38. Yang Segalanya Baginya

495 47 9
                                    


"Nah, lo gak buta, kan?" Jevias setengah berbisik di dekat Anyara. Maniknya menyorot hal yang sama dengan Anyara. Kenzie dan Belva berjalan bersama meninggalkan mereka. Karena luka Belva yang terbuka, Kenzie kembali ke parkiran dan memilih membawa Belva ke rumah sakit ketimbang menarik Anyara pergi dari hadapan Jevias.

Anyara tidak paham. Kenapa Kenzie berubah? Yang ia ingat, selama ini Kenzie selalu perhatian kepadanya. Kenzie tidak pernah meninggalkannya. Bahkan jika harus berhadap dengan cowok semacam Jevias, Kenzie selalu menjadi satu-satunya tameng yang bisa Anyara andalkan.

Anyara merasa aneh. Rasanya ini seperti bukan pertama kalinya Kenzie bersikap begini. Tapi, Anyara tidak bisa ingat kapan Kenzie mulai berpaling padanya sejauh ini. Ia tidak masalah Belva dan Kenzie berteman. Sejak dulu ia selalu berpikir begitu. Tapi, lagi-lagi Anyara merasa ada yang aneh di sini. Seperti Kenzie yang selama ini bersamanya bukanlah miliknya.

"Bunny, mending lo sama gue aja, kan? Lo mungkin mikir Kenzie suka sama lo. Dari aslinya, mereka lebih dari apa yang lo liat." Jevias menjelaskan. Ia mengernyih ketika teringat memori kebersamaan Kenzie dan Belva yang menjijikkan kala SD.

"Bunny, lo–"

"Diem." Anyara menyela dingin. Menolehkan kepala sembilan puluh derajat dan sedikit mendongak agar maniknya bersirobok dengan Jevias. Dia melanjutkan, "Aku gak akan pernah mau dideketin sama kamu. Apa kamu gak paham?"

"Lo itu yang keras kepala, Bunny." Jevias berkata enteng. "Kenzie itu cuma cowok berengsek dari kami SD. Belva ... cewek jijikin yang selalu nemepelin Kenzie ke mana-mana. Lo gak pantes sama dia. Oke?"

"Gak oke!" Anyara tidak peduli oktaf nadanya naik dan seketika membuat Jevias tertegun selama beberapa saat.

Melengos pergi, Anyara tidak mengindahkan perkataan Jevias sama sekali. Sedangkan cowok itu hanya diam memandang punggung kelinci kecilnya dengan sorot nanar. Ia mendengkus dan menyeringai di satu sudut bibir.

"Bunny-Bunny paling funny. My cutiest rabbit in the world." Ia bersenandung seraya berbalik dan meninggalkan area sekolah itu.

°°°
Antagonist

"Andai gue nyakitin lo, mending lari sejauh mungkin dari gue. Hidup lo segalanya buat gue, Belva."

°°°

"Jangan sampe terbuka lagi. Luka basah kayak gini kamu mesti hati-hati. Paham?" Dokter memperingati tajam. Belva hanya menganggukkan kepala dua kali sambil melihati perban baru tangannya.

Mereka sudah agak lama di rimah sakit. Belva yakin jam pelajaran pasti sudah dimulai. Cewek itu menoleh ke arah Kenzie. Cowok yang berdiri di sebelah brankar, diam anteng melihat Belva diobati sejak tadi. Begitu sang dokter pergi, Belva sedikit memutar arah duduknya menghadap Kenzie. Atensi cowok itu sampai terganggu olehnya. Bola mata gelapnya bergulir hingga menumbuk milik Belva.

"Lo gak apa-apa?" Belva bertanya. Wajah cowok itu agak pucat beberapa saat lalu. Masih ada raut kekhawatiran tersirat di garis wajahnya.

Belva mencoba menyentuh pipi Kenzie dengan punggung tangannya. Tapi, Kenzie keburu menyentuh tangan Belva dan menariknya hingga menangkup sebelah pipinya. Dingin. Rasanya seperti Belva menyentuh es batu di wajah cowok itu. Kenzie menundukkan kepala dan memejamkan kedua kelopak mata.

"Sorry," gumamnya pelan, namun Belva masih bida mendengarnya secara jelas. "Gue ... gak tahu kenapa tiba-tiba bisa ngelukain lo. Gue gak tahu gimana bisa gue lari lagi ke Anyara setelah bikin luka di tangan lo berdarah lagi."

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang