Jevias meludah. Dia menggerakkan dagunya ke kiri dan kanan seraya menahan ringisan. Cowok dengan rambut hitam berantakan itu melempar diri di kursi sedang tangannya melepas sarung tinju satu per satu.
Dia ... nyaris mati. Lawannya agak besar. Tapi, untungnya, bagi Jevias dia tidak lebih pintar dibanding dirinya. Meski hidungnya harus sempat berdarah dan bibirnya sedikit sobek. Ia mengambil jaket dalam tasnya, mengelap bekas darah di hidung dan bibir. Hingga beberapa saat berlalu, Jevias memilih berdiri, mengambil tasnya dan hendak pergi dari tempat 'gelap' itu.
"Jev, duit lo, nih." Reyhan setengah berteriak dari belakang Jevias. Cowok itu berhasil menghentikan langkah sang teman. Menyerahkan amplop cokelat pada Jevias, Reyhan bertanya, "Mau langsung balik?"
"Hm."
"Kenzie nunggu di basecamp, Btw." Reyhan memberitahu. Membuat Jevias yang sebelumnya tampak acuh tak acuh tertegun dan menatap sang teman lama.
"Ah, oke." Jevias menepuk bahu Reyhan. "Lo gak usah ikutin gue. Bilangin sama anak-anak juga."
Mengernyit, Reyhan menyedekapkan kedua tangan dan kembali bertanya memastikan, "Yang bener? Lo abis tanding, ampe Kenzie nyerang kalau lo mati gimana?"
Jevias mengernyih. "Ya tinggal dikubur, kan?"
Reyhan bergidik. "Agak-agak emang lo. Gue duluan, si Romi selanjutnya soalnya."
Cowok itu berbalik dan melambaikan tangan tanpa menghadap lawan bicara. Jevias menatapnya datar sejenak sebslum akhirnya keluar dari tempat itu dan berjalan menuju motor. Ia mengendarai di antara gelap malam, membelah jalanan menuju basecamp miliknya dan teman-temannya.
Jevias Pargata Nagara adalah seorang pentinju ilegal. Yah, bukan hanya dia. Beberapa temannya yang sering nongkrong di basecamp adalah setan yang menarik Jevias dalam dunia gelap itu sejak SMP. Jevias agak gila. Tapi, sayangnya cowok gila itu masih hidup hingga sekarang.
°°°
Antagonist"Gue menang, Anyara punya gue. Lo menang ... gue bakal rebut Anyara dari lo."
°°°
"Bel, kamu mau ke mana malem-malem gini?" Raya menyeimbangi langkah cewek yang menuruni tangga mengendap-endap itu. Cewek yang mengenakan hoodie besar hitam beserta tudung ditambah topi hitam sebagai pelengkap.
Belva siap menjadi mata-mata.
Mendapatkan info dari Radit walau harus mengancamnya lebuh dulu, akhirnya Belva tahu persis kapan dan di mana dua cowok pemain utama itu bersua. Andai saja Raya memberitahunya lebih awal, Belva pasti bisa memikirkan rencana lebih matang. Kali ini ia hanya bisa berpikir untuk menyelamatkan Kenzie entah bagaimana caranya.
"Bel, kamu denger aku gak, sih?" Raya menoel bahu Belva di depan rumah setelah mereka berhasil keluar. Berdecak kesal, memutar pandangan sengit pada anak rewel ini, Belva berkacak pinggang.
"Diem, deh. Gue tuh lagi bingung gimana supaya mereka minimal gak ketemu. Lo tuh telat ngasih tahunya."
"Ya abis kamu nekatan. Kamu kan cukup gak berurusan sama mereka. Udah beres." Raya cemberut. "Kamu malah jatuhin diri ke lubang."
"Iya, gue jatuhin diri ke lubang buat nyelametin Kenzie. Kalau lo gak dukung gue, mending minggat sekarang. " Belva mengibas-ngibaskan tangan bagai mengusir anal ayam. Lalu mengabaikan Raya yang makin merengut dan meninggalkannya.
"Bandel banget, sih. Anak siapa sih dia?" gumam Raya.
***
Kenzie masih duduk di atas motornya. Sendirian. Menunggu sejak beberapa menit lalu tanpa ada siapa pun halaman bascamp sang pengundang. Sesekali, Kenzie merasakan kepalanya agak berdenyut. Hal yang tidak ia pahami terjadi padanya. Walau tidak terlalu sakit, tapi ia merasakan sesuatu yang tidak biasa dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Antagonist [END]
Teen FictionBelvania benar-benar terkejut ketika seorang cewek bernama Raya datang, memintanya untuk berhenti mencintai Kenzie atau ia akan mati. Awalnya Belva tidak mau mengindahkan sama sekali. Karena mau seburuk apapun perlakuan Kenzie padanya, Belva tidak b...