48. Sesuatu yang Menyakitkan

315 35 0
                                    

Belva melompat turun dari motor Kenzie. Cewek itu membenarkan anak rambutnya yang sedikit berantakan. Sedangkan Kenzie masih diam di tempat memperhatikannya.

"Udah lo sana pulang. Besok-besok kalau mau ngajak pergi, bilang dulu! Kayak hidup di jaman batu tahu gak?" Belva berkata sedikit sinis di akhir kalimat. Tapi, tidak tersinggung, Kenzie malah tertawa kecil dibuatnya. Ia hanya mengangguk patuh.

"Iya. Lo masuk duluan. Baru gue pergi."

Mengangguk-angguk saja, Belva memilih berbalik hendak masuk lebih dulu. Tapi, baru melangkah beberapa kali, ia kembali memutar tubuh menghadap cowok itu. Kenzie menautkan kedua alis bertanya. Belva menghampirinya lagi.

"Makasih, gue seneng banget hari ini." Belva mengatakan itu sebelum akhirnya tersenyum lebar dan melengos berlari masuk dalam rumah.

Kenzie ikut tersenyum. Ia memperhtikan jejak-jejak transparan cewek yang telah menghulang dari pandangannya itu. "Hm. Gue yang paling bahagia."

Dalam rumah, Belva bersenandung senang seraya menyusuri ruang tamu. Ia nyaris naik ke anak tangga sebelum pandangannya menyua seauatu di atas meja dapur. Belva penasaran. Ia mendekat dan duduk di kursi makan. Tangannya meraih album foto yang entah sejak kapan terbuka sendirian di tempat itu.

"Udah selesai happy-happy di atas penderitaan papanya sendiri?"

Terkejut. Belva menoleh ke arah lain dan mendapati Dirga melangkah dari tangga ke arahnya. Air wajah papanya kelihatan butek. Ia duduk di depan Belva lalu bersidekap dingin. Ah, papanya. Ia kembali ke mode aaat Belva dulu sering main bersama Kenzie. Belva berdecak melihat tingkah kekanakan sang papa.

"Papa lebay, deh."

Dirga melotot dikatai begitu. "Papa menderita lho ini kamu tinggal selingkuh."

Belva hanya memutar bola mata malas. Ia kembali membuka halaman-halaman album foto di depannya. "Papa yang buku album foto ini? Kok Belva gak pernah tahu yang ini?"

"Ah, ini album yang paling lama. Papa nemu di gudang. Foto pas mama kamu SMA sama kuliah juga masih ada, kan?"

Belva mengangguk. Ia tersenyum semringah. "Mama cantik."

"Iya, dong. Mama emang paling cantik sedunia sealam semesta."

Belva terkikik mendengar perkataan sang papa. Andai mamanya masih ada, papanya pasti jadi suami paling bucin sedunia. Dan Belva akan sering curhat dengan mamanya tentng Kenzie juga sekolahnya. Mungkin andai mamanya masih hidup, Belva tidak akan jadi pemberontak sejauh ini karena ada sosok yang menasihatinya selain sang papa.

Kematian Ayna. Belva yang seorang piatu saat ini. Apakah ... Raya juga menuliskannya begini? Apakah karakter Belva memang dibesarkan seperti ini?

Apa ... gara-gara Raya, Ayna mati?

Pikiran Belva memburam. Andai Raya tidak permah menuliskan karakter Belva begini, mungkin Ayna masih hidup. Andai Belva tidak hidup dalam alur cerita cewek itu, Belva juga tidak perlu harus bersusah payah menarik Kenzie dari alur cerita.

Bukankah ... penyebab semua ini sejak awal memang Raya?

Ketika Belva membalik halaman selanjutnya, dua buah manik gelapnya membesar dan membeku selama beberapa waktu. Belva tertegun. Mendapati foto sesosok persis Raya berdiri memeluk Ayna, tersenyum lebar dan mengenakan seragam sekolah.

Dia ... persis sekali dengan Raya.

Kenapa dia ... bersama Ayna?

"Pa," Belva memanggil pelan, Dirga yang tengah mengambil gelas dan menuang air bergumam sebagai jawaban, "dia ... siapa?"

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang