"Cengeng." Jevias mendengkus.Mendengar itu Belva menoleh tajam. Memandang cowok yang duduk di brankar kosong lain yang entah mau sampai kapan mengekorinya dan Kenzie. Jevias Pargata Nagara sialan. Belva ingin mengutuknya jadi sampah yang tidak bisa didaur ulang sehingga bisa langsung dimusnahkan saja dari bumi.
"Elo! Lo mau ngebunuh Kenzie tadi, kan?! Tai ya lo emang!" Belva memaki. Todak peduli matanya yang sudah sembab dan hidungnya yang memerah karena tangannya mendapat tiga jahitan gegara cowok ini.
Jevias menaikkan sebelah alis. "Uwow. Langsung bisa ngemaki gue."
Mengangguk, dia melompat turun dan bertepuk tangan dua kali kemudian. "Berarti gue bisa langsung pulang kalau gitu."
"Dari awal lo gak perlu ke sini." Kenzie membuka pintu dari luar, baru kembali dari administrasi. Cowok itu berdiri sejenak beberapa meter di depan Jevias, melayangkan pandangan dingin dan menusuk. "Andai gue bisa nusuk lo di sini."
Yah, Jevias memang tidak seharusnya sepeduli itu pada sosok yang dia benci. Tapi, mengingat kejadian Belva yang nekat tadi, Jevias benar-benar tidak menyangka. Cewek dulunya selalu menggantungkan diri pada Kenzie, cewek yang selalu mengintili dan menangis tiap kali ditinggal Kenzie, bisa menahan serangannya dengan tangan kosong. Sampai ... tangannya sendiri terluka.
Jevias tidak habis pikir. Walau pada akhirnya cewek itu menangis kesakitan dan membuat sisi kemanusiaan Jevias tersentuh sedikit.
Terkekeh, Jevias berujar, "Gue salahkah? Cewek lo itu yang tolol– aduh!"
Belva memukul belakang kepala Jevias dengam sepatunya. Jevias menoleh, memelototkan mata horor pada cewek gila yang balas memandangnya sengit. Belva menunjuk wajah Jevias dengan sepatu hitamnya.
"Bilang sekali lagi gue pukul seratus kali."
Mendengkus, menoleh bergantian pada Kenzie dan Belva, Jevias menghela napas panjang kemudian. "Oke, deh. Gue gak ganggu lagi. Buat malem ini, gue ngalah karena cewek 'pinter' yang kena tiga jahitan ini ngancem gue."
Jevias tersenyum, berjalan melewati Kenzie sambil berkata, "Met malem, Enemy."
°°°
Antagonist
"Gue milik lo, Belva."
°°°
Kenzie menyentil dahi Belva pelan. Walau begitu, cewek yang masih duduk mengayunkan kaki-kakinya itu mengaduh dan memutar kepala 180 derajat ke samping. Belva menatap Kenzie seraya mencebikkan bibir."Sakit," katanya.
"Lo bego."
Belva terdiam.
"Bego, bego, bego, bego." Kenzie berkata dengan air muka dingin. Nada suaranya pun tedengar datar. Namun, meski begitu, Belva menangkap sirat kesakitan pada kalimat yang meluncur dari bibir sedikit pucat itu. Belva menelan saliva hati-hati.
"Ken, gue–"
"Lo kenapa bisa tahu gue di sana? Dan ngapain lo pake acara naham pisau Jevias pake tangan kosong?" Kenzie bertanya. Kali ini kalimatnya terdengar agak tinggi dan Belva langsung tahu dia tengah menahan amarah.
"Gue cuma mau nolong aja."
Kenzie diam.
"Gue gak bakal mati cuma–"
"Iya, lo gak bakal mati menurut cerita, tapi gue gak mau lo luka! Marahin aja gue terus-terusan!" Menyela, Belva menatap sebal pada Kenzie yang untuk kesekian kalinya dibuat bungkam. Kenzie bangun dari duduknya, berdiri di hadapan Belva. Ia meraih kedua bahu cewek itu hingga manik Belva bersirobok dengan miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Antagonist [END]
Teen FictionBelvania benar-benar terkejut ketika seorang cewek bernama Raya datang, memintanya untuk berhenti mencintai Kenzie atau ia akan mati. Awalnya Belva tidak mau mengindahkan sama sekali. Karena mau seburuk apapun perlakuan Kenzie padanya, Belva tidak b...