR GUE TERUS?!"

"STOP NGEJAR-NGEJAR GUE KARENA GUE GAK PUNYA URUSAN SAMA KALIAN!"

"Tentu ada, kamu punya urusan sama saya. Kamu ingat siapa yang sudah menembak kepala saya hah?"

Raden hanya mampu terdiam seribu bahasa, dia sudah tidak tau lagi harus melakukan apa.

"Gue nembak Lo karena gue takut Lo lukain bunda dan saudara-saudara gue, gue terpaksa ngelakuin itu semua."






___________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang