5. Hanya Miliknya

1K 58 3
                                    


SEPULUH tahun silam.

Yang Belva ingat, dirinya dan Kenzie selalu bermain di halaman belakang rumah cowok itu. Sesekali tertawa bersama, membeli satu eskrim untuk dimakan berdua. Belva tidak pernah melupakan hal-hal romantis yang Kenzie lakukan masa kecil. Sedikit pun tidak.

Tapi, berbeda. Cowok yang tinggal di sebelah rumahnya itu seolah amnesia. Sedikit pun, Kenzie tidak pernah mau mengingat bahwa mereka pernah bersahabat. Satu kali pun Kenzie tidak mau tahu bahwa Belva pernah menjadi sosok yang paling dia lindungi.

Cuma Anyara, Anyara, Anyara. Belva sampai dibuat muak. Melihat senyum yang dulu hanya untuknya beralih pada cewek lain. Melihat tangan kokoh yang selalu memeluknya menggenggam tangan cewek idiot itu. Belva tidak bisa menahan hasrat untuk tidak melukai seseorang yang merebut miliknya.

"Anyara." Belva mendesis, meluruskan pandangan pada dua manusia yang berjalan di depannya. Kenzie mengacak-acak rambut Anyara. Kedua tangan Belva meremat udara. Ia berlari ke arah Anyara.

"Gue habisin lo. Gue habisin lo!"

°°°
Antagonist

"Lo itu bukan siapa-siapa gue selain cewek yang gak sengaja pernah gue kenal, Belva."

°°°

"Bel, lo gak apa-apa?" Fiara bertanya cemas, mendudukkan diri di sisi sang sahabat. Menyentuh pundak Belva. Ia baru saja menaruh kompres di nakas dekat brankar UKS.

Kejadian beberapa saat lalu benar-benar menghebohkan. Belva yang menyerang Anyara, menjambak bahkan menampar cewek itu, membuat seantero sekolah langsung berlari dan mendaftarkan diri sebagai penonton dalam diam. Belva benar-benar murka. Melihat bagaimana kedekatan yang semakin mengerat di antara Kenzie dan Anyara membuatnya hilang akal.

Terdengar desahan kasar. Fiara menatap khawatir sang sahabat. Bukan ia tidak tau secinta apa Belva pada Kenzie. Hingga Fiara masih ingat bagaimana cewek di sebelahnya ini nekat memasukkan cewek yang menembak Kenzie ke rumah sakit hanya dalam waktu tidak lebih dari satu jam.

Sesekali, Fiara pikir Belva agak berlebihan. Walau tidak bisa ia pungkiri membuli orang lain cukup menyenangkan. Nyatanya yang Fiara lihat Belva hanya mengusik cewek-cewek di sekitar Kenzie.

Lagipula Fiara tidak paham bagaimana Kenzie bisa memuja Anyara si cewek bego itu. Walau Belva sinting, agresif, rata, dan otaknya pas-pasan, setidaknya Belva lebih tegas dan tidak menye-menge seperti Anyara.

"Bel, gue tanya, loh. Lo jangan ngelamun terus, dong." Fiara mengguncang satu bahu Belva. Si empunya berdecak, menepis tangan Fiara kasar.

"Gue gak apa-apa. Lo berisik banget tahu, gak!"

"Gini-gini gue juga khawatir sama lo, Belva," jawab Fiara, tidak kalah menaikkan oktaf nada. Dia meraih tangan Belva. Pergelangan tangan cewek itu masih kelihatan biru. Padahal Fiara sudah mengkompresnya cukup lama.

"Masih sakit, gak? Kalau masih kita ke rumah sakit aja," katanya.

"Ini baik-baik aja." Menarik kembali tangannya, memperhatikan saksama luka yang baru dibuat beberapa menit lalu. Belva terdiam lama.

Walau Kenzie sudah sering melakukan ini. Melukainya secara fisik mengingat sikap tempramentalnya. Belva tetap tidak bisa terbiasa. Rasanya seperti baru pertama kali Kenzie melukainya semejak kebersamaan mereka sejak kecil.

Mencengkeram begitu kuat, maniknya melempar tatapan bengis seolah akan membunuh. Bayangan amukan Kenzie tadi begitu jernih dalam kepalanya. Ditambah lagi Anyara yang menangis tersedu-sedu. Membuat Kenzie langsung membopongnya, membawanya ke UKS yang lain.

Belva berdecih. Cewek gatal itu selalu mencari perhatian Kenzie. Anyara selalu bisa membuat Kenzie memusuhinya.

"Bel, Kenzie udah kelewatan, loh. Tangan lo sampe biru kayak gini." Fiara kembali bersuara, membuat Belva memutar kepala, menyorot dingin balik. Fiara mengernyit. "Kenapa liat gue kayak gitu?"

"Ini semua gara-gara cewek uler itu. Gedek banget gue."

Fiara mengembuskan napas jengah. "Yah, sama, sih. Mukanya itu lho kayak minta dibuli. Gak tahan sendiri gue jugaan buat gak ngerjain dia."

"Kenzie sampe ngelukain gue demi dia. Jahat banget," gumam Belva. Pancaran mata kuatnya tadi melemah begitu mengingat perlakuan Kenzie. Fiara memeluk Belva dari samping. Menepuk bahu temannya beberapa kali.

"Jadi, lo maunya gimana? Nyerah aja? Kenzie juga gak cinta kan sama lo. Daripada lonya terus-terusan mellow."

"Gak, ya." Belva menjawab ketus, menampik garis keras segala pernyataan Fiara. "Kenzie itu dari awal punya gue. Lagian, waktu masih kecil dia selalu ngelindungin gue, kok. Dia gak pernah ninggalin gue sendirian."

Menjauhkan badan, menatap penuh tanya ke arah Belva, Fiara bertanya, "Serius? Kenzie yang hobinya bentak lo sama nolak cinta lo selalu ngelindungin lo waktu kecil?"

Belva tersenyum semringah, mengangguk bersemangat.

"Dia khilap kali."

Sedetik kemudian, senyum Belva memudar tak berbekas. Dia melayangkan pukulan pada bahu Fiara. Tidak lupa dengan pelototan garang. Dan raut tidak terima terhadap ucapan laknat temannya itu. Sang pemilik langsung mengaduh. Mengusap-usap bekas tinjuan Belva sambil mengerucut sebal.

"Sakit, ih, Bel! Sadis lo!"

"Gue bakal potong lidah lo kalo sampe ngomong-ngomong yang enggak-enggak tentang gue sama Kenzie," ancam Belva tidak terima. Fiara menghela napas saja.

"Ya, elah, Bel. Toh, sekarang juga Kenzie gak ngelirik lo. Dia kan sukanya sama Anyara. Satu sekolah juga tahu. Tapi, lonya aja yang masih ngeyel terus ngejar dia gak tahu aturan."

"Diem lo!" Belva berkata sebal. "Lo tuh, ya. Gue lagi ngejar cinta gue bukannya ngasih semangat atau senjata biar gue bisa mampusin cewek-cewek di sekitar Kenzie, kek. Gak ada akhlak tahu gak lo."

"Sama kayak yang ngomong," timpal Fiara lempeng.

"Gue mau balik ke kelas." Belva menurunkan tungkai-tungkainya hendak pergi, tapi Fiara segera memblokir jalana dengan rentangan tangannya. Fiara menatap Belva jengah, dia sudah tahu ke mana cewek ini akan pergi.

"Jangan bilang mau nemuin Kenzie."

Belva menyorot sinis. "Budeg, ya? Gue mau balik ke kelas."

"Iya, kelasnya Kenzie." Fiara berdecak. Melihat Belva seperti ini dia lama-lama semakin kasihan. "Bel, udah lupain aja di Kenzie. Cowok banyak. Lo cantik kok. Kenzie juga gak bakalan suka balik sama lo."

Belva menepis tangan Fiara, memberikan tatapan bengis. "Gue gak peduli. Suka gak suka, Kenzie cuma punya gue."

Fiara mendengkus, tertawa hina. "Sadar gak sih lo itu egois? Lo itu terobsesi sama Kenzie, Bel."

Belva tersenyum miring. "Kalau gitu, kalau gue gak bisa milikin Kenzie, gak boleh ada satu pun cewek yang boleh milikin dia."

Fiara cengo.

Belva melengos pergi dari UKS. Sedangkan Fiara masih dibuat geleng-geleng. Tidak ada obatnya lagi. Belva benar-benar sudah tergila-gila dengan Kenzie. Walau menyebalkan Fiara juga tidak mau memutus pertemanannya cuma karena cewek itu egois dan agresif.

Bagi Fiara Belva sebenarnya kelihatan menyedihkan. Jauh menyedihkan dibandingkan Anyara.

"Hah, cuma orang gak waras yang masih bisa temenan sama Belva. Dan orang itu cuma gue."

***

Tinggalkan jejak.

Terima kasih bagi yang telah membaca.

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang