56. Permintaan Maaf

339 31 0
                                    


Belva mendorong Jevias sekuat tenaga dan melayangkan tendangan keras. Walau begitu, cowok itu tidak mundur jauh. Jevias hanya dibuat melangkah satu kali dan tersentak setelah menghabisi bibir Belva. Belva mengusap sudut bibirnya yang sedikit berdarah. Tatapan bengis menguar lewat dua kelereng cewek itu.

Jevias bajingan. Jevias berengsek. Belva ingin melawan. Tapi, tangannya sepertinya terkilir karena cowok itu. Kakinya bahkan terasa lemas dan ingin jatuh saja.

"Gue gak akan kasar. Jadi, jangan berontak lebih jauh lagi. Oke?" Jevias berkata dingin. Pikirannya sudah tidak jernih lagi. Satu-satunya kalimat yang terus bergaung dalam kepalanya adalah menghancurkan Kenzie dan Belva adalah jalan terbaik melihat kehancuran cowok itu.

"Kenapa lo terus-terusan cari masalah sama Kenzie atau gue?!" Belva berteriak hilang akal. Ia memelototi cowok di depannya lebar-lebar. "Dari kecil lo benci Kenzie! Lo gak capek? Lo pikir gue gak tahu lo cuma mau ngehancurin Kenzie lewat gue? Lo kira gue bego?"

Jevias menaikkan sebelah alis sebentar lalu mengendikkan bahu acuh tak acuh. "Yah, ketahuan. Tapi, bagus deh kalau lo tahu."

"Lo mau Kenzie gimana?! Lo mau apa sebenernya?!" tanya Belva lagi, terdengar keras dan tegas.

"Hancur. Sehancur-hancurnya." Jevias menjawab dingin. Ia melayangkan pandangan lugu. "Dan lo adalah satu-satunya hal paling berharga buat cowok itu, kan? Jadi ... gue gak peduli kalau mesti berurusan sama polisi. Asal mental Kenzie mati, gue happy."

Napas Belva tercekat di tenggorokan. Jevias tidak bisa diajak komunikasi. Cowok itu terlalu dibutakan oleh dendam dan kebenciannya. Belva tidak punya kesempatan untuk melarikan diri.

°°°
Antagonist

"Maafin aku. Aku buat kalian luka sedalam ini."

°°°

"Kalau dipikir-pikir, Jevias itu karakter yang menyedihkan. Aku buat dia seburuk itu dari kecil. Dibuang orang tuanya, tinggal di panti asuhan. Adiknya aku buat mati karena penculik.

"Jevias punya kedelengkian besar sama Kenzie. Jevias gak pernah didenger siapa pun. Dia ... bener-bener punya latar belakang gelap buat dukung sifat jahatnya ke tokoh utama. Tapi, sebenernya ... dia cuma sosok yang kehilangan semua yang dia punya dan hancur terus-terusan."

"Aku berharap aku gak pernah nyiptain tokoh Jevias."

Belva menatap lekat-lekat cowok di depannya. Tiba-tiba saja perkataan Raya berkelebat dalam kepalanya kala Belva terus memandang sinar mata kosong cowok di depannya ini. Jevias ... tidak ingin melakukan apa pun selain menghancurkan Kenzie. Cowok itu ... selalu sedengki itu pada Kenzie.

Belva jelas masih ingat. Kala kecil Jevias yang dijauhi karena membenci Kenzie. Jevias diolok karena berusaha menyaingi Kenzie. Sejak awal keberadaan Jevias selalu ditolak di mana pun. Harusnya Belva tidak heran Jevias membenci Kenzie sebesar ini. Walau ia juga tidak bisa membenarkan tindakan Jevias.

"Lo gak akan dapet apa-apa sekalipun ngehancurin Kenzie." Belva memberitahu. Jevias yang sejak beberapa saat lalu diam hanya mengangkat alis lalu tertawa.

"Dapet, dong. Lo aja yang gak tahu."

"Gue tahu!" Belva mengambil langkah tanpa sadar. Tapi, di detik itu ia merosot jatuh. Kakinya kebas dan bergetar. Jevias menendang tulang keringnya beberapa saat lalu karena Belva memberontak. Ia mendongak. Mendapati Jevias menunduk, menatapnya hina. "Berhenti ngebenci Kenzie. Lo bisa urus hidup lo sendiri, kan?"

"Lo gak akan paham, oke?" Jevias berjongkok. Ia meraup bibir Belva dan menginggitnya. Belva memukul-mukul dada Jevias. Mendorongnya berusaha melepaskan diri.

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang