70 || Warmindo

57 9 0
                                    

HAPPY READING🤍

️🕊️🕊️🕊️

Semilir angin malam menemani perjalanan singkat Zelyn dan Damian, jalan raya masih ramai di penuhi kendaraan lalu-lalang, setiap bangunannya memberikan penerangan. Hanya ada suara bisingnya jalanan karena mereka memilih bungkam sejak tadi. Bahkan laju motor Damian pun pelan, seolah memang ingin menikmati momen ini. Namun tak lama Damian memutuskan tujuan akhir motornya.

Tanpa bertanya Zelyn segera turun dan nurut saja di bawa Damian ke warmindo, padahal keduanya baru selesai makan malam.

"Mau mie atau minum aja?" tawarnya.

Zelyn berpikir sejenak, saat ia hendak menyebut menu nya bibirnya tiba-tiba kelu.  Ia mengatupkan kembali bibirnya sembari menelan ludah, kepalanya menggeleng. Seketika itu juga ia teringat Reiga. Biasanya ia jajan mie bersama Reiga, lebih tepatnya mie ayam.

Damian mengangguk, "oke minum teh hangat ya. Gue pesen dulu."

"Iya, kak."

Sembari menunggu Zelyn melepas kuncir rambutnya, sebab hawa dingin mulai menusuk. Ia menyimpan kembali kuncirnya di dalam tas sambil mengeluarkan ponselnya. Senyumnya terbit melihat notifikasi pesan dari Reiga.

Reiga:
| Izin diterima
| asal jaga jarak, jangan kelamaan, pakai    
jaket juga dingin ini

"Bawel," katanya sambil terkekeh kecil lalu cepat-cepat Zelyn memberikan balasan.

Zelyn:
| iya, aman aman

Reiga:
| ke mana?

Zelyn:
| warmindo

Reiga:
| alah ke warmindo doang
| ngapa nggak masak mie di rumah
| mending sama gue, kita ke restoran mahal

Zelyn tertawa, melihat bubble chat Reiga dapat tergambar ekspresi kesal sembari mengomelnya itu. Ia begitu larut dalam room chat Reiga sampai tidak menyadari kehadiran Damian, sebelum cowok itu berdehem.

Zelyn langsung menaruh ponselnya, "eh kak?"

"Minum teh angetnya biar ngurangin dingin," katanya membuat Zelyn langsung meneguk tehnya. Damian tersenyum, "pelan-pelan juga tapi. Tiup dulu."

"Nggak terlalu panas kok, kak."

Damian mengangguk, "sorry ya bawa pergi lo malam-malam dingin gini."

"Enggak apa, gue juga mau kok."

"Iya sih, di rumah pasti nggak nyaman banget kan sekarang? Lo juga pasti kaget pulang pulang di kasih tau kayak gitu, gue ngerti."

Pergerakan Zelyn terhenti sejenak. Ia menggigit sedikit bibir bawahnya dengan kelopak matanya yang tertunduk.

"Kalau lo nggak mau mereka rujuk bilang aja," katanya menarik atensi Zelyn hingga mendongak. Kedua alis Zelyn mengernyit seolah tidak suka mendengarnya.

Zelyn menaruh gelasnya, menghela napas. "Kak, lo nggak mau punya bunda tiri ya?"

Sejenak, situasi menegang. Ekspresi Zelyn begitu serius menatap kedua bola mata Damian. Tapi setelahnya tawa Damian membuyarkan situasi, dengan santainya Damian mengacak-acak rambut Zelyn lalu menyeruput mie nya.

"Kak kok ketawa?"

"Lagian, ada ada aja bunda tiri. Bunda lo bunda gue juga."

"Cih," decihnya.

Kemudian setelah menghabiskan setengah piring mie, Damian kembali menatap Zelyn.

"Bukan gitu maksudnya. Gue mikirin lo, adek gue. Kalau mereka rujuk pasti keadaan bakal berubah. Gue cuma mau kita tetap bisa ngejalanin hari-hari kayak dulu, nggak ada yang berubah. Kita juga udah terbiasa kan?"

N I S C A L ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang