51. Target Second Male Lead

263 33 1
                                    

"Jev, lo suka sama cewek itu?" Reyhan muncul dari luar pintu. Tangannya melempar botol air ke arah cowok yang cuma duduk diam memainkan ponsel di basecamp mereka. Jevias menangkapnya dan menaruh minuman itu di meja setinggi lutut.

"Cewek mana yang lo maksud?" tanyanya, tidak menggerakkam kepala maupun tubuh lainnya selain jemarinya yang sibuk bermain.

Reyhan menghela napas. Lalu melempar diri dan duduk bersandar di sofa paling panjang. "Anyara." Dia menyeringai, menatap hina. "Emang cowok macem lo bisa naksir cewek baik-baik kayak dia?"

Jevias tertawa remeh. "Bajingan gak cocok sama cewek baik-baik, kan?"

Reyhan tersenyum. "Seenggaknya lo sadar diri, sih."

"Sialan!" Seseorang mendobrak pintu keras. Mengalihkan atensi kedua manusia dalam basecamp itu. Cowok dengan wjaah penuh luka itu mendekat dan dalam sekejap meraih kerah baju Reyhan. Romi menatapnya nyalang. "Berengsek, mau gue hajar, hah?! Lo mau gue mati?!"

Reyhan mengangkat kedua tangannya, lalu tersenyum hingga matanya mengecil. "Tapi, lo masih hidup, kan? Malah dia yang sekarat."

Romi mengeraskan rahang. Meski ia ingin menghantamkan kepalanya ke wajah Reyhan, pada akhirnya dia cuma menyentak kerah jaket Reyhan dan pindah ke sofa untuk duduk. Ia meludah. "Sampe lo nyerahin nama gue ke ring tanpa sepengetahuan gue, gue yang bunuh lo."

Reyhan hanya mengendikkan bahu. "Toh, lo juga dapet uang setimpal, kan?"

"Gue hampir mati, Goblok!" Romi senewen. Ia menendang kaki Reyhan hingga si empunya meringis.

"Kan hampir."

"Mata lo hampir!"

Jevias mengaluhkan perhatian dan layar dan menoleh pada Romi. "Lo liat anak-anak?"

Romi melirik Jevias, masih kesal. "Gak. Gak urus."

"Ah, mereka agak sering ilang-ilangan akhir-akhir ini. Kayaknya minta sparing sama gue." Jevias menghela napas. Mematikan ponsel dan menyimpannya dalam saku. Ia beranjak dari duduknya seraya memakai jaket yang teraampir si sisi sofa. "Gue mau keluar dulu. Dan kalian gak perlu ngikutin gue."

"Bukannya elo yang akhir-akhir ini sibuk sama musuh lo itu? Sering banget keluar nemuin dia."

Jevias mengernyih. "Makin gue liat makin benci. Makin benci makin pengen gue habisin. Sayang aja ada yang ngehalangin gue."

"Ceweknya itu, kan? Siapa namanya? Bella?"

"Belva. Yah, gue pengen ngerebut Anyara karena dia kelihatan deket sama itu cewek. Tapi, gue bego banget, sih. Mana ada Kenzie ninggalin sahabat kecilnya." Jevias tertawa kecil.

Romi mengernyit tak paham. "Gue gak paham. Ngapain lo capek-capek ngurusin hidup orang? Lo hidup jauh lebih berantakan."

"Hmph? Gimana, ya? Obsesi gue pengen ngeliat Kenzie hancur. Mungkin itu yang sebenernya gue rasain selama ini."

°°°

Antagonist

"Gue bakal ngehancurin semua milik Kenzie."

°°°


"Lo itu  ... ditakdirin sama Anyara, Kenzie. Jangan ngerusak takdir lo sendiri."

Terhenyak.

Sepasang kelopak mata itu terbuka terkejut. Menatap linglung dan terdiam selama beberapa saat. Kenzie menegakkan punggung dari atas meja. Menarik tangan-tangannya yang tadinya terlipat sebagai bantal. Ia mengedarkan mata ke sekeliling dan mendapati kelas masih ramai –karena jamkos– seperti beberapa saat lalu sebelum ia tertidur.

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang