"Tolong.""Jangan mati sekarang."
"Seenggaknya ... seenggaknya aku harus pastiin Belva baik-baik aja. Belva gak boleh mati gara-gara cerita aku."
Raya berkedip sekali.
Napasnya tertahankan di tenggorokan sesaat. Matanya mengedar dan ia langsung sadar Raya berada di dunia Belva. Dunia masa depan di mana Raya sebenarnya sudah tidak ada. Ia berada di tengah tempat ramai yang belum pernah ia pijak sebelumnya. Tidak ada yang menyadari eksistensinya. Melihat ada wahana di sisi lain dari tempatnya berdiri, sepertinya ini area pasar malam. Raya tidak tahu kenapa ia terlempar di sini. Biasanya Raya selalu terlempar di tempat Belva berada. Mungkinkah Belva sedang di tempat ini?
"Belva, apa di sini, ya?" gumam Raya seraya celingak-celinguk. Ia mulai menyusuri area itu sambil mengedarkan pandangan mencari sang keponakan.
"Gara-gara aku pingsan tadi, aku kepikiran bakal mati," ia kembali bergumam lalu menarik napas panjang, "rasanya takut banget."
"Mas, itu ke rumah sakit dulu, Mas! Beneran gak apa-apa?"
Atensi Raya teralihkan. Ia menoleh ke belakang dan melebarkan mata mendapati sosok cowok berjalan ke arahnya sambil mengusap darah di pelipisnya. Kenzie membelah beberapa orang yang tampak khawatir. Raya tertegun melihat kondisi cowok itu.
"Saya gak apa-apa." Kenzie kembali membersihkan darah di pelipisnya. Kepalanya masih sakit, tapi Kenzie tidak mau ambil peduli. Bekas pukulan seseorang entah siapa itu malah membuatnya khawatir tentang Belva. Saat mengecek waktu di ponsel, Kenzie sudah cukup lama meninggalkan cewek itu. "Mas lihat cewek rambutnya dikucir kuda, pake tas kecil cokelat sama baju warna cream?"
"Duh, Mas, saya gak tahu. Itu beneran gak apa-apa gak dibawa ke klinik dulu?"
"Saya nanti ke sana sendiri. Makasih, saya duluan." Kenzie tidak mau membuang waktu. Ia mesti mencari Belva. Ia sudah mengirimkan pesan dan menelepon cewek itu. Tapi, tidak ada jawaban sedikit pun. Ponsel Belva tidak aktif.
Saat Kenzie meneruskan langlahnya lebih cepat, pandangannya tertuju pada sosok yang berdiri di depannya. Seorang cewek yang juga menyorotnya dengan pandangan rumit tanpa kedip. Kenzie berhenti beberapa meter di depannya sebelum akhirnya melengos melewatinya.
Raya terhenyak.
Barusan ... Kenzie melihatnya?
°°°
Antagonist"Gue emang cacat sejak awal. Gue juga gak berniat buat nyembuhin apa pun."
°°°
Belva meninju perut Jevias dengan lututnya, menarik punggung cowok itu dan membantingnya di atas lantai. Anyara mundur menjauh. Membelalak melihat perlawanan Belva terhadap Jevias. Cowok itu mengerang sebentar lalu bangkit dan memberikan pandangan remeh seraya mendengkus. Sedang Belva masih memasang kepal tinju siaganya."Belva, makin lo berontak yang ada lo malah makin dalam bahaya."
"Maksud lo gue harus diem pasrah sedangkan gue gak tahu lo mau apa sama gue, gitu?!" Belva senewen.
"Anyara, lo boleh pergi, kok, sekarang." Jevias mengabaikan Belva. Ia tersenyum manis pada Anyara yang diam sejak tadi. Cewek dengan sorot nanar itu tidak bersuara apa pun. Namun, ia menurut dan berbalik hendak pergi dari tempat itu.
"Anyara sialan! Gue pikir lo cewek baik-baik, ternyata lo jadi sampah karena dendam sama gue? Tai lo!" Belva berteriak kesal. Napasnya terengah-engah. Anyara tidak memberikan tanggapan apa pun dan terus meneruskan langkahnya meninggalkan Belva bersama Jevias.
![](https://img.wattpad.com/cover/346210080-144-k837891.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Antagonist [END]
Teen FictionBelvania benar-benar terkejut ketika seorang cewek bernama Raya datang, memintanya untuk berhenti mencintai Kenzie atau ia akan mati. Awalnya Belva tidak mau mengindahkan sama sekali. Karena mau seburuk apapun perlakuan Kenzie padanya, Belva tidak b...