5 4 || Lewat Chat

154 17 6
                                    

Selamat Membaca🫡

🕊️🕊️🕊️

Deru motor Reiga terparkir tepat di depan studio foto, tempat dimana ia sering mengambil job pemotretan. Ia menuruni motornya sembari melepas jaketnya. Melihat seragamnya yang sedikit basah sebab tetesan air mata Zelyn. Reiga menghela napas, mengingat beberapa waktu lalu Zelyn menangis dalam dekapannya membuat ia ikut merasa sakit. Dan sekarang ia terpaksa meninggalkan gadis itu sebab ada pemotretan.

Sembari berjalan memasukkan studio, Reiga mengirim pesan pada Zelyn. Sebelum ia tak bisa bermain ponsel nanti.

REIGA:
| gue udah sampai studio
| maaf ya nggak bisa nemenin nangisnya lama. sekarang udah tenang kan?

Ya, sesibuk apapun dirinya ia akan selalu memastikan Zelyn baik-baik saja. Sekarang ia sudah menyimpan ponselnya dan mempersiapkan alat serta dirinya untuk pemotretan. Sembari menunggu modelnya selesai makeup ia berbincang bersama orang-orang di sana, ia sudah cukup akrab. Kemudian pemotretan segera dimulai saat beberapa model sudah bersiap.

Reiga menatap mereka sejenak, lalu memalingkan wajahnya. Memang mereka model yang cantik tetapi tak menarik sama sekali di matanya. Mereka bukan Zelyn yang dapat membuatnya betah menatapnya lama-lama. Namun, mata Reiga salah fokus pada salah satu model yang tengah tersebut hangat padanya.

Dia Beryl.

"Hai," sapanya menghampiri. "Aku udah tebak kamu pasti ambil job pemotretan ini. Dari dulu kamu kan kerjasama dengan brand ini."

"Iya, kita terikat kontrak."

"Daritadi kamu dicariin Pak Agus, kemana aja kok nggak langsung ke sini?"

"Nganter pacar pulang," sahutnya begitu tenang namun terkesan menusuk untuk Beryl. Reiga tak bermaksud menyakiti, hanya saja ia menjawab jujur sesuai faktanya.

Terlihat senyum hangat di wajah Beryl mulai memudar. Beryl tak bisa memungkiri pernyataan Reiga cukup mengejutkan nya. Secara terang-terangan mengatakan hal yang Reiga sendiri tahu Beryl tak akan menyukainya.

Reiga hendak berlalu dari hadapan Beryl, tetapi tangannya tertahan. Beryl mendongak, "aku masih punya kesempatan kan?"

"Enggak."

"Dihati kamu, masih ada ruang untuk aku kan? Sedikit aja."

"Lo udah hilang tanpa sisa. Gue bersyukur sekarang asing sama lo."

Helaan napas Reiga terdengar begitu gusar, ia mencoba tenang tidak menaikkan nada suaranya. Meski hatinya begitu menggebu-gebu. Melihat wajah Beryl saja enggan rasanya. Saat ia hendak berpaling lagi, Beryl masih tak mengizinkan.

Beryl sedikit menggigit bibirnya, takut-takut melihat tatapan dingin Reiga. "Aku sebesar itu ya nyakitin kamu? Tapi masih ada maaf kan?"

Reiga menatap tiap inci wajah yang dulu sangat sering ditangkap lensa kameranya. Wajah polos penuh keceriaan. Namun sekarang wajah itu sungguh menjengkelkan untuk ditatapnya. Sama seperti sekarang, tatapannya tak bersahabat sama sekali.

Tarikan napas Reiga begitu berat untuk menjawab pertanyaan Beryl. Perlahan ia mengembuskan napas secara teratur. Tanpa mengatakan sepatah katapun, Reiga meninggalkan Beryl. Tak mengizinkan gadis itu menahan langkahnya lagi.

"Reiga," lirih Beryl yang hanya mampu menatap punggung kekar. Punggung yang dulunya ia peluk erat sekarang membelakanginya dan menjauh.

Haruskah Beryl menerima fakta itu? Fakta yang menyatakan Reiga bukan lagi miliknya. Dan tak akan pernah kembali menjadi miliknya.

N I S C A L ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang