49. Sang Protagonis yang Terus Saja Terluka

323 29 2
                                    


"Anya? Katanya mau ngambil wadah gorengan?"

Anyara tersentak. Ia menolehkan kepala dan mendapati ibunya berdiri di ambang pintu dapur. Anya yang duduk di meja makan lantas beranjak berdiri. Ia nyengir dan menjawab, "Anya lupa. Kalau gitu, Anya keluar dulu. Sekalian mau beli sayur buat masak."

"Nya." Perkataan sang ibu menghentikan pergerakan Anya. Wanita yang bernama Liana itu memberikan pandangan kikuk dan tersenyum pahit. "Ibu minta maaf."

Anya tertegun. Ia menatap tidak mengerti.

"Seharusnya kamu bisa main sama temen-temen kamu. Bukan jadi tulang punggung keluarga." Liana tersenyum getir. Meneruskan, "Gara-gara ayah berengsek kamu. Gara-gara ibu nikah sama dia, kamu jadi lahir di keluarga rusak kayak gini."

"Ibu ngomong apa?" Anya berkata dingin. Ia meraih kedua tangan ibunya yang agak dingin. Menggenggamnya erat-erat. "Anya gak pernah ngerasa seberuntung ini dilahirin sama sosok paling cinta sama aku di dunia. Ibu gak perlu mikirin ayah. Ibu juga gak perlu khawatir. Anya pasti selalu sama Ibu dan jagain Ibu."

Liana terkekeh. Ia mencubit pipi Anya. "Iya. Ibu paling cinta Anya sedunia. Gak ada yang lebih cinta Anya dibanding Ibu."

Anya tersenyum lebar.

Yah, tidak ada yang lebih mencintainya lebih besar dibanding ibunya. Tidak ada.

°°°

Antagonist

"Kenapa? Selalu aku, aku, aku yang dapet ilusi kebahagiaan?"

°°°


"Mas, kamu mau ke mana?"

"Argh! Berisik! Bukan urusan kamu aku mau ke mana!"

"Ini udah malem! Kamu pulang dalam keadaan mabuk, terus sekarang mau pergi lagi? Kamu mikir Anyara kalau ngeliat kamu kayak dia dia bakal mikir apa, gak, sih, Mas?"

"Bukan urusan kamu! Minggir!"

"Mas!"

"Minggir, Sialan!"

"Akh!"

Anyara menutup kedua telinganya.

Ia duduk di pojok kamar. Menekuk kedua lututnya, menatap hampa lantai keramik kusam seraya mencengkeram alat pendengarannya kuat-kuat.

Ibunya ... ditampar lagi.

Padahal baru kemarin Liana ditampar. Tapi, ayahnya kembali melakukan hal yang sama. Anyara tidak berani bergerak tiap kali mendengar suara ayahnya yang tinggi. Ia selalu bersembunyi. Berusaha menulikan diri, walau tahu semua itu sia-sia.

Di rumah sekecil ini, ayahnya yang selalu teriak-teriak pada ibunya, bahkan tetangga pun mendengar segalanya. Bohong kalau Anyara selalu mengatakan ia tidur nyenyak dan tidak tahu kenapa wajah ibunya selalu lebam tiap pagi. Bohong kalau Anyara bilang ia bersekolah baik dan pulang dengan ceria.

Anyara ... sakit.

Ia selalu ketakutan. Tapi, ia tahu ia tidak bisa menunjukkan raut wajah yang bisa membuat ibunya cemas. Anyara dipaksa untuk mengerti segalanya dalam waktu singkat. Padahal hatinya belum siap.

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang