21. Second Male Lead

968 74 0
                                    

BELVA mengembuskan napas panjang. Ia menyandarkan punggung di kursi panjang depan kelas, meluruskan dua buah kelerengnya pada lapangan. Belva lupa bahwa hari ini adalah turnamen basket antarsekolah. Beberapa siswi berseragam lain tampak berseliweran di sudut sekolah.

Hari ini juga free pelajaran. Fiara sempat murka beberapa saat lalu karena tidak ada yang bilang hari ini ada turnamen dengan sekolah tetangga sedang ia sudah keteteran senduri dwngan PR yang belum ia kerjakan. Belva tidak memedulikan temannya itu, sih. Kini ia tengah dilanda gamang dengan perkataan Raya. Menjauhi Kenzie? Mustahil. Tapi, Belva juga tidak mau mati.

"Belva! Hai!"

Menolehkan kepala sembilan puluh derajat. Ia menjumpai Raya. Pakaiannya tidak berubah sejak kemarin. Cewek itu nyengir seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan lolipop.

"Dasar bayi!" Belva menghardik.

Cemberut, Raya menunduk balik menatap dirinya. "Bayi apaan, sih? Belva keras-keras gitu ngomongnya entar dikira gila mau?"

Belva tidak menyahut apa-apa lagi. Ia diam, sedangkan Raya duduk di samping cewek itu ikut menatap lurus. "Belva, udah jauhin Kenzie?"

Tidak ada jawaban.

Raya melanjutkan, "Di bab sepuluh, ada tokoh baru."

Spontan menoleh, Belva memberikan tatapan bingung selama beberapa detik. Bibirnya berbisik, "Maksud lo?"

Ikut memutar kepala menatap Belva, Raya tersenyum miris. "Second male lead. Dia juga bakal bunuh kamu."

°°°
Antagonist

"Jangan ngeliat siapa pun. Selain gue."

°°°


Anyara Karani termenung di tepi koridor terbuka, menatap lekat-lekat kerumunan yang mulai bubar sebab pertandingan baru saja selesai. Di tangannya, ia membawa beberapa buku dari ruang guru. Manik hitamnya mengedar mencoba mencari keberadaan Kenzie. Tapi, sepertinya cowok itu sudah tidak ada di lapangan.

Mengendikkan bahu sambil tersenyum kecil. Yah, Anyara akan memberikan selamat setelah ia menaruh buku-buku ini di perpustakaan. Ia juga akan membelikan Kenzie minuman. Mungkin Anyara juga harus memberikan hadiah kecil untuk cowok itu.

Cewek itu kemudian melanjutkan langkah, berbelok ke arah koridor lain. Tapi, tiba-tiba saja, tubuhnya terdorong, buku-buku di tangannya jatuh berantakan. Anyara mendongak, tertegun sesaat mendapati sosok yang tidak ia kenal berdiri menjulang tinggi di depannya. Ia mengenakan baju tim basket dari sekolah tetangga. Cowok itu menatap Anyara dengan pandanfan dingin dan menusuk.

"Maaf, aku gak gak liat-liat." Anyara menunduk, lalu berjongkok memberesi buku-buku di lantai. Cowok di depannya masih bergeming. Sampai Antara sudah kembali berdiri, ia tetap tidak bergerak sedikit pun. Anyara memegangi hati-hati buku-bukunya, bertanya agak ragu, "Kamu gak apa-apa?"

Tidak ada jawaban.

Anyara mengerling ke kanan dan kiri. Beberapa siswa sedikit memperhatikan mereka. Mungkin karena cowok tinggi ini dari sekolah tim lawan. Merasa tidak ada lagi urusan, Anyara berujar, "Kalau gitu, aku duluan."

"Gue belum bilang maafin lo."

Perkataan cowok itu menghentikan langkah Anyara tepat di sampingnya. Memutar kepala, mengangkat pandangan ke wajah cowok yang berputar sembilan puluh derajat itu, Anyara menatap lugu.

Dunia Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang