53. Takdir yang Tidak Diketahui

225 25 0
                                    

"Belva, maaf, ya. Gara-gara tulisan aku, bukan cuma kamu. Tapi ..., hidup semua orang berantakan."

Belva tersentak.

Kedua kelopak matanya terbuka lebar. Tanpa sadar, tangannya mengepal, meremas selimut kuat-kuat hingga buku-bukunya menegang. Ia mengedarkan manik sejenak, lalu bangun dari tidurnya.

Apa-apaan ini? Karena beberapa hari tidak bertemu Raya, Belva jadi sampai memimpikannya. Yang tidak ia pahami, kenapa Raya mengatakan hal itu dalam mimpinya? Iya, sih, ia memang menyalahkan Raya tentang semua yang terjadi padanya, Kenzie, Anyara, dan semuanya. Gara-gara tulisan sampah cewek itu, Belva mesti mengalami semua ini.

Tapi ..., Belva tidak benar-benar bermaksud menghakimi Raya begitu. Ia ... pada akhirnya juga sadar. Raya tidak tahu apa pun mengenai kejadian aneh ini. Dan ia mesti menanggung rasa bersalah sebesar itu.

Ekspresi Raya dalam mimpinya. Senyum hampa menyakitkannya yang kelihatan tulus malah membuat Belva terkejut hingga terjaga dari tidurnya.

Belva menghela napas gusar. Ia meraup wajahnya. Memegang pelipisnya berpikir dalam-dalam.

"Lo ke mana, sih, Ray? Kenapa gak balik-balik?" gumamnya. Terakhir kali percakapan mereka adalah malam itu. Kala Raya mengatakan bahwa ia adalah anggota keluarganya juga. Lantas keesokannya cewek itu sudah tidak ada. Hingga kini. Biasanya ia tidak akan pergi selama ini. Ini bahkan sudah lebih dari tiga hari. Belva jadi khawatir.

°°°
Antagonist

"Gara-gara aku. Semuanya ... jadi penuh luka karena aku."

°°°

"Mata lo kenapa?" Kenzie mengusap sudut mata Belva. Ada sedikit garis hitam samar di sana. Cowok itu berjongkok di depan Belva. Di ruang tamu rumah Kenzie, Belva menjauhkan tangan cowok itu dari wajahnya lalu berpaling ke arah lain.

"Enggak apa-apa."

Kenzie menelengkan kepala lugu. "Mau bohong sama gue?"

Perasaan Belva masih gusar karena mimpi semalam. Ia pikir ia bisa menyembunyikannya dari Kenzie. Tapi, cowok itu terlalu peka padanya. Belva ingin di rumah kalau saja papanya tidak menitipkannya untuk kembali menginap di rumah cowok ini. Karena Dirga bilang mesti keluar kota selama beberapa hari, ia tidak mau Belva tinggal sendiri.

"Mau istirahat aja? Ini udah siang. Biar tugas sekolah lo gue yang kerjain." Kenzie menawar. Ia duduk bersila di atas karpet. Mendongak, memperhatikan wajah Belva sedikit cemas.

"Ken," Belva memanggil, Kenzie hanya diam mendengarkan ketika cewek di depannya memasang air muka gelisah, "lo beneran udah lepas dari karakter novel Raya, kan?"

"Mungkin. Sebisa mungkin gue bakal selalu berusaha inget lo." Kenzie tersenyum. Ia meraih tangan Belva dan mengecup telapak tangan cewek itu lembut. "Lo masih khawatir tentang kejadian novel selanjutnya?"

Cewek dengan rambut tergerai panjang itu tidak menjawab. Tapi, Kenzie langsung paham.

"Gue bahkan gak tahu kejadian ke depannya kayak gimana." Kenzie menarik kedua tangan Belva, kemudian menaruhnya di kedua pipinya. Ia menumpukkan dagu dalam tangkupan tangan Belva. "Tapi, bukan berarti yang lo pikirin langsung beneran terjadi. Lo gak perlu ngekhawatirin hal yang gak pasti."

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang