31. Belvanya Kenzie

1K 77 12
                                    


"Kan aku udah bilang, Belva. Bakal susah buat nyadarin Kenzie karena dia tokoh utama. Menurut aku, semakin tokoh itu berperan di novel, dia makin susah buat disadarin."

Belva yang mendengar itu berdecak. Memgerling malas pada cewek yang duduk bersila di tepi ranjang. Cewek yang sedari tadi tiduran terlentang dengan bantal di atas perutnya bangun dan memutar diri menghadap Raya. "Jadi?"

"Jadi, kamu harus berhenti ngelakuin hal yang sia-sia."

Belva melotot. "Mau digeprek ya pala lo?"

"Belva, aku serius lhooo." Raya menggoyang-goyangkan tangan Belva, merengek seperti anak kecil. Dia hanya tidak ingin Belva kenapa-kenapa. Tapi, cewek itu susah sekali dibilangi.

"Ya gue juga serius bisa geprek pala lo." Belva menepis tangan Raya. Ia menghela napas gusar. Bertopang dagu dengan satu tangan di atas bantal. "Kalau pas Kenzie gue yang asli muncul, terus deket sama gue, Anyara pasti bingung, kan? Itu bakal ngeubah alur gak?"

"Iyalah, Belva. Tapi, ingatan Anyara tentang kedekatan kalian mungkin bakal lebih cepet pudar daripada ingatan tokoh figuran lain."

Belva mengernyit. "Hah?"

"Kan dia tokoh utama. Kayak Kenzie yang ingatannya pudar setelah karakter aslinya muncul, Anyara juga gitu. Aku yakin, kok. Soalnya mereka sama-sama tokoh utama."

"Lo tahu dari mana ingatan Kenzie pelan-pelan hilang?"

"Aku gak sengaja denger obrolan Kenzie sama Radit."

Belva mengangguk-angguk saja.

Ia kembali terdiam dan berkutat dalam alam pikirnya. Belva harus menemukan cara agar Kenzie bisa lepas dari karakter dalam novel ini. Mengingat alur terua berjalan. Ditambah lagi kemunculan second male lead yang ternyata dia adalah Jevias si bocah tengil yang selalu merusuhinya dan Kenzie zaman sekolah dasar dulu.

Belva tidak menyangka Jevias sudah seberubah itu. Ia akui Jevias memang tampan. Tapi, sikap songong dan aura permusuhan yang selalu menguar tiap kali bertemu dengan dirinya dan Kenzie itu membuatnya muak. Belva bahkan tidak tahu kenapa cowok itu sejak SD membencinya dan Kenzie.

"Tentang Jevias, dia kayak apa nanti?" tanya Belva. Masih bertopang dagu, memiringkan kepala dan menatap Raya. Raya mengerutkan kening sejenak, mengingat-ingat alur yang dia buat.

"Jevias suka sama Anyara. Dia bakal dapetin Anyara sekalipun pake cara kotor. Nanti di bab berapa aku agak lupa, Jevias bakal nyulik Anyara. Terus–"

"Wait, wait, wait!" Belva menutup mulut Raya dan berdecak.  "Peran dia ke gue?" tanyanya, membuka kembali mulut Raya.

"Dia ... " Raya tampak ragu, "ekhem, pertama nusuk tangan kamu."

Belva mengernyit. "Hah?"

"Terus ... ehm, dia ... perkosa kam–"

"Oy!" Belva melotot horor. "Biadab banget lo, ya!"

Raya meringis. Ia menangkupkan kedua tangan dan menundukkan kepala dalam-dalam sambil berkata menyesal, "Ih, Belva maaf. Makanya aku mau nyelametin kamu supaya gak mati. Aku suka nulis psiko soalnya. Tapi, gak tahu malah kayak gini jadinya."

Alis Belva berkedut. Ia menatap hina ke arah cewek di depannya ini. Benar-benar, deh. Imajinasi Raya paling-paling-paling murahan dan rendahan. Belva mendengkus. "Lo nulis juga adegan gue diper–"

"Ih, ya, enggaklah! Aku skip adegan itu. Masa aku nulis tulisan kotor kayak gitu?"

Belva menoyor jidat Raya. "Otak lo udah kotor duluan, oy!"

°°°
Antagonist

"Belvanya Kenzie yang paling manis. Mana mungkin gue mau kehilangan lo."

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang