53

1.1K 56 0
                                    


Hari ini Raden dan Arik bolos sekolah di jam ke dua, mereka saat ini tengah berada di atap sekolah.

"Rik, Lo emang gak malu ya punya teman penyakitan kaya gue?"

"Gak."

"Padahal gue nyusahin Lo," Raden menatap wajah Arik dari bawah.

"Gue suka."

"Rik, kalo gue minta sikap Lo berubah gimana?" Tanya Raden.

"Gimana?"

"Ya jangan dingin-dingin amat lah sama orang, nanti gak ada cewek yang suka sama Lo gimana terus entar Lo jomblo sampe tua? Gak ada keturunan padahal Lo kan ganteng."

"Makasih," ucap Arik santai.

"Kampret Lo!" Raden menampar wajah Arik pelan tapi bikin kepala Arik noleh ke samping.

"Gue serius! Gue gak mau sikap Lo kaya gini terus, gue mau Lo jadi orang ya ramah, sering senyum ke temen-temen Lo, ngomong Lo juga jangan irit irit amat."

"Kalo bisa," jawab Arik.

"Rik, kok gue ngerasa takut ya," ucap Raden.

"Kenapa?"

"Gue takut penyakit gue ini merenggut nyawa gue, gue beneran takut Rik," ucap Raden.

"Gak akan pernah, gue bakalan lakuin apapun demi Lo sembuh, kalo mau kita ke luar negri sekarang buat berobat," ujar Arik.

"Mau sih, tapi gue gak punya duit sebanyak itu kampret, dah lah di Indonesia aja."

Sepertinya Arik akan menelpon dokter dari luar negri untuk merawat Raden di Indonesia hingga sembuh.

"Lo mau jantung gue?" Ucap Arik.

"Gak! Gue mau nikmatin aja rasa sakit yang dulu pernah bunda gue alami selama mengandung gue, tapi untungnya ayah saya bunda itu dokter spesialis jantung jadi ayah bisa menyelamatkan bunda waktu itu."

"Tapi mereka belum tentu bisa nyelamatin gue, ya kan?" Raden menatap wajah Arik.

"Orang tua Lo masih hidup?"

"Ya, mereka ada di sekitar gue."

"Siapa?"

"Dia sering ke kamar gue kalo gue lagi di rawat," ucap Raden.

"Seiji?"

"Mungkin."

"Bang, kalo suatu saat nanti keluarga gue nolak jasad gue, Lo mau gak urus jasad gue?" Pernyataan yang sangat konyol sekali, Arik Bakan berfikir jika Raden ini masih anak-anak yang tidak tau soal kematian.

"Siapa keluarga Lo?" Tanya balik Arik.

Brakk

"ANJING GUE NYARI LO PADA JUGA DARI TADI, TERNYATA DI SINI?!"

Arik dan Raden tersentak kaget, bahkan sekarang bukan orang itu yang Arik pedulikan, Sekarang dia malah memperdulikan Raden yang tengah meringis kesakitan dengan tangannya yang memegang dada, Raden kaget jadi penyakitnya kambuh kembali.

Dengan sigap Arik menggendong Raden, dia berlarian di tangga menuju UKS, setibanya di sana ternyata tidak ada penjaga UKS satu orang pun, Arik sudah berteriak marah-marah karena Raden sudah hampir kehilangan kesadarannya.

"Kenapa kak?" Tiba-tiba ada anak PMR yang menghampiri mereka berdua.

"Kasih dia oksigen!" Ucap Arik degan nada yang marah.

Tangan Raden terus menggenggam tangan Arik dengan erat. Hingga anggota PMR itu memasangkan masker oksigen dan Raden sedikit melonggarkan genggamannya.

Ilham si pelaku pendobrakan pintu tadi pun sama paniknya dengan Arik, dia mengikuti Arik yang menggendong Raden dari belakang, sungguh Ilham tidak tau jika hal ini akan terjadi.

"Bang maaf gue gak sengaja," lirih Ilham.

Bughh

Satu pukulan berhasil mendarat di pipi Ilham dan di pelaku kini menatap Ilham dengan penuh kebencian.

"Bang udah," lirih Raden pelan.
___________

Di sore hari terlihat serang perempuan yang tengah berdiri di depan gerbang salah satu rumah yang mewah itu, sudah sekitar satu jam lebih dia berdiri di sana, satpam yang bertugas pun sudah membuka kan gerbang nya tapi dia masih enggan untuk masuk ke dalam.

Dia menarik nafas lalu membuangnya perlahan, perempuan memakai baju SMA itu pun langsung berjalan ke dalam.

"Yang kok ke sini gak ngabarin aku sih?" Tanya Tara kepada perempuan cantik itu.

"Bunda kamu ada?"

"Ada kok, tuh di ruang keluarga lagi nonton," ucap Tara.

"Kamu ke kamar duluan aja, aku mau ngobrol sesuatu dulu sama bunda," ucapnya dan di angguki oleh Tara.

Dia berjalan ke ruang tamu rumah yang dia pijak, dia sudah terlalu sering datang ke rumah ini sehingga dia tau betul di mana letak ruang keluarga itu.

"Bunda."

"Keyala, astaga sini nak kamu kok baru ke sini sekarang sih?" Qila menyambut Keyala dengan hangat.

"Bund, aku mau ngomong sesuatu sama bunda."

"Apa?"

"Bunda masih ingat sama dia kan?" Tanya Keyala membuat Qila terdiam seribu bahasa.

"Bund, dia ada di sekitar kita Bun, bunda gak kangen sama dia? Bunda gak mau cari dia lagi?" Ucap Keyala.

"Dia siapa sih sayang, udah ah kamu ngelantur terus, lebih baik sekarang kamu temuin tar----"

"Anak bunda ada tiga kan? Kak Tara, Calvin sama Raden."

"CUKUP! Bunda gak mau bahas itu lagi lebih baik sekarang kamu temuin Tara saja."

"Bund, kasian Raden bund, dia mau ketemu sama bunda sebentar bund," Keyala memegang tangan Qila tapi malah di tepis oleh Qila.

"Bund, selama ini Raden nungguin bunda, dia mau bunda jemput dia lagi, Raden mau dia kembali lagi ke keluarga ini bund, bunda tega sama anak bungsu bunda sendiri?"

"Apa bunda pernah berpikir bagaimana kehidupan Raden di luaran sana? Apa bunda pernah merasakan khawatir sama Raden? Raden saja mengkhawatirkan bundanya sendiri tapi kenapa bunda gak ada rasa sama sekali hah? Bunda itu seorang ibu."

"Aku tau kok Raden itu itu tidak pernah Bunda anggap sebagai anak kalian kan? Aku juga tau Om Affan termasuk bunda juga dulu sering pukuli Raden, terus kalian usir Raden ketika dia masih berumur tujuh taun, apa kalian gak mikir bagaimana nasib anak tujuh tau itu hidup Luntang Lantung di jalanan? Asal bunda tau selama ini Raden menyayangi kalian, bahkan sampai detik ini pun Raden masih menganggap kalian keluarganya, kenapa kalian se tega itu sih? Raden itu gak salah, dia gak tau apa-apa tentang masalah keluarga kalian bund."

"Cukup Keyala! Dia itu anak pembawa sial, seharusnya dia itu tidak lahir dari rahim saya!"

"SADAR BUNDA! RADEN JUGA ANAK BUNDA, SEKARANG DIA LAGI BUTUH BUNDA, DIA CUMA MAU SISA HIDUPNYA DI DAMPINGI SAMA BUNDA! SE SEDERHANA ITU, TAPI KENAPA KALIAN TAK BISA MENGABULKANNYA?!"












___________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang