4. Anyara dan Tentangnya

1.1K 69 7
                                    


"KENZIE, besok-besok aku pulangnya sendiri aja." Anyara berkata agak keras dari belakang Kenzie. Dia berpeganga pada tas cowok yang memboncengnya naik motor.

"Enggak. Sebisa mungkin gue bakal anter lo," kata Kenziie sedikit berteriak.

Anyara mencebik. "Keras kepala."

Tidak ada sahutan, tapi Kenzie yang mendengar cebikan itu terkekeh dari balik helmnya. Anyara juga tersenyum diam-diam. Bohong kalau Anyara tidak menyukai Kenzie. Sosok baik, peduli, perhatian, dan selalu melindunginya seperti Kenzie, bagaimana mungkin Anyara bisa menipu hati?

Hanya saja Anyara juga sadar. Belva juga menyukai Kenzie. Belva ... sangat menyukai Kenzie.

Tapi, selama cowok itu menyukainya, Anyara rasa dia tidak perlu mengkhawatirkan Belva. Karena sesekali, Anyara juga ingin bahagia.

°°°
Antagonist

"Kalau dia emang ditakdirin buat aku, gimana pun caranya dia cuma milik aku."

°°°

"Makasih, Kenzie."

Anyara berujar setelah turun dari motor besar milik cowok yang memboncengnya. Berdiri di samping sang cowok, membenarkan posisi tasnya yang hampir melorot. Kenzie melepas helm dari kepala. Menaruh di bagian depan, ia menjadikan tumpuan tangan-tangannya. Dia lantas menganguk sekali sebagai jawaban.

Anyara mengulas senyuman. Tangannya terangkat, jemarinya menunjuk ke belakang dengan jempol. Sebuah rumah sederhana. Ada beberapa jajaran pot bunga menghias di halaman. "Kamu mau mampir? Maksud aku, kalau kamu haus atau-"

"Boleh gue mampir?" Kenzie memotong, dahinya berkerut, sinar matanya melempar sorot tanya. Tapi, sudur bibirnya tertarik menyunggingkan senyum jahil.

"Bo–boleh, kok." Anyara menjawab terbata. Tapi, sedetik kemudian sebuah tawa merdu menyapa telinganya. Anyara mengerjap sekali kala tangan Kenzie menyapu pucuk kepalanya. Jantungnya berdebar dua kali lebih cepat.

"Lain kali aja, ya? Gue masih ada urusan."

"Oh, gitu."

"Sedih?" tanya Kenzie. Anyara buru-buru menggeleng sambil merapatkan bibir. Semakin salah tingkah. Melihat itu, Kenzie sok-sok'an mendesah kecewa. "Hm, padahal gue ngarepnya lo sedih karena gue gak bisa mampir."

"Kan bisa besok."

"Boleh?"

Anyara mengangguk kikuk.

"Baguslah. Gue bisa tiap hari ke sini." Kenzie kembali memakai helmnya, menyalakan mesin, ia mengangkat satu tangan. "Gue pulang. Besok gue jemput."

"Eh, gak usah. Kamu langsung berangkat ke sekolah aja." Ini bukan pertama kalinya Kenzie berkata begitu. Dan ini juga bukan yang pertama Anyara menolak. Walau sudah beberapa kali berangkat bersama, Anyara tetap merasa tidak enak. Kenzie terlalu baik padanya yang bukan siapa-siapa cowok itu.

"Gak ada penolakan. Gue bakal jemput pagi-pagi. Lo mau nganterin kue ke warung-warung, kan? Gue bantuin."

"Kenzie, serius, deh. Gak perlu. Kamu nanti malah kerepotan." Kekeuh, tidak mau terus menerus membuat Kenzie melakukan hal yang tidak seharusnya, Anyara semakin dibuat merasa menyusahkan saja untuk cowok itu.

"Bye!" Nyatanya Kenzie memang sekeras kepala itu. Tidak mengacuhkan penolakan Anyara, ia langsung menarik gas di tangannya. Melaju meninggalkan Anyara sendiri di depan rumah dengan kecepatan sedang.

"Kenzie! Kenzie, kamu gak perlu bantuin aku!" Anyara berteriak, dibalas lambaian tangan singkat oleh cowok dengan motor besar itu. Dia mencebik. Sebelum akhirnya tersenyum geli sendiri. "Dasar keras kepala."

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang