15. Menelusuri Cerita

719 63 0
                                    

BEBERAPA hari ini Belva selalu membuntuti Anyara tiap kali cewek itu pulang dadi shift kerjanya. Belva mengetahui tempat kerja Anyara dadi Fiara. Sedangkan Fiara sendiri mencari informasi dari anak-anak lain di sekolah mereka.

Walau sudah mengekori Anyara diam-diam, sampai mesti menggunakan jaket hitam beserta tudungnya segala, Belva tidak menjumpai satu preman pun yang menganggu cewek itu. Belva curiga omongan Raya hanya bullshit belaka. Dan kembali yakin bahwa dia memang setan jadi-jadian.

"Harusnya gue gak perlu capek-capek percaya omongannya Raya. Sesat dia tuh." Belva mendumel. Ia sudah mulai capek menguntit Anyara. Kini dia berdiri bersandar di dinding sebelah minimarket tempat Anyara bekerja. Ia mengentuk-ngetukkan sepatunya. "Mending balik abis itu ngehajar Raya."

Baru saja Belva hendak melangkah pergi, Anyara sudah keluar duluan dari minimarket. Ia berjalan ke arah Belva. Otomatis, Belva memutar tubuh memunggungi Anyara, berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Sampai cewek itu berlalu melewatinya, Belva mendedah lega.

Dia mengamati punggung Anyara lekat-lekat. Mulai berjalan ke arah yang sama di belakangnya. Namun, baru menyusuri trotoar beberapa meter, Belva memaku ketika Anyara ditarik paksa seseorang masuk dalam gang.

Segera masuk ke arah gang lain, Belva mencari jejak Anyara dalam tempat sedikit gelap itu. Indra pendengarannya menangkap jeritan tertahankan dan suara bentakan berdesia seorang cowok. Belva mengintip dari balik dinding dingin.

"Preman? Anyara?" Belva bergumam tak percaya. Matanya bahkan tak mampu berkedip. Seketika ia terlempar memori perkataan Raya.

"Ini ... kejadian bab delapan?"

°°°

Antagonist

"Bisa-bisanya lo direbut dari gue cuma gara-gara ini dunia novel."

°°°

"Lepasin! Tolong! Tolong aku!" Anyara berusaha berteriak sekuat tenaga. Ia mencoba mendorong dada preman tanpa rambut yang kembali nyaris membungkam mulutnya.

"Diem! Diem atau gue apa-apain lo sekarang juga!" Dia mengancam. Anyara kicep. Tidak lagi berani bersuara. Preman botak itu menengok pada satu temannya yang berambut gondrong, dia tampak memegangi lengan Anyara. "Bawa mobilnya ke sini! Buruan!"

"Tapi, mobilnya kan masih di bengkel, Bos. Ini kita nyulikkan buat beli mobil baru."

"Argh! Cari apa kek! Buruan sebelum gue keluarin lo dari tim!"

"Tim basi! Kita cuma berdua, Bos!"

"Cariii!" Preman botak itu menggeram. Temannya langsung hormat tiang bendra.

"Siap! Laksanakan!"

Dia lari meninggalkan Anyara bersama preman botak itu. Anyara nyaris menangis. Ia berusaha melepaskan tangannya dari cekalan preman itu. Tapi, terlalu ketakutan. Ia terlalu takut sampai gugup dan lemas.

"Diem bisa gak sih?! Gak bakal diapa-apain lo tuh kalau nurut!"

Anyara tetap tidak bisa tenang. Ia tidak mengerti. Kenapa mesti dirinya yang diculik? Kalau saja dia diperbolehkan bicara, Anyara akan bilang dia cuma cewek miskin. Tidak punya apa-apa sebagai tebusan. Tidak ada ada yang bisa menyelematkannya. Apalagi incaran pran ini adalah uang.

Anyara mulai pesimis. Pikiran negatifnya mengaburkan kepercayaan dirinya untuk selamat. Ini sudah malam. Keadaan senyap diselimuti atmosfer seram. Anyara benar-benar berharap ada seseorang yang bisa menyelamatkannya.

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang