4 8 || Kode Keras

188 23 3
                                    

SELAMAT MEMBACA🪅

🕊️🕊️🕊️

Selesai pembicaraan nya dengan Beryl, sejenak Zelyn mengambil napas untuk menstabilkan nya. Kemudian ia berbalik badan hendak masuk ruang MPK. Sayangnya, di ambang pintu sudah ada Sananta berdiri tegap yang tampaknya memperhatikan sedari tadi. Zelyn tidak bisa menebak apa yang Sananta pikirkan sekarang. Dengan sorot dinginnya cowok itu tak bergeming sama sekali.

Lalu tubuh Sananta bergeser seolah memberi jalan untuk Zelyn. Bergegas Zelyn pun masuk mengabaikan Sananta dan orang-orang di sekitar. Sebelum menutup pintu, sorot dingin Sananta semakin tajam menatap Beryl.

Sananta belum memulai rapatnya, karena anggotanya belum lengkap. Ia pun mengambil kesempatan untuk berbicara dengan Zelyn.

"Lo semakin terang-terangan sekarang?"

Kepala Zelyn mendongak, ia yang sudah mencoba abai nyatanya tidak bisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kepala Zelyn mendongak, ia yang sudah mencoba abai nyatanya tidak bisa. Pertanyaan Sananta terlalu to the point. Tentu saja sikapnya berhadapan dengan Beryl tadi cukup mengherankan dan mengejutkan. Terlebih untuk Sananta.

Bagaimana tidak? Ia masih ingat betul kejadian dan tiap kalimat Zelyn di kantin belakang kala itu. Ia ada di sana. Dan sekarang ia pun mendengar secara jelas situasi sudah berbanding terbalik.

"Bukan urusan lo kan?" tanya Zelyn balik.

Sananta terdiam. Ia langsung ditampar fakta yang memang harus ia akui.

Ia mengangguk, "oke. Tapi untuk satu ini gue perlu bahas."

"Apa?"

"Lo tetap satu suara dengan Reiga mengenai kebijakan sekolah?"

Topik yang diganti Sananta cukup membuat Zelyn berpikir, mengingat terakhir kali ia dan Sananta membicarakan hal ini. Dalam benak Zelyn sedikit ada keraguan. Tak dipungkiri, pendapat Sananta kala itu benar adanya. Zelyn masih mengingat nya dan mempertimbangkan nya.

Di kubu mana ia akan bergabung?

"Zelyn," panggil Sananta. "Merokok di sekolah nggak benar kan? Lo nggak suka itu kan?"

Zelyn hanya mengangguk.

"Kenapa lo ikut memperjuangkan tempat mereka merokok di sekolah?"

"Enggak!" sentak Zelyn. "Gue bilang bukan itu alasannya!"

Sananta mengernyitkan alisnya, melihat Zelyn menggebu-gebu yang sekarang sedang berusaha mengontrol emosinya. Berkali-kali gadis itu menarik napas dan mengembuskan nya perlahan. Padahal jari-jarinya terkepal begitu erat menandakan emosinya.

N I S C A L ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang