3 1 || Jeritan Zelyn

153 19 4
                                    

HAPPY READING 💐

🕊️🕊️🕊️

Sepanjang hari Zelyn menguatkan diri untuk tidak pulang sebelum jam sekolah berakhir. Beberapa praktek dan mata pelajaran ada yang tak bisa ia tinggalkan. Ibarat nya, seperti jarum jam yang tak bisa berjalan mundur. Materi itu tak bisa diulang jika Zelyn tak hadir. Begitulah, ambisi Zelyn untuk nilai terbaik pada raport nya.

Kini, Zelyn telah menuntaskan jam sekolahnya. Ingin segera terbaring nyaman di tumpukan kapas. Langkah kakinya pun cepat menuju halaman depan, sebab Bunda Adya sudah menunggunya.

Namun seiring kakinya berjalan, ia merasakan sesuatu melilit pada pinggangnya. Sejenak berhenti untuk memeriksa. Zelyn menemukan jaket denim Reiga menutupi bagian belakang bawah perutnya.

Reiga berdehem, "ada noda nakal."

Kerutan di kening Zelyn mulai terbentuk, kinerja otaknya yang melambat belum mampu mencerna. Sampai ia menerima bungkus plastik hitam yang di sodorkan Reiga. Dalam kebingungan ia memeriksa isi nya.

"Kalau lagi tanggalnya tuh persiapan."

Zelyn mendongak. "Tapi itu cat, bukan darah."

"Hah?"

Tadinya Zelyn yang dibuat kebingungan oleh nya, tetapi ia sudah mendapatkan jawaban tersebut. Melihat ada pembalut beserta kaleng minuman dingin yang bermerk 'Kiranti' pada plastik. Dapat menyimpulkan ada noda pada belakang roknya, ia tahu warnanya pasti merah.

"Rok gue kena cat pas ngelukis tadi. Tanggal mens gue bukan sekarang."

Mendengar penuturan Zelyn yang cukup jelas membuat jelaga Reiga berputar sejenak. Deheman kecilnya mencoba meredam rasa malu, sedikit mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kirain," sahutnya.

"Jadi orang sok tahu."

"Itu peka namanya!" Kedua bola mata Zelyn bergulir dengan malasnya, tangannya bersiap melepas ikatan jaket pada pinggang rampingnya. Sayangnya pemilik jaket tersebut tak memberikan izin.

Reiga menggeleng, "orang mana tahu. Warna nya sama gitu, dikira noda darah."

"Sekarang udah gue kasih tahu."

"Apa iya lo akan jelasin ke setiap orang yang lihat kalau itu kena cat, bukan darah?"

Bulu mata Zelyn mengerjap pelan, kembali mencerna perkataan Reiga. Fokus netra coklatnya menangkap orang-orang sekitar yang masih meramaikan koridor sekolah. Berpikir, sepanjang jalannya nanti akan menjadi pusat perhatian apalagi ia melepas jaket Reiga.

Sedang jaketnya sendiri ia kenakan, karena hawa dingin tak kunjung mereda di tubuhnya.

Reiga menghela napas, "apa ga malu? Punya nggak?"

"Apaan?"

"Malu, punya nggak?"

"Sialan!" Zelyn menghentakkan kakinya sekali, "gue cuci dulu jaket lo. Thanks."

Respon Reiga hanya menggunakan kepalanya yang mengangguk-angguk diiringi gumaman kecil. Membiarkan kembali kaki jenjang tersebut melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Meski kaki Zelyn melaju lebih awal, tetap saja langkah besar Reiga dapat menjangkaunya dengan mudah.

Hal sepele yang membuat Reiga cekikikan, merasa lucu memperhatikan langkah kaki itu. Apalagi raut kesal Zelyn terpampang jelas.

Kemudian Reiga mengangkat kamera yang menggantung pada lehernya, bersiap mengambil gambar kedua langkah kaki yang beriringan.

N I S C A L ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang