SELAMAT MEMBACA🤍
🕊️🕊️🕊️
Pijakan kaki Reiga terhenti dengan jarak tak jauh dari kantin belakang, napasnya masih menderu tidak teratur, begitu pun tatapan matanya yang menyiratkan sedikit keterkejutan. Reiga terdiam mengamati perlakuan orang-orang berjaz di sana. Mereka seolah sedang menunjukkan betapa berkuasanya mereka.
Tangan Reiga terkepal erat di samping itu matanya mulai memanas. Melihat bagaimana pedagang kantin itu harus pasrah tanpa perlawanan, mereka dipaksa menandatangani sesuatu yang Reiga yakin itu bukan kesepakatan dua belah pihak. Dan bagaimana beberapa orang dengan leluasa merapikan barang-barang di kantin belakang, mereka dipaksa tutup.
Reiga marah, sebab dirinya tak bisa berbuat banyak.
Reiga lebih marah, sebab ia menangkap keberadaan sosok pria yang menjadi tokoh utama dalam masalahnya. Pak Irsyad.
"Ayah," lirihan kecil itu mampu menembus gendang telinga Reiga. Kepalanya sedikit menoleh, saat matanya turun ia melihat Zelyn berdiri di sampingnya. Gadis cantik yang sekarang berposisi menjadi pacarnya itu, dia yang memanggil sosok pria tersebut sebagai 'ayah'.
Tidak salah sama sekali. Zelyn berhak memanggil seperti itu, sesuai fakta yang Reiga sendiri tahu. Namun rasa sakit yang kembali Reiga rasakan pun tak salah.
Zelyn mendongak, "gue minta maaf."
"Lo salah apa?"
"Pingin minta maaf aja. Karena gue tahu posisi lo lagi berat banget sekarang. Tapi gue, belum bisa jadi bahu yang lo percaya untuk bersandar."
Lengkung garis senyum tertarik tipis di bibir pink itu, mata cantiknya berkedip pelan, masih beradu tatap dengan netra Reiga. Ia mencoba menerka, meski tidak pasti masalah apa yang Reiga hadapi, tapi Zelyn merasakan betapa beratnya itu.
Selain permasalahan aturan baru di sekolah. Zelyn menerka ada masalah yang lebih besar dari itu. Reiga berusaha bersikap seperti biasanya, tetapi Zelyn dapat merasakannya.
Reiga sama diam nya dengan Zelyn sekarang. Perasaannya semakin berkecamuk.
Ia menghela napas, "gue berat. Lo mana kuat gue senderin."
Dan liat, Reiga baru saja menimpali perkataan Zelyn dengan jawaban tidak serius. Reiga masih terus bersikap seolah semuanya baik-baik saja.
"Yaudah, kalau gitu peluk aja."
"Nanti berdiri terus. Gue capek jadinya tambah capek."
Seharusnya, Reiga senang saat Zelyn menawarkan pelukan itu. Bohong jika Reiga menolak. Reiga selalu menginginkannya, selalu membutuhkannya, pelukan paling nyaman yang mendekap segala penatnya.
Kemudian Zelyn mencebik kesal, "sambil tidur aja deh ayo. Cuddle."
Mata Reiga terbuka lebih lebar dengan alis yang terangkat satu, ia tidak menyangka Zelyn akan seberani itu memberi tawaran. Walaupun ia yakin gadis itu tidak benar-benar pada perkataan nya.
Reiga ingin balik menggoda. Kedua tangannya ia masukkan saku celana kemudian menundukkan punggungnya untuk mensejajarkan wajahnya dengan Zelyn. Sudut kiri bibir Reiga tertarik, matanya mengunci penuh netra cantik itu. Mereka mencoba berkomunikasi tanpa kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
N I S C A L A
Novela Juvenil"ISVARA EIRA ZELYN, GUE TUNGGU DI PARKIRAN BELAKANG! LO BISA FOTBAR SAMA GUE!" Lantang suara Reiga menggelegar, menyebut nama Zelyn hingga terdengar di tiap penjuru sekolah. Sayangnya, Zelyn sendiri tak berharap namanya yang disebut. Meski begitu i...