22. Jevias Pargata Nagara

984 71 0
                                    


Deg ... deg ... deg ...

Belva menggelengkan kepala, berusaha menyadarkan dirinya. Jantungnya masih saja berdetak kencang karena perlakuan Kenzie beberapa saat lalu. Dan menyebalkannya, cowok itu melengos pergi tanpa bertanggung jawab. Benar-benar tidak memikirkan perasaan Belva.

Tapi, kalau diingat-ingat, Belva sedikit merasa aneh dengan sikap Kenzie tadi. Belva bukannya geer, tapi kali ini ia merasa memang tatapan dan ucapan Kenzie seharusnya bukan untuk dirinya. Kenzie sangat posesif pada Anyara. Walau tidak mau mengakui itu.

Hah, Belva tidak mengerti. Ia lantas bertopang dagu di atas pagar, memandang langit di depan mata. Saat ini, Belva berada di rooftop, menunggu bel pulang berdering sambil memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.

"Belva!"

Raya datang dari arah belakang. Menoleh, Belva kemudian memutar badan 180 derajat dan bersandar sambil melipat kedua tangan di dada. Raya melangkah mendekat dan berdiri tepat di hadapan Belva.

"Dari mana aja lo? Tiba-tiba ngilang gak bilang Kenzie di belakang gue." Belva mencibir, diakhiri dengan dengusan kasar. Raya terdiam sejenak. Air wajahnya kelihatan sulit ditebak.

"Belva, aku ada di samping kamu tadi. Aku gak ke mana-mana."

Belva terdiam.

Raya melanjutkan, "Aku bahkan udah teriak-teriak supaya kamu jauhin Kenzie. Tapi, kamu gak denger. Kamu bahkan gak bisa lihat aku."

Belva mengernyitkan dahi. Ia ... semakin dibuat pusing.

"Maksud lo ... lo jadi setan?"

"Bel," Raya memanggil lirih, berpikir selama beberapa saat sebelum akhirnya meneruskan dengan nada sangsi, "kayaknya ... aku gak bisa terus-terusan ada di samping kamu."

°°°
Antagonist

"Hati-hati sama Jevias Pargata Nagara, ya. Inget nama gue baik-baik."

°°°

"Ken, abis ini jangan langsung balik dulu!" Kenzie yang baru saja menggendong tas dengan satu tangannya, menghentikan langkah, ia menaikkan sebelah alis pada Radit yang mengejarnya dan merangkul bahunya. "Sama Pak Joko suruh stay dulu. Ada yang mau diomongin katanya."

"Hm." Menyahut malas, Kenzie melepaskan tangan Radit dan kembali berbalik. Melanjutkan derap langkah menyurusit koridor bersama siswa-siswi lain yang menggendong tas di punggung.

"Abis ketemu sama Anyara kok loyo, sih?" Radit kembali mengejar, berusaha menhejajarkan langkah. "Ini juga lo mau ke mana?"

"Kepo lo. Gue ada urusan di parkiran. Sebelum orangnya balik."

"Maksud lo siapa?"

Menolehkan kepala, Kenzie menyeringai. "Siapa lagi kalau bukan Jevias?"

Radit mangut-mangut kemudian. Ia melirik Kenzie tegang. Cowok itu kelihatan agak menakutkan. Padahal dia baru saja bertemu Anyara. Cewek yang datang beberapa menit setelah pertandingan selesai itu memberikan Kenzie minuman beserta gelang kecil sebagai hadiah kecil. Radit sempat di tempat selama beberapa saat, tapi kemudian ia mesti ke toilet. Makanya Radit tidak benar-benar tahu percakapan mereka.

Lagipula, Kenzie jarang sekali berinteraksi dengan orang yang tidak ia kenal. Jevias apalagi. Radit jelas tahu betul bahwa hubungan mereka sama sekali tidak pernah baik sejak lama. Tepatnya sejak mereka masih kecil dan satu sekolah SD. Jevias selalu memancing amarah Kenzie. Ujung-ujungnya, mereka berkelahi dan berakhir di BK bersama.

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang