1 1 || Kerinduan Tak Bertuan

174 17 7
                                    

HUHUU SUDAH BAB 11😯 MASIH SEMANGAT ❓❗OKE LET'SS GOO📢

🕊️🕊️🕊️

Reiga menoleh, "gue bercanda tadi, bareng gue ayo!"

Kalimat yang keluar dari bibir sedikit tebal milik Reiga, terdengar ajakannya barusan serius. Tidak bermaksud menggoda ataupun bercanda. Si empu yang ditawari, tampak sedang berpikir keras. Rasanya, pulang berboncengan dengan Reiga adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan. Tapi sekarang, harus kah ia ikut saja?

Di sebelahnya Reiga melirik jam rolex yang melingkar sempurna di pergelangan tangan kirinya. Ia berdecak, menanti respon Zelyn cukup lama.

"Kalau mau ayo, urusan gue banyak." Dari perkataannya, terlihat Reiga begitu sibuk bukan?

Zelyn mendelik kesal, "pulang aja lo."

"Gue nggak mau besok baca mading ada berita murid hilang di maling."

"Gue bukan anak kecil ya!"

"Lah? Malingnya kan mau jadiin lo anggotanya juga."

"Jangan nyebelin!" Tangan Zelyn begitu enteng memukul lengan Reiga, melampiaskannya. Sedang Reiga yang mendengar nada kesal dari Zelyn, terkekeh kecil.

Sudah kesekian kalinya Zelyn mengeluarkan helaan napas berat. Guratan lelah di wajahnya memperjelas betapa energinya terkuras habis. Denting jam terus berjalan, tapi batang hidung Bunda Adya belum tertangkap indra penglihatan Zelyn. Sedang jemarinya sibuk mengendalikan ponsel genggamnya, mencoba menghubungi Bunda Adya.

Dimana keberadaannya sekarang?

Tak hanya Zelyn, presensi tubuh tegap Reiga pun mulai kendur. Energi lelah Zelyn yang menunggu Bunda nya seakan mengalir di seluruh tubuh Reiga pula. Padahal ia bisa saja pulang duluan kan?

TIN!

Gema suara klakson mobil membuyarkan kesunyian yang mengendap. Kaki jenjang yang turun dari balik pintu mobil membuat suasana seketika mencair. Tubuh paruh baya dengan setelah rok selutut dipadukan dengan blazer navy, khas pakaian pekerja kantor. Bunda Adya, bergegas menghampiri putri cantiknya yang sudah lama menunggu.

"Sayang, maafin Bunda ya? Bunda lupa jemput kamu," katanya memberikan penjelasan atas keterlambatannya.

Tangan Zelyn langsung menyambut Bunda Adya, menyalaminya dengan kerucut di bibirnya. "Aku capek loh, Bunda nunggunya. Tapi nggak apa kok."

"Ditawari bareng nggak mau, Tante." Reiga tampak santai saja ikut nimbrung dalam obrolan itu. Suaranya mengambil atensi Bunda Adya, kemudian ia ikut berdiri dan mengambil tangan Bunda Adya. Dengan sopannya bersalaman.

"Eh, temannya Zelyn ya?"

"Teman kelasnya, Tante. Reiga," begitulah perkenalannya bersama senyum ramah.

Bunda Adya menyambut hangat, tak lupa membalas senyuman Reiga. Dan seperti bola yang memantul, kepalanya manggut-manggut. "Oh begitu. Salam kenal ya, Nak Reiga saya Bunda Adya."

"Siap, Tante Adya."

Bunda Adya melirik putrinya, "Zelyn kenapa nggak bareng Nak Reiga aja tadi?"

"Nggak aja, Bunda."

"Daripada nunggu Bunda lama, nanti ngomel-ngomel."

Reiga terkekeh, "anaknya emang brisik ngomel ya, Tante?"

"Zelyn emang gitu, sensian sekali. Tapi anak cantik bunda ini baik kok," pujinya sembari mengelus lembut rambut panjang putri semata wayangnya. Pemilik rambut panjang itu hanya menampilkan garis bibir yang lurus, tampak tidak senang.

N I S C A L ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang