Hampir setengah hari, Anyara tidak bertemu dengan Kenzie. Semenjak melihat Kenzie diam-diam pagi tadi, Anyara tidak berani menjumpainya lagi. Lebih tepatnya, Anyara terlalu takut. Interaksi Kenzie dan Belva jauh lebih dekat dari biasanya. Kenzie seperti sosok yang berbeda. Dia bahkan tidak mencarinya juga.Menghela napas panjang, Anyara menelungkupkan kepala dalam lipatan tangan-tangannya. Anyara harusnya senang karena Kenzie tidak membenci Belva lagi. Harusnya Anyara senang karena Kenzie tidak menyakiti Belva lagi.
Tapi, mau menampik sejauh apa pun, dalam relungnya, ada secuil nyeri yang tidak mau menerima keberadaan Belva di sekitar Kenzie. Anyara tidak bisa bohong bahwa ia takut Kenzie akan berpaling padanya.
"Ra, kantin yuk!" Naina melompat berdiri di samping Anyara. Menumpukan kedua tangan di meja cewek yang masih tak bergerak selama beberapa saat itu. "Ra?"
"Kamu aja. Aku mau di kelas." Anyara memutar kepala, tiduran sambil mendongak mwnatap balas Naina dan tersenyum kecil. Naina mengerutkan dahi. Merasa aneh dengan senyuman itu.
"Lo kenapa? Lemes gitu, gak usah sok-sok senyum deh. Cerita sama gue."
"Enggak ada apa-apa. Aku cuma lagi PMS. Agak sakit." Anyara beralibi. Naina menghela napas, mengangguk.
"Ya, udah. Gue duluan. Mau nitip?"
Anyara menggeleng.
"Oke, duluan!" Melambaikan tangan, Naina bergegas pergi dari kelas, meninggalkan Anyara sendirian dalam ruangan itu.
Mengembuskan napas berat, kembali pada posisi sebelumnya, Anyara mengeratkan tangan-tangannya memeluk wajahnya. Ia berharap Kenzie menemuinya. Ia harap Kenzie sebentar lagi akan datang dan kembali bersikap ramah seperti biasanya.
°°°
Antagonist"Gue mau Kenzie lepas bukan karena gue cinta, tapi karena dia berhak hidup tanpa kendali plot sialan lo, Berengsek!"
°°°
Belva meregangkan kedua tangannya. Ia menoleh ke samping. Fiara masih tidur dengan buku menutupi wajahnya. Pelajaran kimia baru saja selesai. Guru berkepala botak yang hanya menjelaskan sambil duduk itu telah meninggalkan kelas. Belva tadinya ingin tidur. Tapi, ia mengurungkan niatnya karena sang guru menyuruhnya untuk menghapus papan tulis saat Belva tengah bersiap bersembunyi di balik buku.
Belva membereskan buku-bukunya. Memasukkan dalam laci beserta pulpen dan kotak pensil. Ia nyaris bangun dari bangkunya. Namun, seseorang sudah berdiri di sampingnya hingga Belva nyaris terjungkal ke belakang.
"Astaga naga!" Mendongak, memberi tatapan horor pada sang pelaku, Belva menggeram dalam hati saat tahu Kenzie hanya menatapnya tanpa ekspresi. Bersidekap, seakan menunggunya. "Lo sejak kapan di sini? Dan ngapain ngagetin gue?"
"Lo bilang mau ngomong berdua sama gue. Ayo."
Belva berkedip sekali, menaikkan sebelah alis. Tidak salah lagi. Kenzie di depannya ini pasti masih bukan Kenzie si karakter novel. Kenzie itu bahkan tidak sudi melihat wajahnya. Berbeda jauh, Kenzie di depannya ini benar-benar mengenal Belva.
Menahan untuk tidak tersenyum, Belva berdeham. Ia mendorong dada Kenzie dan beranjak dari kursinya. Lantas berjalan dulu tanpa mengatakan sepatah kata pun. Kenzie mengernyit. Tapi, ia tetap mengekori cewek itu di belakang. Hingga mereka melewati koridor. Menjadi pusat atensi karena pertama kalinya Kenzie yang mengejar Belva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Antagonist [END]
Teen FictionBelvania benar-benar terkejut ketika seorang cewek bernama Raya datang, memintanya untuk berhenti mencintai Kenzie atau ia akan mati. Awalnya Belva tidak mau mengindahkan sama sekali. Karena mau seburuk apapun perlakuan Kenzie padanya, Belva tidak b...