Selamat Membaca🪷
🕊️🕊️🕊️
Kata orang, bangun pagi mampu menambah energi semangat berkali-kali lipat. Kebiasaan bangun pagi ini selalu Bunda Adya terapkan pada putrinya, hingga Zelyn selalu bangun lebih awal. Hari-hari biasanya ia menyambut pagi dengan sumringah apalagi saat sinar mentari menembus tirau jendelanya. Namun, pagi ini terasa berbeda.
Wajahnya kusut, tak ada garis senyum, fokusnya buyar. Bahkan siap-siap ke sekolah pun tak segesit biasanya. Sesekali ia meringis saat melakukan kesalahan sebab tidak memperhatikan aktivitasnya. Zelyn terus-menerus memandangi layar ponselnya, berharap ada bubble chat dari Reiga yang sudah ia nantikan semalaman.
Itu lah sebab utama semangat pagi nya luntur.
"Orang kayak nggak punya kuota atau wifi masa?" gumam nya sembari menuruni tangga, dengan terus memandang ponselnya. Ia menarik kursi sedikit kasar dengan dengusan kesal. Begitupun menaruh ponselnya di meja yang terkesan melempar.
Bunda Adya mengerutkan keningnya, "eh pagi-pagi kenapa ini mood nya?"
"Sedikit buruk, tapi nggak apa-apa kok Bunda."
"Bener loh ya?"
"Iya, Bundaku," sahut Zelyn dengan nada manja diiringi senyum tipis. Hanya berusaha menenangkan Bunda nya, lagipula ini masalah sepele kan?
Bunda Adya tersenyum sembari manggut-manggut. "Oiya, kemarin Bunda ketemu Mama nya nak Reiga loh."
"Oh ya? Kok bisa, Bunda?"
"Bu Ria nganterin makan siang untuk suaminya, Pak Martin. Terus kita ketemu dan ngobrol sedikit. Bu Ria bilang kamu udah pernah main ke rumahnya dan bantu buat cake juga."
Zelyn meringis mendengar penuturan Bunda nya, tidak heran dengan pertemuan itu. Memang mereka saling berhubungan kan? Sudah sepantasnya saling mengenal. Dan itu bagus, pikirnya.
Bunda Adya sedikit menyenggol lengan Zelyn dengan senyum jahilnya, "udah sedekat itu ya sama calon mertua?"
"Bunda!" peringat Zelyn. Matanya membulat sempurna bersamaan gelengan kepalanya, lalu ia menepuk jidatnya. Terlihat pasrah. Ia yakin Bunda nya akan terus mengejeknya seperti ini. Entahlah!
🕊️🕊️🕊️
Almamater merah terpasang rapi menutup seragam putih Zelyn, sembari berjalan cepat menuju ruang MPK ia mengancingkan almamater nya. Sedikit kerepotan sampai berhenti di depan pintu karena tak bisa membuka nya. Namun seseorang dari belakang membantu membuka kan pintu. Zelyn menyelesaikan kancingnya lalu menoleh, mendapati Sananta dengan wajah tanpa ekspresi nya.
Zelyn tersenyum tipis lalu masuk ke dalam ruangan disusul Sananta. Ia segera mengambil tempat duduk di pojok depan berdekatan tembok, supaya bisa bersandar. Kepalanya terasa berat dan energi semangat yang semakin habis. Meski begitu Zelyn harus tetep menjalankan aktivitas seperti biasanya.
"Kita mulai saja rapat untuk persiapan pemilihan calon ketua OSIS periode baru. Sayangnya kita belum bisa rapat bersama anggota OSIS. Karena ketuanya baru sakit."
Mata Zelyn terpejam sejenak mendengar penuturan Sananta. Telapak tangannya menyangga kepalanya yang berat sembari bersandar di tembok. Kalimat terakhir ialah penyebab nya seperti ini. Apalagi Reiga yang sampai sekarang masih belum ada kabar, dihubungi pun tak tersambung. Ingin rasanya Zelyn cepat-cepat menyelesaikan jam sekolah ini lalu bergegas ke rumah Reiga.
Betapa panik dan terkejutnya ia melihat surat izin cowok itu dengan keterangan sakit. Ia bahkan tidak tahu apa-apa, terakhir bertemu Reiga dalam kondisi sangat baik. Pikiran dan hatinya sekarang benar-benar tidak tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
N I S C A L A
Teen Fiction"ISVARA EIRA ZELYN, GUE TUNGGU DI PARKIRAN BELAKANG! LO BISA FOTBAR SAMA GUE!" Lantang suara Reiga menggelegar, menyebut nama Zelyn hingga terdengar di tiap penjuru sekolah. Sayangnya, Zelyn sendiri tak berharap namanya yang disebut. Meski begitu i...