"BELVA, kamu kenapa narik tangan Anyara?" Gian bertanya dengan nada berat. Ia duduk di sofa tunggal, menyilangkan kaki, menatap dingin pada cewek yang duduk bersebelahan dengan Laura.Belva tidak berani mendongakkan pandangan. Gian jarang sekali berlaku seperti ini padanya. Biasanya Gian akan selalu membela Belva jika Kenzie membentak atau memarahinya. Belva melirik Anyara. Cewek itu duduk di depannya bersama Kenzie. Ia hanya diam sedang Kenzie menatap tajam.
"Belva gak suka sama dia." Belva rasa ia tidak perlu menutupi kebenciannya pada Anyara. Ia bukan pengumpat di belakang. Belva juga tidak mau pura-pura di depan cewek perebut Kenzie itu.
Terdengar helaan napas dari Gian. Ia memijit pelipisnya, menumpukan satu siku di pinggiran sofa dan bertopang dagu. "Emang Anyara salah apa?"
"Dia ngerebut Kenzie!" Belva meninggikan nada bicaranya. Langsung menunjuk ke arah Anyara tanpa segan-segan. Anyara tampak tersentak.
"Turunin tangan lo atau gue patahin." Kenzie mengancam. Belva tidak mengindahkan, ia balas memelototi cowok itu lalu menurunkan tangannya sebal.
"Belva, udah, ya. Tante gak suka kamu kasar kayak tadi. Bahaya tahu, gak?" Laura mencubit hidung Belva. Wanita tidak berusaha membuat Belva merasa tersinggung. Karena Laura tahu, Belva memang cemburuan jika berhubungan dengan Kenzie.
"Mending lo balik sana! Ngerusak atmosfer, ngerti?" Kenzie berkata ketus. Gian menatap tajam dia kemudian.
"Kenzie, tolong, ya. Kamu juga jangan terlalu ngumbar kebencian gitu. Gak baik."
"Gara-gara dia Anyara hampir luka. Mama sendiri juga liat." Kenzie mendengus. Ia berdiri sambil menarik tangan Anyara. "Kenzie mau keluar sama Anyara aja."
"Maaf, Om, Tante. Maaf karena aku bikin ribut di sini." Anyara buru-buru berkata sebelum Kenzie sempat menyeretnya dari sana. Ia bahkan juga menundukkan kepala dan memasang air muka menyesal. Berbeda Kenzie malah berdecak mendengar perkataan cewek itu.
"Apaan, sih, Ra? Bukan lo tapi cewek gak tahu malu itu, paham?"
Menarik paksa Anyara keluar dari ruangan itu, Kenzie membawa Anyara pergi hingga meninggalkan Belva hanya bersama Gian dan Laura. Gian menghela napas panjang lalu memutar pandangan pada Belva. Cewek yang tampak mengepalkan tangan menatap jejak kepergian Kenzie lekat-lekat.
"Belva," panggil Gian membuat Belva menoleh, "tolong jangan diulangin lagi."
Sesaat diam, Belva lantas hanya mengangguk lemah. Perlahan kepala kedua tangannya mengendur.
"Om paham kamu naksir sama Kenzie."
"Belva, tuh, udah cinta mati, Om!" Belva merengek.
"Hush!" Laura mencubit pipi Belva. "Jangan bawa-bawa mati. Lagian Kenzie udah sering bentak sama marah-marah ke kamu. Masih suka?"
Belva mengangguk.
Laura tertawa. "Bisa-bisanya kamu ini. Tante sebenernya sedih, lho, kamu sering dimarahin sama Kenzie. Makanya kalau bisa mending kamu cari cowok lain aja. Tante gak mau kamu sakit hati terus-terusan."
"Belva tahu Kenzie gak pernah bener-bener benci Belva, Tan." Belva tersenyum. "Kan, Kenzie sendiri yang bilang kalau Kenzie punya Belva."
°°°
Antagonist"Berhenti suka sama seseorang yang nyakitin kamu."
°°°
Malam sekitar pukul satu, Belva melenguh dari tidurnya. Ia menatap sekitar lalu bangun dari tidurnya. Belva masuk dalam kamar sekitar pukul sebelas. Ia tadinya ingin menunggu Kenzie pulang tapi Laura keburu menyuruhnya istirahat. Alhasil, Belva jadi kebangun.
Merasa kerongkongannya sedikit serak, Belva memutuskan beranjak dari tempat tidur. Keluar kamar, di antara cahaya remang ia berjalan menuju dapur. Kamar tamu yang Belva tempati berada di sebelah kamar Kenzie. Saat ia melewati kamar cowok itu, Belva menolehkan kepala dan menatap pintu itu lekat-lekat.
Belva rasa Kenzie sudah pulang. Cowok itu mungkin tengah tertidur pulas. Belva tidak mau menganggu. Makanya ia berusaha menahan diri dan berlalu. Tapi, baru mau melanjutkan langkah Belva tersentak ketika pintu kamar itu terbuka.
Menoleh spontan, Belva tergugu mendapati Kenzie berdiri sama terkejutnya dengan dirinya. Cowok itu diam sesaat sebelum akhirnya melewati Belva begitu saja dan berjalan menuruni tangga. Belva menyusul cowok itu. Mereka sama-sama melangkah ke dapur. Saat Kenzie meneguk air dari gelas sambil berdiri di samping meja makan, Belva diam di seberang meja memeperhatikan.
"Berhenti ngeliatin gue." Kenzie menaruh gelas kosong di atas meja. Ia memberi pandangan datar. Belva membuang muka sebentar. Lalu kembali melihat padanya.
"Lo pulang jam berapa?"
"Urusan lo?"
"Gue nungguin lo!"
"Gue gak minta buat ditungguin." Kenzie berjalan melewati Belva begitu saja. Tapi, Belva menahan lengan cowok itu. Hingga membuatnya berbalik seketika.
"Ken, kenapa, sih, gak bisa nerima gue?" tanya Belva pelan. Ia menatap sedikit kalut. Diam-diam, cekalannya mengerat pada lengan Kenzie. "Apa lo suka sama Anyara atas kesadaran lo sendiri? Lo gak ngerasa aneh sedikit pun tiap kali bentak atau marahin gue? Padahal lo dulu gak pernah naikin oktaf suara lo tiap kali ngomong sama gue."
Kenzie terdiam.
"Gue pernah nangis, lho, waktu lo tinggal lari. Jadi jangan lari lagi." Belva mencicit. Menundukkan kepala dalam-dalam, tidak mau menunjukkan air mukanya sedikit pun.
Sesaat kemudian ia terhenyak ketika Kenzie mengusap kepalanya. Belva mendongak dalam sedetik. Dia tertegun kala sadar sinar mata Kenzie berbeda dari sebelumnya.
"Lo ... " Kenzie tidak melanjutkan kalimatnya. Ia mengerjap beberapa kali, kemudian menarik tangannya dari Belva. Kenzie tampak linglung.
"Lo gak apa-apa?" tanya Belva, sedikit khawatir.
"Jauhin gue kalau gue nyakitin lo." Kenzie berkata singkat lantas memutar tubuh dan berjalan lebih cepat meninggalkan Belva. Cowok itu memukul pelan kepalanya. Kenzie mengernyit ketika dalam kepalanya suara-suara Belva terdengar.
"Kenzie, kamu tuh gak boleh pergi jauh-jauh!"
"Iya, Kenzie di sini, Belva."
"Kenzie, liat deh. Kucing Belva cantik, kan?"
"Belva lebih cantik."
"Kenzie di sini aja, ya?"
"Iya, Kenzie di sini sama Belva."
Belva menghela napas lemah. Apa yang Belva berusaha lakukan? Apa karena ia tahu bahwa ini adalah dunia novel makanya Belva berusaha menyadarkan Kenzie untuk mengingat masa lalu mereka dan berharap Kenzie yang dulu kembali padanya? Belva mendengus getir. Ini hanya akan sia-sia.
Melanjutkan tungkai-tungkainya menuju meja makan untuk mengambil air, tiba-tiba saja pergerakan Belva terhenti ketika seseorang menerjangnya dari belakang. Belva membeku. Maniknya melebar dalam hitungan detik. Deru napas tidak beraturan terdengar di telinganya. Ia tidak berani menoleh sedikit pun apalagi pelukan ini semakin erat.
"Gue gak paham." Kenzie berbisik pelan. "Gue gak paham kenapa rasanya gue pengen meluk lo. Jadi, tolong kayak gini sebentar."
Belva rasanya ingin jatuh kalau saja Kenzie melepasnya. Ia menelan saliva. "Kenapa? Kenapa lo gak paham?"
"Suara lo ... terus manggil nama gue."
***
Kenzie masih bingung sama dirinya sendiri gaes, ya..
Vote dan komentarnya dibutuhkan. Makasih buat yang udah baca sejauh ini. Much love for you all!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Antagonist [END]
Teen FictionBelvania benar-benar terkejut ketika seorang cewek bernama Raya datang, memintanya untuk berhenti mencintai Kenzie atau ia akan mati. Awalnya Belva tidak mau mengindahkan sama sekali. Karena mau seburuk apapun perlakuan Kenzie padanya, Belva tidak b...