3. Ingatan Mereka

1.3K 94 3
                                    


"AYO,  gue anterin pulang." Kenzie menunjuk jok belakang dengan dagunya. Dari balik helm yang ia pakai, cowok itu menyorot Anyara dengan pandangan lembut. Anyara yang sedari tadi berdiri di tepi jalan, menunggu angkot tapi tidak jua menampakkan diri, terkesiap mendapati Kenzie berhenti di depannya.

"Aku bisa pulang sendiri. Kamu duluan aja gak apa-apa." Dia berujar tidak enak. Tidak mau merepotkan. Tapi, Kenzie terlalu keras kepala untuk dibantah.

"Naik. Gue yang anterin. Cepetan."

"Tapi, nanti ada yang salah paham," cicit Anyara. Masih teringat akan tindakan Belva. Ia jadi tidak berani terlalu dekat dengan Kenzie.

"Gue gak bakal biarin dia nyakitin lo lagi. Percaya sama gue." Perkataan Kenzie membuat Anyara mengangkat pandangan. Berbalas tatap dengannya dalam waktu yang lama.

°°°

Antagonist

"Mikir lo ngebenci gue itu adalah ketakutan terbesar gue."

°°°

"Kenzieeeee! Jangan tinggalin Belva!" Belva kecil berlari sekuat tenaga sambil menahan tangis, melihat punggung Kenzie yang kian jauh dan tidak bisa disentuh. Belva semakin menangis.

"Kalau gak lari Kenzie bakal pergi! Pergi yang jauh!" Kenzie berbalik, memelankan larinya dan berjalan mundur. Dia tertawa melihat Belva yang kewalahan mengejarnya menangis.

"Kenzie! Kenzie!" Belva terus meneriaki nama Kenzie. Dia tersandung, jatuh. Lututnya berdarah, tangisnya makin kencang.

Tidak. Bukan karena lukanya. Tapi, Belva menangis karena ia tidak bisa berdiri dan kembali mengejar Kenzie. Belva tidak bisa berlari ke arah Kenzie sedangkan cowok itu masih kelihatan jauh. Belva takut Kenzie pergi. Belva tidak mau ditinggal Kenzie pergi.

"Kenzie, sakit! Belva sakit!"

Kenzie menghentikan larinya, menoleh ke belakang. Dia tersenyum melihat Belva masih menangis meneriaki namanya dengan keras. Kenzie kemudian berlari ke arah Belva kecil berjongkok di depan anak perempuan itu dan melihat luka di lututnya.

Tangis Belva berhenti. Namun, dia masih senggunggukkan.

"Lukanya sakit?"

Belva mengangguk dengan mata sembab.

Kenzie meniupi luka di lutut Belva. Dia jadi merasa bersalah. Sedikit pun Kenzie tidak berniat meninggalkan Belva. Apalagi sampai membuat anak ini terluka. Kenzie mendekat. Dia mengecup lembit kedua kelopak mata Belva bergantian. Hal yang selalu dia lakukan ketika Belva menangis.

"Udah. Maafin Kenzie. Belva jangan nangis lagi."

Belva meraih baju Kenzie, mencengkeramnya erat-erat. "Jangan pergi lagi. Jangan jauh-jauh dari Belva, Kenzie."

"Enggak. Kenzie gak bakalan ninggalin Belva. Kenzie cuma milik Belva." Kenzie berbalik, memberikan punggungnya pada Belva. "Belva bisa berdiri? Naik ke punggung Kenzie, ya?"

Meskii masih terisak, Belva mengangguk. Ia berpegangan pada pundak Kenzie, pelan-pelan naik ke punggung anak laki-laki itu. Dengan susah payah, Kenzie berdiri, menggendong Belva dan mulai berjalan pulang.

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang