"Belvaaaaa!"
Begitu Belva membuka pintu kamar, dia nyaris terjungkal mendapat pelukan dari cewek yang entah sejak kapan berada di kamarnya. Raya memeluk erat lehernya, Bslva sampai megal-megap. Ia memukul bahu Raya dan mendorongnya menjauh dengan satu tangan.
"Kecekik gue! Kecekik!"
Raya buru-buru mundur dan menatap cemas pada Belva yang sedikit terbatuk. "Belva, kamu gak apa-apa? Maaf. Aku udah kangen sama kamu. Makanya aku peluknya kekencengan."
Belva mendesis, "Lo bukan meluk gue. Lo meluk leher gue doang!"
Raya cemberut. Padahal ia baru kembali dari dunianya. Tapi, Belva sudah marah-marah. Ia menggulirkan maniknya pada luka di tangan Belva. Meraih tangan itu, Belva menyorotnya dengan pandangan khawatir. "Ini masih belum sembuh?"
"Setahu gue agak lama kalau luka jahit." Belva menarik tangannya. Tidak mau membuat Raya terlalu memikirkan lukanya dan malah overthinking sendiri. Ia berlalu melewati Raya lalu mendudukkan diri di tepi kasur. "Lo balik lagi ke dunia lo ngapain, sih, sebenernya? Kenapa lo suka ngilang pas gue butuhin?"
Raya menoleh. Ia ikut duduk di sebelah Nelva dan membalas, "Aku juga gak tahu. Aku selalu aja gak bisa bantuin kamu kalau kamu ada masalah. Aku minta maaf, Belva. Aku gak bisa jagain kamu baik-baik. Padahal aku mau nyelamatin kamu."
"Gue gak nyalahin lo." Belva menarik napas dalam-dalam dan menghelanya pelan. Ia mengerling ke arah cewek di sampingnya. Raya terdiam, menundukkan kepala dalam-dalam, kedua tangannya mengepal meremat piyama yang tidak pernah berubah sejak awal pertemuan mereka. Belva kembali bersuara, "Lo masih gak mau ngasih tahu gue identitas lo?"
Raya menggeleng tanpa ragu.
Belva berdecak. "Ya, udah, sih. Lo kenapa lagi terus ini? Gak usah sok sedih, muka jelek lo tambah jelek tahu, gak?"
Meski kasar, Raya tahu Belva peduli padanya. Ia tersenyum. Mengangkat kepala, mengubah arah duduknya menyerong kepada Belva. "Belva, kamu sama Kenzie gimana?"
Belva berpikir sejenak, menerawang ke atas. "Baik. Gue yakin Kenzie pelan-pelan bisa lepas dari karakternya. Kalau Kenzie berhasil lepas, artinya selesai, kan? Gue juga bakal tetep hidup, kan?"
Raya menggelengkan kepala. Air mukanya tampak rumit. Belva terdiam ketika cewek itu berujar, "Sampai novel ini belum bener-bener jalan sampai ending, aku gak yakin semua tokoh di dalem novel ini bisa lepas total dari alur."
Belva tertegun.
"Sekali lagi aku ingetin. Kenzie tokoh utama. Dia bakal bunuh kamu. Aku berusaha nyelamatin kamu, tapi kamu juga mau nyelamatin dia. Itu ... berat, Belva." Raya menjeda sebentar, mengulas senyuman tipis. "Tapi, karena kamu sekeras kepala ini, ya gimana lagi. Mau gak mau juga aku mesti bantu kalian buat lepas dari karakter."
Perkataan Raya entah kenapa terdengar lemah. Apalagi sorot matanya yang kian melembut membuat Belva menahan kalimatnya dalam tenggorokan.
"Adegan selanjutnya, tolong hati-hati." Raya berkata sungguh-sungguh. Belva menyorot cewek itu dengan pandangan bertanya. "Gak lama lagi. Aku buat alur kamu nyelakain Anyara. Kenzie marah. Tapi, dia masih waras. Cuma ... Jevias. Dia langsung hilang akal."
"Tapi, kan gue gak nyelakain Anyara. Masa tetep bakal kejadian?" Belva protes. Selama ini bahkan ia sudah menjauhi Anyara. Belva juga sudah terlepas dari karakter sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Antagonist [END]
Teen FictionBelvania benar-benar terkejut ketika seorang cewek bernama Raya datang, memintanya untuk berhenti mencintai Kenzie atau ia akan mati. Awalnya Belva tidak mau mengindahkan sama sekali. Karena mau seburuk apapun perlakuan Kenzie padanya, Belva tidak b...