Diam.
Cewek yang masih mengenakan seragam sekolah itu, cewek yang hanya berdiri di depan pantulan dirinya sendiri dalam toilet sekolah, menatap bayangan dirinya lekat-lekat. Belva tidak bisa rileks setelah pandangan yang terakhir kali Anyara berikan padanya.
Ini pertama kalinya Anyara lebih dingin dari biasanya. Ini seperti bukan dirinya. Ada yang berubah dari Anyara, tapi Belva masih menduga-duga. Mungkinkah Anyara juga mulai lepas dari karakternya? Atau dia mulai menyadari keberadaan dirinya hanyalah dalam novel?
Tapi, bagaimana?
Bagaimana? Bagaimana? Bagaimana?
Belva sama sekali tidak paham dengan permainan alur novel ini. Semakin ia melakukan pemberontakan dan merusak alur, kejadian yang terjadi semakin tidak jelas dan tidak terprediksi. Belva hanya dibuat semakin kebingungan.
"Bel, lo ngapain, sih, ngelamun?" Fiara yang baru keluar dari bilik kamar mandi mengagetkan Belva. Ia membasuh tangannya di wastafel. Lalu mengibaskannya beberapa kali. "Ngelamunin apa, sih, Bel?"
"Bukan apa-apa." Belva menggeleng. Ia memilih melengos, keluar dari toilet lebih dulu. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari Raya. Tapi, cewek itu masih tidak kembali padanya setelah mengikuti Anyara pergi beberapa saat lalu.
Ia menghela napas. Belva berharap Raya bisa menjelaskan semua yang terjadi saat ini. Sebab Belva semakin dibuat pening. Belva meneruskan langkahnya. Meninggalkan Fiara di belakang yang memanggilnya dan mengrjarnya.
Sampai tiba-tiba tangannya ditarik ke koridor lain, Belva tersentak. Ia membelalakkan mata, mendongak melihat sang pelaku. Gema. Teman Kenzie yang selalu merusuhinya mencengkeram pergelangan tangan Belva kuat-kuat. Lantas mendorong Belva hingga nyaris menubruk dinding.
"Lo apa-apaan, sih?!" Belva mengertakkan gigi. Ia tahu Gema tidak menyukai eksistensinya. Tapi, ini terlalu berlebihan. Tangan Belva bahkan sampai merah gara-gara dia.
"Elo yang apa-apaan? Lo mau sampe kapan gangguin Anyara, sih?"
Belva mengernyit. Dia menatap menghina. "Buta ya lo selama ini? Gue mana ada buli dia. Gue bahkan gak mau deket-deket sama dia!"
"Terus maksud lo buat Anyara dijauhin Kenzie apaan?"
Belva berdecak. Ia tidak tahu kenapa Gema begitu mencampuri hubungan Kenzie dan Anyara. Belva memang menginginkan Kenzie jauh sejauh mungkin dari Anyara. Tapi, selama ini cowok itu sendiri yang menolak Anyara.
"Lo gak akan paham kalau gue bilangin. Makanya mending lo diem. Lagian, Kenzie gak pernah suka sama Anyara. Kenapa lo yang ngatur-ngatur?"
"Gue gak percaya Kenzie gak suka Anyara. Lo ngejampi-jampi dia, ya? Ngaku!" Gema menunjuk wajah Belva.
Mendesis kesal dan menyipitkan mata, sedetik kemudian Belva menggigit telunjuk Gema hingga membuat cowok itu menjerit kesetanan.
"Akkkhhh! Anjir, lepasin gak lo?! Belva!"
Belva melepeh tangan Gema. Memalingkan muka tidak peduli dan bersidekap. Mengabaikan Gema yang meniup-niupi tangannya. Ia menatap bengis cewek di depannya. Tangannya terulur ingin menjambak rambut Belva. Tapi, seseorang lengannya lebih dulu.
"Mau ngapain lo?"
Gema tersentak. Menoleh, menemukan Kenzie menatapnya tajam dan dingin, ia menarik kembali tangannya. Mengurung niat balas dendam. "Lo jangan salahin gue! Dia duluan yang mulai!"
Belva mengernyit tidak terima. "Lo yang nyeret gue! Punya masalah apa lo sama gue ampe tangan gue merah gini?"
Belva menunjuk pergelangan tangannya yang masih sedikit merah. Kenzie meraih tangan Belva dan mengamatinya saksama. Lalu berganti menatap Gema.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Antagonist [END]
Teen FictionBelvania benar-benar terkejut ketika seorang cewek bernama Raya datang, memintanya untuk berhenti mencintai Kenzie atau ia akan mati. Awalnya Belva tidak mau mengindahkan sama sekali. Karena mau seburuk apapun perlakuan Kenzie padanya, Belva tidak b...