WELCOME SAYANG SAYANGKUU😻 BALIK TERUS KE SINI YA SAMPAI SELESAI🤸
🕊️🕊️🕊️
"Kita merasa nggak dihargai!"
Tanpa menoleh, Sananta mengangkat jari telunjuknya, tepat di depan bibir plumpy Zelyn yang duduk di sampingnya. Memberi peringatan agar gadis itu menutup mulutnya. Menginginkan suasana kondusif di ruang rapat yang dihadiri beberapa inti organisasi ini.
Zelyn mendengus, harus menahan rasa kesalnya. Ia benar-benar kesusahan mengatur segala emosi yang bergejolak. Bagaimana bisa?
Reiga geleng-geleng kepala, "bisa dilanjut?"
"Silahkan, pihak OSIS menjelaskan mengapa tidak mengambil aspirasi dari pihak MPK?"
Arah pandang Reiga beralih pada gadis berambut sebahu, meminta jawaban darinya. Amelia berdehem sejenak, "gue pikir kita ga butuh banyak aspirasi. Jadi ya gue nggak ada hubungi MPK."
"Nggak butuh aspirasi gimana ya?" Zelyn menyahut dengan mencoba menahan emosinya.
"Event sekolah OSIS yang pegang kendali, gue rasa udah cukup baik OSIS menjalankannya. Tanpa aspirasi."
Zelyn melanjutkan kalimatnya, "jelas-jelas kita MPK di sini untuk mencari aspirasi. Menyuarakan pendapat tiap suara yang ada!"
Sananta menarik napas pelan, hembusan napasnya terdengar tenang. Cowok itu selalu mampu mengendalikan diri dalam situasi apa pun. Karena ia tahu, situasi dirinya akan berpengaruh pada yang lainnya. Sekarang, ia berbicara di pihak organisasinya. Menyetujui pendapat-pendapat itu.
"Lagi pula, setiap event sekolah bukan hanya tergantung pada OSIS. Tapi juga pendapat setiap warga sekolah. Maka di buatlah aspirasi."
Mendengar ketegasan Sananta berbicara, membuat Zelyn mengangguk setuju. Begitu pun Nasia sebagai ketua Komisi 2, ikut nimbrung dalam rapat kali ini.
Nasia angkat suara, "OSIS memang mau jalan sendiri ya?"
Tanpa memotong pembicaraan sama sekali, Reiga mendengarkan dengan serius. Memberi ruang untuk anggota MPK menyuarakan pendapat mereka. Ia pun begitu lapang dada menerima kritik saran dari rekan organisasi nya.
Reiga menghela napas, "oke, di sini pihak OSIS salah. Kita minta maaf atas masalah ini. maaf gue dari awal nggak perhatiin masalah aspirasi."
Begitu besar hatinya mau menerima semua kritikan itu, juga mengakui kesalahannya. Sebagai pemimpin, Reiga memang harus mau menerima segala resiko. Termasuk menerima kesalahan yang sebenarnya bukan ia penyebabnya. Namun bagaimana pun itu, ia pemimpin organisasinya. Jika ada yang salah, ia orang pertama yang dicari.
Reiga menatap Amelia, "kita tetap butuh aspirasi warga sekolah. Jangan membungkam tiap suara yang berhak disuarakan!"
Kalimatnya lantang diucapkan, memberi peringatan tegas pada anggotanya. Terlihat ada sedikit amarah di nada dinginnya. Sedang Ameli, takut-takut membalas tatapan Reiga. Gadis itu hanya mengangguk pelan.
"Gue minta maaf," lirihnya.
"Tolong apa pun konfirmasi ke gue. Gue yang berhak ambil keputusan!" katanya menegaskan kepemimpinan miliknya.
Amelia mengangguk paham, "kedepannya gue akan konfirmasi apapun ke lo. Sorry, Reiga."
Reiga memejamkan matanya sejenak, menenggelamkan segala kelelahannya. Ia mengusap wajahnya sedikit kasar, lalu perlahan membuka matanya. Mengadu tatap dengan anggota MPK di depannya, menanti apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
"Gue selaku ketua OSIS, meminta maaf atas kelalaian ini," katanya tulus.
Sananta menatap teman-teman lainnya, lalu mengangguk pada Reiga. "Di sini kita untuk menyelesaikan permasalah ini, jadi kita pun memaafkan miskomunikasi ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
N I S C A L A
Novela Juvenil"ISVARA EIRA ZELYN, GUE TUNGGU DI PARKIRAN BELAKANG! LO BISA FOTBAR SAMA GUE!" Lantang suara Reiga menggelegar, menyebut nama Zelyn hingga terdengar di tiap penjuru sekolah. Sayangnya, Zelyn sendiri tak berharap namanya yang disebut. Meski begitu i...