"Belva! Buru sini!" Fiara berteriak. Melambaikan tangan beberapa kali menyuruh cewek yang duduk di tepi lapangan berdiri dan ikut bermain. Tapi, Belva hanya memasang air wajah lempeng. Lalu mengibaskan tangan ke udara."Gue pas."
Belva mengabaikan decakan Fiara. Temannya itu tidak mengacuhkan Belva lagi, memilih melanjutkan permainan bola voli dengan anak-anak lain. Sedang di sisi lain, Belva tampak termenung. Ia menatap koridor kelas Anyara lekat-lekat, menunggu kedatangan si pemain utama itu.
Anyara akan Belva pukul dengan bola voli. Lalu Kenzie akan datang. Membentaknya dan mempermalukannya untuk kesekian kalinya. Cowok itu memilih Anyara dan mencampakkan Belva. Membayangkan semua itu, Belva ingin meludah. Alur cerita yang Raya buat benar-benar murahan.
Selalu saja sama. Belva selalu dipermalukan di hadapan umum sedang Anyara dipuja-puja. Dia selalu ditinggal pergi sedang Anyara dihampiri. Sialan, sialan, sialan. Raya benar-benar penulis sampah.
"Bakal gue ancurin plotnya." Belva mendesis, mencebikkam bibir kesal. Matanya bergulir ke arah lain. Anyara sudah keluar dari kelas. Seketika punggung Belva menegak. Matanya mencerap dalam-dalam pergerakan cewek yang melintasi koridor itu.
"Gue di sini. Jadi, gak mungkin dia kena bola dari gu– Akh!"
°°°
Antagonist"Kenapa lo selalu bikin gue gak tenang?"
°°°
Belva mengerang. Menundukkan kepala, menutup sebelah matanya dengan dua tangan. Matanya terasa berdenyut, pedih hingga berair. Belva menekan kuat-kuat bagian yang terkena bola itu. Ia bahkan tidak bisa membuka kelopak matanya.
"Bel, lo gak apa-apa, Bel?!" Fiara memegang kedua pundak Belva, berusaha menegakkan cewek itu agar ia bisa melihat wajah Belva. "Mata lo tadi yang kena? Sakit banget, Bel?"
"Sialan, gak usah tanya juga! Gue gak bisa melek ini! Kalau bengkak gimana?" Belva misuh-misuh. Ia berusaha tenang, mencoba pelan-pelan menarik kelopak matanya hingga terbuka. Tapi, tidak bisa. Rasanya terlalu perih dan matanya terus berair.
Kenapa ini malah terjadi padanya? Belva cuma ingin menghindari plot cerita ini. Tapi, kesialan malah menamparnya keras-keras. Seolah bertanya apa yang ingin Belva lakukan. Belva rasanya ingin berteriak saja.
"Ya sorry. Itu tadi si–"
"Minggir."
Entah bagaimana, Kenzie tiba-tiba datang. Berjongkok di sebelah Belva dan memperhatikan cewek itu saksama. Ia menyentuh tangan Bwlva yang menutup sebelah matanya. Pelan-pelan mencoba menjauhkan dari bagian yang terkena bola itu.
"Biar gue liat."
"Gak bisa. Sakit," Belva menepis tangan yang menyentuh tangannya. Terlalu fokus pada rasa sakit, sejenak dia tidak sadar bahwa yang di depannya ini adalah Kenzie. Cewek itu terus menunduk. Tidak membiarkan siapa pun melihat matanya.
Menghela napas berat, Kenzie lantas meraih tubuh mungil itu. Mengangkat di antara lutut dan punggungnya. Kenzie menggendong hati-hati cewek yang masih merintih kesakitan itu. Fiara menegakkan punggung. Menatap sedikit tidak percaya ke arah dua orang di depannya.
"Kita ke UKS."
Belva hanya diam, menurut saja. Dia menelan saliva berat-berat. Menelungsupkan wajahnya dalam dada Kenzie. Tidak ada yang Belva pikirkan saat itu. Ia hanya merasa kesakitan. Dan Kenzie ada untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Antagonist [END]
Teen FictionBelvania benar-benar terkejut ketika seorang cewek bernama Raya datang, memintanya untuk berhenti mencintai Kenzie atau ia akan mati. Awalnya Belva tidak mau mengindahkan sama sekali. Karena mau seburuk apapun perlakuan Kenzie padanya, Belva tidak b...